Chapter 4

1075 Words
"Tentu saja untuk menambah relasi. Apa kau tahu? Pertemuan pertama dan kedua bisa dibilang kebetulan. Tapi tidak dengan pertemuan ketiga," kata Zavier tersenyum menyeringai. "Lalu, yang ketiga apa namanya kalau bukan kebetulan?" tanya Flora penasaran. "Takdir," balas Zavier mantap. Takdir yang telah ia persiapkan. Bukan takdir Tuhan yang mempertemukannya. Tapi alasan Zavier mendekati Flora lah yang dikatakan sebagai takdir. Karena memang Tuhan lah yang menentukan. "Hahaha ... " Flora tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Zavier. Entah apa yang membuatnya tertawa. "Kenapa tertawa?" tanya Zavier mengernyitkan dahinya. "Ingin saja," balas Flora ambigu membuat Zavier kembali menggelengkan kepalanya. "Pertemuan pertama aku pikir hanya kebetulan. Begitu pula dengan pertemuan kedua kita. Tapi, setelah pertemuan kedua, aku berkata pada diriku sendiri. Jika aku bertemu denganmu satu kali lagi. Itu berarti kau memang jodohku," kata Zavier dengan mimik wajah serius. "Jodoh?" Flora mengerutkan keningnya tidak percaya. Bagaimana mungkin ada orang yang masih mempercayai hal seperti itu? "Iya jodoh. Kita bertemu tiga kali berturut-turut itu namanya jodoh," jawab Zavier mengangguk antusias. Flora tersenyum kikuk mendengar penuturan Zavier. Entah informasi dari mana laki-laki itu bisa mengatakan pertemuan ketiga mereka dinamakan jodoh. Sementara Flora, ia sama sekali tidak mempercayainya. Meskipun begitu, ia tidak menyangkalnya. Ia meneguk coklat panasnya sambil menatap wajah tampan Zavier. Karena terlalu fokus, ia tidak sadar coklat panasnya menempel di bagian bibir atasnya. "Di sisi lain kau terlihat dewasa. Namun di sisi lain kau terlihat seperti anak kecil." Zavier mendekat, mengecup bibir Flora merasakan coklat panas itu di lidahnya. Kemudian ia menjauhkan wajahnya dan tersenyum penuh arti. Benarkah itu yang Zavier lakukan? Atau hanya khayalan seseorang saja. Zavier mendekatkan wajahnya, mengulurkan tangannya, dan menyeka bibir Flora dengan ibu jarinya. Setelah itu, ia mengulum ibu jarinya merasakan coklat panas yang menempel di bibir Flora. Sementara sang empu, ia hanya tersenyum tersipu malu sambil menyentuh telinganya, mendapat perlakuan hangat seperti itu dari Zavier. Bahkan kaum hawa di dalam cafe pun merasa iri pada keberuntungan Flora. Mereka berpikir bahwa Flora dan Zavier sepasang kekasih. Karena dari awal kemunculannya, mereka berdua terlihat sangat mesra. Padahal tidak seperti itu kenyataannya. Ternyata kejadian Zavier mengecup bibir Flora, hanya khayalan seseorang yang suka menonton drama romantis. Seseorang yang duduk tidak jauh dari mereka berdua. "Ngomong-ngomong, ini kedua kalinya bagimu berada di dekat cafe ini," ujar Zavier kembali membuka topik pembicaraan. "Karena di sini cafe favoritku. Suatu saat jika aku diberi kesempatan. Aku ingin membangun sebuah cafe. Bila perlu, aku ingin membuat banyak cabang di kota-kota lain," balas Flora menggebu. Karena terlalu sering pergi ke cafe sejak duduk di bangku kuliah. Flora memiliki cita-cita untuk membangun sebuah cafe yang bernuansa serba hijau. Ia ingin membuat dekorasi dengan taman yang luas dengan berbagai tanaman di sekelilingnya. Tidak hanya itu saja, ia ingin membangun cafe di setiap kota. Agar ia bisa sering berkeliling kota dengan tujuan mengunjungi setiap cafe yang ia kelola. Dan cita-citanya itu akan terwujud suatu hari nanti. "Benarkah? Waow ... bukankah itu luar biasa? Aku berharap keinginanmu segera terwujud," ujar Zavier takjub dengan pengharapan serius. "Tentu saja. Itu cita-citaku sejak dulu. Namun setelah ayahku tiada, impianku juga harus tiada. Aku harus menggantikannya mengurus perusahaan," sahut Flora menunduk. Menjadi anak satu-satunya dan menjadi seorang yatim piatu membuat Flora melupakan impiannya. Ia harus mengurus perusahaan peninggalan mendiang ayahnya. "Maaf," lirih Zavier. Ia merasa bersalah sudah mengingatkan Flora akan kesedihannya. "Tidak perlu. Aku baik-baik saja sekarang. Aku yakin, suatu hari nanti aku pasti bisa mewujudkan impianku. Entah melalui siapa aku bisa mewujudkannya," balas Flora percaya diri. "Aku suka semangatnya," bisik Zavier dalam hati. "Sudah sore, aku harus pulang," sambung Flora melirik ke arah jam di pergelangan tangannya. "Aku antar, yah?" kata Zavier menawarkan diri. Ia ingin lebih dekat dengan calon jodohnya, seperti yang ia katakan sebelumnya. "Tidak perlu, aku bisa memesan taksi," tolak Flora secara halus. "Jadi kau tidak membawa mobil?" tanya Zavier. "Tidak. Aku memang sengaja tidak membawa mobil. Aku bosan dan tidak ingin menyetir," sahut Flora. "Kalau begitu biar aku saja yang mengantarmu pulang. Atau begini saja, kalau kau tidak mau aku antar. Aku lanjutkan mengurut kakimu. Jika sudah lebih baik, aku tidak akan mengantarmu pulang. Bagaimana?" "Baiklah." Mau tidak mau Flora mengiyakan tawaran Zavier. Karena ia tidak ingin berduaan lebih lama dengannya. Ia juga ingin tahu apakah benar laki-laki tampan itu bisa menyembuhkan kakinya yang terkilir? Setelah mendengar jawaban dari Flora, Zavier bergegas berlutut dan mulai memijit kaki wanita itu. Ia begitu fokus dan telaten dalam proses memijat. Entah sihir apa yang membuat Flora terus menunduk memperhatikannya. Seakan-akan ia sudah terkena sihir magic yang Zavier tebarkan. sihir itu menyebar ke jantung hingga ke hati Flora. Membuat jantungnya bertalu-talu seakan ingin melompat keluar. "Astaga! Apa yang harus aku lakukan?" gumam Flora sambil menyentuh dadanya. "Apa sudah merasa lebih baik?" tanya Zavier menengadahkan kepalanya menatap wajah Flora yang memerah. "I-iyah," sahut Flora gelagapan sambil mengalihkan pandangannya. Ia takut Zavier akan melihat rona merah di wajahnya dan mendengar detak jantungnya. "Coba kamu berdiri dan sedikit digerak-gerakkan." Flora berdiri dan menggerak-gerakkan kakinya sesuai ucapan Zavier. Dan benar saja, sekarang kakinya sudah baik-baik saja. Ia merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. "Awalnya aku ragu, tapi ternyata kau memang pandai memijat," kata Flora melirik malu-malu. "Aku tidak hanya pandai memijat, aku juga pandai membuatmu tersipu malu," balas Zavier membuat Flora salah tingkah. "A-aku ti-tidak malu. Kalau begitu, aku pulang dulu." Flora ingin segera pulang dan menyembunyikan wajahnya. Ia terlalu malu jika harus berlama-lama menunjukkan wajahnya di depan Zavier. "Tunggu!" teriak Zavier. "Kenapa?" Flora berbalik dan bertanya. "Pakai sepatuku," balas Zavier melepas sepatunya, berjalan mendekat, berlutut, dan memakaikan sepatunya di kaki polos Flora. Flora benar-benar dibuat terbang ke langit biru sajak tadi oleh Zavier. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya di antara keduanya. Akankah ada pertemuan yang kempat atau kelima kalinya dan seterusnya? *** "Ha-halo." Awalnya flora merasa ragu antara ingin menghubungi Zavier atau tidak. Namun demi mengembalikan sepatu milik laki-laki itu. Akhirnya ia mencari kartu nama yang waktu itu sempat Zavier berikan dipertemuan pertama mereka. "Halo. Maaf dengan siapa?" "Ini aku, Flora." "Ada apa Flo? Apa ada sesuatu yang penting sampai-sampai kau menghubungiku?" "Akhirnya kau menghubungiku juga," batin Zavier tersenyum menyeringai. Pria ini merasa sudah berhasil. Pasalnya, Flora yang ia kenal kini sedang menghubunginya. "Aku hanya ingin mengembalikan sepatumu. Kapan kita bisa bertemu?" "Tidak perlu. Anggap saja sebagai kenang-kenangan pertemuan ketiga kita." Kenapa Zavier tidak ada habisnya menggoda Flora? Apa ia tidak tahu bahwa saat ini Flora sedang menyentuh pipinya yang berubah menghangat? "Tapi ini terlihat mahal, Za." "Sepatu itu memang sepatu favoritku. Tapi mulai sekarang tidak lagi. Karena kaulah yang akan menjadi favoritku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD