Chapter 3

1079 Words
Zavier kembali ke kantor, ia ingin merencanakan sesuatu yang jauh lebih matang dan sempurna. Ia tidak ingin yang ketiga kalinya gagal. Ia harus memastikan semuanya berjalan lancar. Kenapa ia tidak meminta bantuan orang lain? Misalnya membayar orang untuk melakukan sesuatu pada Flora dan ia datang sebagai pahlawan. Atau meminta sekretarisnya untuk membuatkan rencana untuknya. Apa mungkin ia ingin memastikannya sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain? Atau ia merasa tertantang setelah melihat betapa kerasnya hati flora? Mungkin jawaban ketiga jauh lebih masuk akal. Tiga hari kemudian, Zavier kembali mengikuti Flora. Ia sengaja memberi jarak agar wanita itu tidak curiga. Ia mulai melancarkan aksinya ketika melihat Flora sedang sibuk bermain ponsel di dekat trotoar di area cafe sebelumya. Entah apa yang membuat Flora tidak fokus. Sehingga ia terpeleset dan hampir jatuh ke jalanan yang ramai akan kendaraan. Hampir saja wanita itu terserempet motor jika Zavier tidak menariknya ke dalam dekapannya. "Aaa ... " teriak Flora ketika hampir terjatuh. Beruntung Zavier bergegas menangkapnya dan hanya ponselnya saja yang terlempar. "Makanya kalau sedang di jalan jangan main ponsel," protes Zavier. "Kau?" teriak Flora terkejut melihat sosok Zavier. "Terima kasih, itu yang seharusnya kau katakan," ujar Zavier menyunggingkan senyuman. "I-iyah te-terima kasih," balas Flora. "Tidak perlu. Kau hanya perlu mentraktirku secangkir kopi sebagai tanda ucapan terima kasihmu," ujar Zavier menunjuk ke arah cafe. Flora melirik ke arah cafe yang ditunjuk boleh Zavier. Meski ragu, namun ia tetap mengiyakannya. Padahal saat ini ia sedang ada janji dengan Rayyen, sahabatnya. "Tapi-- Baiklah," balas Flora ragu-ragu. Meskipun enggan, Tetapi Flora tetap mengiyakan. Karena ia merasa tidak enak, jika harus menolak setelah Zavier menolongnya. "Apa kau keberatan? Atau kau sedang ada janji temu?" tanya Zavier melihat gelagat aneh dari Flora. "Sebenarnya aku sedang ada janji temu dengan seseorang. Apa boleh kita ganti lain hari saja?" jawab Flora merasa tidak enak. "Tidak masalah. Kau hanya perlu menghubungi nomorku untuk memastikan kapan kau bisa dan di mana," ujar Zavier tersenyum manis. Padahal dalam hatinya ia merasa puas, karena kali ini rencananya berhasil. Dan setelah ini, ia hanya perlu membuat Flora jatuh cinta padanya kemudian menghancurkannya. "Baiklah. Kalau begitu, aku pergi dulu," pamit Flora. Namun ketika ia hendak melangkah, hak tingginya patah dan kembali hampir terjatuh. "Lagi?" ujar Zavier. "Maaf," lirih Flora. Kemudian ia berusaha berdiri. Namun kakinya justru terkilir membuatnya mengaduh kesakitan. "Aww ... " pekik Flora kesakitan. "Kenapa? Terkilir?" tanya Zavier. Flora tidak menjawab. Ia hanya menatap Zavier dengan tatapan tidak enak. "Sini biar aku bantu," ujar Zavier mengangkat tubuh ramping Flora dan membawanya ke cafe. "Lebih baik kau tunda saja janji temumu itu. Daripada nanti kakimu semakin sakit," ujar Zavier sambil memposisikan Flora duduk. Kemudian ia berlutut di kaki wanita itu. Sikap perhatiannya membuat semua wanita di dunia ini merasa iri. Padahal, pria itu baru mengenal Flora. "Apa yang kau lakukan?" tanya Flora terkejut dan bangkit. "Aww ... " Flora kembali memekik kesakitan. "Duduk! Biar aku bantu urut," balas Zavier meminta agar Flora duduk. "Apa kau bisa?" Flora mengerutkan keningnya ragu. Tidak mungkin bukan, kalau pria tampan seperti Zavier di zaman sekarang pandai mengurut? "Kenapa? Apa wajah tampanku kelihatan tidak meyakinkan untuk mengurut kakimu yang terkilir?" Zavier balik bertanya dengan senyum yang terpancar di wajahnya. "Bukan itu maksudku," sahut Flora dengan suara pelan. "Aku tahu. Jadi lebih baik kau duduk diam. Sekalian tolong pesankan satu cangkir kopi untukku," ujar Zavier menarik tangan Flora agar duduk. "Baiklah." Akhirnya Flora duduk memesan satu cangkir kopi untuk Zavier dan satu cangkir coklat panas untuknya. Ia mencari ponselnya di tas, namun tidak menemukannya. "Astaga!" teriak Flora membuat Zavier terkejut. "Kenapa? Sakit? Apa aku terlalu keras memijitnya?" tanya Zavier terkejut melihat Flora berteriak. "Ah, tidak. Aku lupa tadi ponselku terlempar ke jalanan. Aku ingin menghubungi sahabatku, kalau hari ini aku tidak bisa menemuinya," balas Flora sambil menyentuh telinganya. Kebiasaan Flora ketika merasa malu yaitu selalu menyentuh telinganya. Itu kebiasaannya sejak ia masih kecil. Terkadang bisa sampai memerah jika ia sampai tersipu malu. "Kau duduk saja dulu, biar aku coba bantu cari," ujar Zavier bangkit berdiri. "Tidak perlu. Biar aku saja yang mengambilnya," balas Flora ikut bangkit berdiri. Sepertinya ia lupa akan kondisi kakinya. Jadi, lagi-lagi ia terjatuh dalam pelukan Zavier. Membuat jantungnya yang semula biasa saja berubah menjadi debaran-debaran yang tidak biasa. "Jangan keras kepala! Apa kau pikir kau itu wonder woman? Lebih baik kau duduk diam dan aku yang akan mengambilkannya untukmu," ujar Zavier bergegas keluar meninggalkan Flora yang terdiam. Setelah kepergian Zavier, Flora baru tersadar dan mencari sosok tinggi kekar itu. Ia menatapnya dari dalam, menyaksikan laki-laki itu yang berjalan menjauh. Dan dalam sekejap, Zavier kembali. Namun ia membawa ponsel Flora dalam keadaan ponsel itu hancur di bagian layarnya. "Maaf. Tapi ponselmu hancur," lirih Zavier "Tanganmu!" Flora terkejut melihat jari tangan Zavier yang berdarah karena terkena pecahan layar ponsel. Ia bergegas mendorong ponsel itu dan mengulum jari tangan Zavier. Perlakuan Flora membuat laki-laki itu mematung. Jantungnya serasa berhenti berdetak mendapat perlakuan seperti itu dari Flora. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya di antara keduanya. Karena pertemuan ketiga mereka, membuat jantung keduanya berjalan tidak normal seperti biasanya. "Maaf!" Flora melepaskan tangan Zavier setelah sadar dengan apa yang ia lakukan. "Memangnya darah akan berhenti jika kau melakukan itu?" tanya Zavier sambil memperhatikan jari tangannya. "Tentu saja iya. Itu kenapa aku sampai refleks mengulum jarimu," sahut Flora percaya diri. Ia melakukan itu karena dulu ketika ia masih kecil, sang ayah lah mengajarinya. Jadi sampai dewasa pun ia masih melakukan hal itu. "Tahukah kau? Apa yang kau lakukan barusan membuat sisi liarku bangkit," kata Zavier membuat Flora kebingungan. Laki-laki itu membayangkan Flora sedang mengulum sesuatu miliknya. Bahkan khayalannya itu membuat juniornya menegang. "Aku tidak mengerti maksudmu. Lebih baik kau minum saja kopimu. Bukankah itu yang kau inginkan?" sahut Flora menyodorkan cangkir kopi ke arah Zavier. "Kau itu polos atau apa," kata Zavier sambil menggelengkan kepalanya. "Kau pikir aku anak kecil," balas Flora mengerucutkan bibirnya. "Mirip," kata Zavier terkekeh geli membuat Flora memukul lengan kekarnya. Mereka baru saja bertemu tapi sudah terlihat sangat dekat. Sebenarnya bukan pertama kali bertemu. Hanya saja baru pertama kalinya ditanggapi oleh Flora. "Kalau boleh tahu, siapa namamu? Aku Zavier, Zavier Kingston," kata Zavier mengulurkan tangannya. "Aku Flora Almagatha, panggil saja Flora," balas Flora menyambut uluran tangan Zavier. "Baiklah, Flora. Aku berharap kita akan menjadi teman baik," kata Zavier penuh harap. "Untuk apa? Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah ini," balas Flora seperti enggan berteman dengan laki-laki itu. "Wanita ini benar-benar menarik, tapi semakin dia terlihat menarik. Maka, semakin aku tertarik untuk lebih menghancurkannya," batin Zavier semakin bersemangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD