Chapter 12

1171 Words
Meskipun mereka masih sangat kecil, namun perasaannya sangat peka. Apalagi Jojo yang sepertinya mengetahui segalanya. Ia terlihat seperti anak kecil, namun ia memiliki IQ di atas rata-rata. Ia mampu memahami hal sekecil apapun yang anak lainnya tidak bisa memahami. Ia bahkan mampu memahami bagaimana kondisi ibunya. Ia tahu bahwa sang ayah tidak pergi jauh. Justru ia berpikir, bahwa sang ayah lah yang pergi meninggalkan mereka. Meskipun ibunya selalu mengatakan hal-hal baik mengenai ayahnya. "Suatu hari nanti, pasti Bunda akan menjelaskan semuanya pada kita," balas Jojo menepuk bahu saudarinya. "Tapi kapan, Jo?" rengek Jeje. "Jennifer!" bentak Jojo. "Iya Jonathan, aku tahu," balas Jeje menunduk kecewa. "Baiklah. Lebih baik kita berhenti membahas hal yang tidak penting itu. Sekarang kita turun ke bawah, karena Bunda pasti sudah menunggu kita dari tadi," ujar Jojo menarik lengan saudarinya dan mengajaknya pergi ke meja makan. *** "Bunda mau ke cafe. Apa kalian mau ikut?" tanya Flora pada kedua anaknya. "Apa boleh?" jawab Jeje balik bertanya sambil mengerlingkan matanya. "Tentu saja boleh. Masa anak-anak kesayangan bunda mau ikut tidak boleh," balas Flora mengulas senyuman. "Apa banyak pelanggan Bunda yang tampan-tampan?" tanya Jeje tersenyum nakal. Gadis kecil ini tidak bisa melihat pria tampan barang sejenak. Pikirannya hanya satu, yaitu mencari ayah baru yang pantas untuk disandingkan dengan ibunya. "Jennifer!" panggil Jojo menahan teriakannya. "Iya Jonathan, aku tahu," balas Jeje mengetahui maksud saudara kembarnya. Jojo tahu betul apa maksud dari pertanyaan saudarinya. Ia tahu bahwa Jeje akan mencari laki-laki tampan dan menjodohkannya dengan, sang ibu. Dan ia juga tidak bisa tinggal diam jika saudarinya terus-menerus melakukan hal itu. Karena perasaannya tidak pernah salah. Bahwa sang ibu berusaha menyembunyikan lukanya. Suatu hari, pria kecil itu memergoki ibunya sedang menangis dalam kegelapan. Bahkan ia menjadi sering melihat ibunya menangis secara sembunyi-sembunyi. Itu yang membuatnya berpikir bahwa sang ayah pergi jauh karena memang sengaja meninggalkan mereka. Dan yang lebih parahnya lagi, ia berpikir bahwa ayahnya menorehkan luka yang begitu dalam pada hati sang ibu. Oleh karena itu, ia berjanji akan membuat sang ayah menyesal suatu hari nanti. "Bunda!" panggil Jojo membuat sang ibu menoleh ke belakang di tengah mengendarai mobil. "Ada apa Sayang?" tanya Flora menatap ke spion yang ada di bagian depan. "Apa tidak sebaiknya cafe kita dibuat taman bermain juga. Bukankah akan lebih menarik pelanggan yang membawa anak-anak mereka," saran Jojo. "Bukankah itu ide bagus Bunda?" tanya Jeje menimpali. "Itu ide yang sangat brilian, Sayang. Darimana kalian menemukan ide cemerlang seperti itu?" tanya Flora bangga. Ia tidak heran dengan kecerdasan buah hatinya. Karena selama ini, Jojo dan Jeje sering memberi saran terbaik untuk usahanya. "Tentu saja dari Jeje, Bun. Jeje paling suka bermain di taman bermain," balas Jeje. "Jangan asal mengklaim ide orang Jennifer!" protes Jojo dengan gigi yang gemertak. "Sudah, sudah. Kalian ini kenapa selalu bertengkar?" keluh Flora mencoba menghentikan perdebatan dua bocah itu. "Come on, Bunda. That is the way we show how we love," balas Jeje menggunakan bahasa Inggrisnya yang belepotan. "Sok nginggris!" ujar Jojo sinis sambil memajukan bibirnya. Dua anak yang Flora lahirkan memang anak jenius. Pikiran mereka tidak seperti anak kecil pada umumnya. Mereka selalu berpikir matang. Tidak jarang mereka selalu memberi ide segar pada ibunya, kala sang ibu membutuhkan saran untuk memajukan cafenya. "Jojo! Bukankah itu bagus. Justru bunda senang jika kalian berdua pandai berbahasa asing. Jika suatu hari nanti kita ke luar negeri atau berkeliling dunia. Bunda tidak perlu repot-repot membuka google translate ataupun menyewa orang untuk mengartikannya. Karena anak-anak bunda pandai berbahasa asing," sela Flora. Ia ingin mengajak kedua hatinya berkeliling dunia. Ia tidak ingin hanya mengajak mereka keliling Indonesia saja. Meskipun itu hanya berkunjung pada setiap cabang cafe miliknya. "Apa kita akan jalan-jalan ke luar negeri Bunda?" "Apa kita akan keliling dunia Bunda?" tanya Jojo dan Jeje bersamaan dengan wajah yang berbinar. "Doakan agar cafe kita semakin sukses. Bunda janji akan membawa ke manapun kalian mau pergi," balas Flora tersenyum penuh makna. Ia bisa menjanjikan segalanya pada kedua buah hatinya. Namun, ia tidak bisa menjanjikan kebahagiaan bersama ayahnya. "Pasti Bunda. Jika Bunda butuh ide-ide segar, bunda bisa tanya Jeje atau Jojo," ujar Jeje bersemangat. "Oke, Sayang. Sekarang waktunya kita turun," balas Flora mengangkat ibu jarinya dan mengajak kedua buah hatinya turun. "Semakin lama semakin ramai pengunjung," gumam Jojo. "Bukankah itu bagus, Sayang?" Flora mendengar gumaman putranya. Jojo menoleh dan tersenyum. Ia membukakan pintu cafe untuk ibunya dan juga saudari kembarnya. Ia ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan bagi kedua wanitanya. "Lucunya," ujar seseorang sambil mencubit pipi Jeje. "Don't touch her!" bentak Jojo melihat ketidaknyamanan dari raut saudari kembarnya. "Maaf, maaf," lirih Flora membungkukkan badannya. "Tidak apa-apa. Memang aku yang salah," balas seseorang itu. Flora bergegas menarik lengan putra dan putrinya agar masuk ke dalam ruangannya. Ia ingin menasehati atas sikap yang ditunjukkan putranya. "Jojo. Bunda tidak pernah mengajarkanmu untuk membentak orang lain. Apalagi orang itu jauh lebih tua darimu," kata Flora menasehati putranya dengan nada lembut. "Maaf, Bunda. Jojo hanya tidak suka melihat Jeje dibuat tidak nyaman oleh orang lain," lirih Jojo menunduk sambil meremas jari tangannya. Meski sering sekali bertengkar, tetapi Jojo sangat menyayangi kembarannya. Begitu pula dengan sebaliknya. "Apa kau merasa tidak nyaman dengan kejadian tadi Jeje?" tanya Flora mengalihkan pandangannya pada putrinya. "Iya, Bunda. Jeje tidak suka ada orang yang sembarangan menyentuh Jeje," balas Jeje membenarkan ucapan saudaranya. "Baiklah. Untuk kali ini bunda memaafkan Jojo. Tapi lain kali tidak ada kata maaf lagi. Bunda tidak ingin melihat kejadian tadi terulang lagi," kata Flora mengingatkan. "Iya Bunda, Jojo janji," balas Jojo. "Sini bunda peluk," kata Flora merentangkan kedua tangannya. "Kalian tunggu di sini, bunda akan keluar sebentar," sambung Flora bangkit berdiri dan keluar. Ia berjalan ke arah dapur dan meminta salah satu karyawannya, untuk tidak menerima pembayaran dari meja nomor sembilan. "Tasya!" panggil Flora. "Iya, Bu," sahut Tasya. "Nanti ketika meja nomor sembilan akan membayar. Katakan padanya bahwa semua sudah saya bayar. Jika dia bertanya, jawab saja sebagai permintaan maaf atas sikap Jojo, anakku," kata Flora sambil menunjuk ke arah meja nomor sembilan. "Baik, Bu," balas Tasya mengangguk. Setelah itu, Flora kembali ke ruangan di mana kedua buah hatinya berada. *** "Apa hari ini pekerjaan kalian membuahkan hasil?" tanya Zavier pada anak buahnya. "Ma-maaf Tuan. Kami belum bisa menemukan Nyonya Flora," sahut bawahan Zavier ketakutan. "Dasar bodoh! Kalian memang tidak berguna!" bentak Zavier melempar pot bunga yang ada di meja kerjanya. "Lebih baik kalian keluar sebelum ku cincang habis kalian!" bentak Zavier lagi. Setelah menghilangnya Flora, membuat kehidupan Zavier hancur. Ia merasa bahwa jebakan yang ia buat untuk Flora dulu termakan oleh dirinya sendiri. Ia merasa ada yang salah dengan hatinya. Ia merasa ada yang hilang dalam dirinya. Hatinya terasa kosong, meski ia selalu berusaha untuk menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Ia mencoba pergi ke klub malam dan minum-minum. Namun, pagi harinya setelah sadar, ia kembali teringat akan Flora. Ia bahkan mencari wanita malam yang bisa membuatnya lupa akan sosok Flora. Namun, baru saja akan melakukannya, ia segera sadar dan mengurungkan niatnya. Hanya Flora satu-satunya wanita yang pernah menghabiskan malam dengannya. Dan hanya Flora yang akan menjadi penghangat ranjangnya. "Aku akan menemukanmu Flora. Segera!" batin Zavier dengan tangan yang terkepal kuat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD