Chapter 7

1021 Words
Beberapa hari setelah acara lamaran di cafe. Zavier langsung menyebar undangan dan merayakan pernikahannya secara besar-besaran. Semua tamu yang datang merupakan tamu penting perusahaan miliknya dan perusahaan Flora. Semua hidangan yang disiapkan pun hidangan barat. Bahkan souvenir yang ia siapkan tidak main-main. Souvenir pernikahan mereka, ponsel keluaran terbaru dengan harga puluhan juta rupiah. Konsep pernikahan mereka serba berwarna merah. Taburan bunga mawar merah menghiasi pelaminan. Flora dengan cantiknya mengenakan gaun pengantin berwarna merah. Semua itu atas permintaan Zavier. Tanpa tahu arti di baliknya, Flora mengiyakan semua yang Zavier sarankan. Ucapan selamat dari seluruh tamu undangan, membuat senyum bahagia tak pernah luntur dari keduanya. Sampai pada akhir dari acara, mereka berdua langsung menuju lantai atas kamar hotel. Zavier mengangkat tubuh ramping Flora setelah keluar dari lift. Ia begitu tergesa-gesa masuk ke dalam kamar. Begitu sampai, ia membaringkan tubuh Flora di atas tempat tidur. "Mau ke mana?" tanya Zavier melihat Flora bangun. "Ak-aku ... " *** "Bodoh, bodoh, bodoh! Kenapa aku terlalu naif menerima setiap perlakuan manis dari laki-laki b******k itu," gumam Flora membentur-benturkan kepalanya ke lutut. "Lebih baik aku mati saja daripada harus menanggung sakit hati ini," racau Flora. Flora bangkit berdiri, berjalan menuju meja rias. Ia mencari sesuatu yang mungkin berguna baginya saat ini. "Gunting. Aku harus mencari gunting. Aku harus mengakhiri hidupku." Flora mencari gunting di setiap laci. Ia mengacak-acak semua barang, sampai akhirnya menemukan barang yang ia cari. "Apa aku harus mati? Apa seperti ini akhir hidupku?" Flora bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah ia pantas untuk mati? Bukankah seharusnya Zavier yang pantas mati? Karena laki-laki itu sudah menipunya dari awal. "Tidak! Aku harus hidup, hidup untuk membuktikan bahwa aku bisa bertahan. Meskipun dia sudah berusaha menghancurkan kehidupanku," sambung Flora. Ia melempar gunting ke sembarang arah. Flora bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Ia berdiri di bawah air mengalir dengan suhu air yang benar-benar dingin. Ia ingin menyegarkan pikiran dan hatinya yang hancur berkeping-keping. Kemudian, ia mulai membersihkan tubuhnya dari bekas sentuhan-sentuhan Zavier. Ia mengusapnya dengan kasar, mencoba menghilangkan jejak-jejak merah hasil ciptaan laki-laki itu. Namun sayang, sekeras apapun usahanya, jejak-jejak merah itu hanya akan hilang dalam waktu satu minggu berlalu. Setelah membersihkan diri, Flora mengenakan pakaian yang diberikan oleh Zavier di sebuah paper bag. Ia duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya. Tatapan mata sendunya seakan membuat air matanya terharu, hingga mengalir begitu saja. "Kau wanita kuat, kau bukan wanita lemah. Jadi, bangkitlah! Tunjukkan pada laki-laki b******k itu, bahwa kau akan baik-baik saja dan selalu baik-baik saja." Flora membatin mencoba menguatkan dirinya sendiri. Tujuan pertama setelah memutuskan untuk kembali hidup yaitu pulang ke apartemennya. Namun ketika sampai di sana, sekelebat kenangan muncul seiring memasuki apartemen. Setiap sudut ruangan tergambar dengan jelas bagaimana Zavier memperlakukannya. "Apa kau lelah? Duduklah di sini, biar aku memijitmu." "Apa yang kau lakukan? Sini biar aku saja yang mencuci piring." "Tadaaa ... nasi goreng teri ala Zavier Kingston. Makanlah dan nikmati sensasinya." "Jangan tidur terlalu malam, tidak baik untuk kesehatanmu. Mau aku bacakan dongeng?" Di ruang tamu, di dapur, di kamar, dan di tempat lain yang ada di apartemennya. Membuat Flora mengingat semua kenangan yang pernah ia habiskan bersama Zavier. Kenangan-kenangan indah itu membuatnya semakin terluka. Ia masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia ingin menghindar dari kenangan-kenangan yang membuatnya semakin jatuh. Jatuh sejauh-jauhnya hingga terperosok ke jurang penderitaan. Sampai dua minggu berlalu, ia tidak pernah keluar dan hanya mengurung diri di dalam apartemen. Orang-orang berpikir bahwa Flora dan Zavier sedang pergi berbulan madu. Karena sebelum acara pernikahan digelar. Mereka berencana menghabiskan waktu satu bulan untuk berbulan madu. Mereka ingin menjelajahi tempat-tempat romantis yang ada di luar negeri. Namun pada kenyataannya, Flora diceraikan tepat setelah malam pertamanya yang liar. Proses perceraian mereka hanya membutuhkan waktu sekitar dua minggu saja. Hal itu terjadi, karena Flora tidak pernah datang ke pengadilan untuk menyaksikan proses perceraiannya. Ia lebih memilih mengurung diri di dalam apartemen, daripada harus melihat wajah mantan suaminya yang sangat memuakkan. Tiba-tiba, desas-desus mengenai perceraian mereka pun tercium oleh media. Di mulai dari televisi, radio, koran, dan majalah. Bahkan di media sosial pun ramai membicarakan perceraian mereka. Karena mereka merupakan salah satu pria dan wanita yang sukses dalam karirnya. "Flora!" Seorang lelaki dengan tubuh tinggi kekar terkejut melihat berita di koran. Laki-laki itu adalah Rayyen, sahabat Flora sejak kecil. Selama dua minggu ini, ia sengaja tidak menghubungi sahabat yang ia anggap sebagai adiknya itu. Karena ia berpikir agar tidak menggangu bulan madu Flora dengan Zavier. Namun yang tak disangka-sangka, justru sahabatnya itu sudah bercerai. Rayyen bergegas pergi ke apartemen Flora. Dan sampai di sana, beberapa kali ia menekan bel, Flora tak kunjung membukakan pintu. Semenjak Flora berhubungan dengan Zavier. Wanita itu mengubah kata sandi apartemennya atas permintaan kekasihnya itu. Zavier beralasan, bahwa di dunia ini laki-laki dan perempuan tidak boleh bersahabat. Akan ada benih-benih cinta muncul di antara status sahabat dan Zavier tidak menginginkan itu. Rayyen merogoh saku celananya dan meraih benda pipih miliknya. Diusapnya layar canggih dan mencari nama kontak Flora berada. Kemudian, ia memencet tombol hijau dan menempelkannya di dekat telinga. "Angkat Flo, angkat," ujar Rayyen khawatir. Ia menghubungi nomor telepon Flora berkali-kali. Namun, sahabatnya itu tak kunjung menjawab. "Buka pintunya atau aku buka secara paksa dari luar!" Kemudian ia beralih dengan mengirim pesan. Ia mengancam akan mendobrak pintu apartemen, jika Flora tak kunjung membukanya. Bahkan ancaman seperti itu pun tidak serta-merta membuat Flora keluar. Entah apa yang sedang wanita itu lakukan di dalam. Mungkinkah Flora sedang meratapi nasibnya setelah resmi menjadi seorang janda? Takut terjadi apa-apa dengan Flora, Rayyen mencari bala bantuan dengan menghubungi ambulan dan polisi yang sedang berpatroli tidak jauh dari area apartemen. Tiga puluh menit berlalu, petugas polisi dan ambulan sudah memenuhi area parkiran mobil apartemen. Mereka berbondong-bondong masuk ke dalam lift dan memencet tombol angka sembilan. Tempat di mana unit Flora tinggal. "Selamat pagi," sapa seorang petugas polisi. "Pagi, Pak. Adik saya ada di dalam, dari satu jam yang lalu tidak mau membukakan pintu. Saya takut terjadi sesuatu padanya, setelah ketukan palu perceraian dilayangkan." Rayyen benar-benar panik, hingga wajahnya memucat. Petugas polisi itu mengangguk dan meminta rekannya untuk membantu. Mereka mengeluarkan alat untuk membuka paksa pintu apartemen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD