Candu Cumbumu

2505 Words
Posisi Winda benar-benar tersudut oleh tubuh atletis lelaki itu. Bima mengunci setiap gerak tubuhnya, satu gerakan saja menghadirkan rangsangan yang aneh pada tubuh Winda. Bima seakan berusaha menatap ke kedua mata Winda. Namun Winda memalingkan wajah, membuat Bima berakhir di ceruk lehernya yang jenjang. Melirik wajah Winda, Bima memperhatikan bagaimana wanita itu menelan salivanya dengan gugup dan napasnya tidak teratur. Hasrat tiba-tiba merasuki Bima dan pria itu segera saja menempelkan bibirnya pada bibir seksi Winda. Winda membelalakkan matanya ketika bibir Bima mendarat di bibirnya yang setengah terbuka karena terkejut. Otaknya mengalami kebekuan total oleh tindakan Bima, mencegahnya untuk memproses apa yang sedang terjadi. Sebuah sentuhan dan gerakan di bibirnya yang belum pernah dirasakannya membuat Winda hampir gila. Ada rasa lembab namun nyaman, ada rasa gelisah namun membangkitkan gairah pada diri Winda. Apakah ini penyebab mengapa banyak orang yang suka berciuman? Semakin Winda berpikir semakin bingung ia akan dirinya sendiri. Untuk ukuran otak cerdasnya, Winda tergolong lamban dalam menyadari apa yang sedang dilakukan oleh muridnya sendiri kepadanya. Sementara itu, Bima sudah menikmati rasa bibir Winda selama beberapa saat. Merasakan betapa lembutnya bibir dosen yang selama ini ditakuti oleh siapapun. Walau terasa kaku bahkan tak ada balasan yang diterima oleh bibir Bima, rasa kikuk itu justru menghadirkan sensasi baru bagi bibirnya. Bima merasakan respon yang berbeda saat mengecup bibir Winda dengan bibir wanita yang lain. Tampak kikuk namun lucu saat melihat Winda terkejut saat bibirnya dilahap oleh Bima. Biasanya ketika Bima berciuman dengan wanita lain, Bima mendapatkan serangan yang sama ganasnya. Namun ciuman ini adalah pengalaman baru bagi Bima, begitupun bagi Winda. Ketika darah mengalir kembali ke setiap sisi otaknya, Winda akhirnya mendapatkan kesadarannya kembali dan mencoba untuk mendorong tubuh Bima. Sayangnya, tenaga pria itu lebih kuat dari dirinya yang bertubuh mungil dan usahanya pun sia-sia. Bibir Bima pun semakin melekat pada bibirnya. Kali ini Bima berusaha melumat bibir mungil milik Winda. Entah bagaimana, Winda ingin melepaskan bibirnya dari setiap lumatan bibir Bima. Namun yang terjadi justru secara perlahan Winda mulai menikmatinya. Pada setiap kelembutan yang dirasakannya, pada setiap hisapan yang diterimanya. Semakin lama napas dan mulut Bima terasa panas di bibirnya. Hal tersebut itu justru membuat jantung Winda semakin berdegup kencang. Sial! Makinya dalam hati. la kurang berhati-hati, menyebabkan pria ini menyadari kelemahannya. Ya, ia lemah jika berhadapan dengan seorang pria. Salahkan pelajaran dan prestasi yang ia raih sehingga ia jadi kurang bersosialisasi. Membuat para lelaki menjadi enggan dirinya. Belum lagi sifat ketusnya yang entah muncul dari mana. Winda bingung hendak menyalahkan siapa, karena kenikmatan pada setiap kuluman Bima begitu membuainya. Namun, secara perlahan Winda merasakan ada perasaan aneh yang menjalari tubuhnya dan ia bersumpah dapat melihat lampu peringatan merah berkedip di balik kepalanya. Alih-alih mencoba untuk menghentikan pria itu, Winda malah hanyut dalam setiap sentuhan bibir Bima. Desahan napas yang keluar dari bibirnya ketika bibir Bima mulai mengecup lehernya mengejutkan dirinya sendiri. Terlebih lagi Bima yang masih menahan tubuhnya di sana. Winda sama sekali tidak pernah menyangka kalau ia bisa mengeluarkan suara lemah nan menggoda seperti itu. Wajahnya pun berubah merah dan ia tidak dapat mencegah deru napasnya yang semakin cepat. Bibir Bima berpindah dan mulai menelusuri setiap bagian pipi Winda yang tampak kemerahan. Hingga akhirnya sampai pada bagian telinga sebelah kanan miliknya. Embusan napas Bima terasa panas di telinganya dan ia dapat merasakan sentuhan lidah pria itu tepat di sana, membuatnya menggelinjang geli sekaligus terangsang. Dengan perlahan Bima mengecup, menjilati, dan mengulum cuping telinganya. Kesadaran Winda pun semakin berkurang, ia mulai jatuh pada hasratnya sendiri. Hasrat yang selama ini dipendamnya, hasrat yang selama ini tak pernah Winda pahami. Tanpa perlawanan yang berarti, Bima kemudian menurunkan kedua tangan Winda dan menahannya di belakang tubuh wanita itu, membuatnya tampak membusungkan dadanya. Tanpa disadari oleh dirinya, Winda begitu saja menolehkan kepalanya, memberikan akses lebih lagi kepada Bima untuk berpindah menelusuri setiap bagian leher jenjangnya. Beberapa kali Winda kembali menelan salivanya, membuat Bima semakin b*******h dibuatnya. Mengigiti secara perlahan dagunya yang menggantung indah, sehingga membuat bulu-bulu halus di bagian anak rambutnya berdiri merinding dalam kenikmatan. Winda semakin tak kuasa menolak ketika jemari Bima mulai bermain di kancing teratas blousenya dan melepaskannya satu per satu, memperlihatkan lekukan payudaranya yang mulus. Perlahan ujung jari Bima menyentuh setiap bagian dadanya yang tampak dan membuat Winda kembali mengerang perlahan. Ada getaran-getaran kecil yang memuncak di setiap ujung payudaranya. Melihat ekspresi Winda yang begitu menikmati sentuhan kecilnya, Bima memberanikan diri untuk mengecup lembut pada lembah yang terpampang di hadapannya. "Hen-hentikan.” pinta Winda setengah mengerang begitu menerima serangan bibir dan lidah pria itu di dadanya. Bima tidak menghiraukannya karena meskipun mulut wanita itu memintanya berhenti, tubuhnya berkata lain. Bahkan semakin membusungkan dadanya ke arah Bima. Membuat setiap tarikan napas Bima bercampur dengan aroma area d**a yang khas milik Winda. Bima berusaha mengendalikan dirinya dan meninggalkan kecupan dalam dengan tanda memerah sebagai jejaknya. Bima kembali menciumi setiap bagian leher Winda. Dengan santai dan perlahan, digodanya ceruk di dekat tenggorokan Winda. Wanita itu sama sekali tidak melawan dan hanya memejamkan matanya. Melihat hal itu, membuat Bima menjadi lebih berani dan lidahnya mulai menjilati bagian depan leher Winda. Tak lama, mulut pria itu mulai menghisap lembut di bagian sana, kembali meninggalkan jejak basah dan kemerahan. Napas Winda tercekat merasakan isapan pria itu dan tanpa sadar membiarkan dirinya hanyut dalam situasi yang dibangkitkan oleh Bima secara perlahan. la masih memejamkan mata dan bibirnya terbuka. Meskipun jantungnya berdegup kencang dan ia gugup setengah mati, perasaan aneh yang dibangkitkan Bima membuatnya ingin merasakan lebih. Winda merasa kesadarannya sudah mulai menghilang. Jika saja harga dirinya sebagai seorang yang lebih berpendidikan daripada muridnya ini, Winda ingin sekali membalas setiap godaan yang Bima berikan. Tubuh Bima semakin mendekat dan melekat erat pada Winda. Kaki Bima menyusup masuk ke antara pahanya dan memaksanya terbuka. Tangan Bima tidak lagi menahan tangannya dan mulai bergerilya bebas menyisir rambut Winda dan melepaskan ikatannya. Kini mereka berdua sudah b******u seperti sepasang kekasih yang telah lama merindu. Namun, kesadaran Winda masih menahan dirinya agar tidak lepas kendali. Dalam hati Winda berjanji hanya kali ini saja ia membiarkan muridnya ini menjamah dirinya. lsapan lembut pria itu berhenti, Bima mencoba kembali menatap mata Winda. Dengan cepat Winda menoleh ke arah yang lain, Bima tersenyum sesaat melihat tingkah Winda, lalu kembali memberikan kecupan basah di sepanjang leher dan rahangnya. Bibir Bima menjelajahi dagu dan sudut bibirnya sebelum melumat mulut Winda dengan kasar. Menghisapnya seakan ingin menelannya sebagai makanan penutup. Winda merasa agak nyeri namun nikmat pada waktu yang bersamaan pada setiap bagian bibirnya. Perasaan basah itu, perasaan menyatu itu, segalanya terasa aneh. Namun Winda ingin Bima tak berhenti mengulum bibirnya. Lidah nakal Bima menyelinap masuk di antara bibir Winda yang terbuka dan mulai mencicipi rongga mulut dosennya itu. Meskipun awalnya ragu-ragu, namun Winda membalas godaan lidah Bima. Meski aneh, secara perlahan lidah Winda mulai mengikuti setiap gerakan yang diberikan oleh lidah lelaki itu. Terasa agak geli dan menjijikkan, tapi ada getaran yang menjalar memenuhi dan menyenangkan otaknya. Winda mulai kehilangan pertahanan dirinya dari serangan dan sentuhan Bima. Bibir keduanya bergumul dalam ciuman yang semakin panas dan basah.  Lidah mereka saling menjelajah dan mulut mereka saling menghisap. Dengan tubuh keduanya yang begitu menempel, Winda dapat merasakan sesuatu menekan perutnya. la tahu benda apa yang sedang menekannya, tapi tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Beberapa kali benda itu menekan lembut perutnya. Membuat Winda gemas dan ingin menuntunnya ke tempat yang harusnya. Tempat dimana ia juga ingin merasakan nikmatnya. Bima menyadari hal itu, merasakan bahwa Winda juga mulai memprovokasi dirinya agar menjelajah lebih jauh pada tubuhnya. Secara perlahan Bima pun memposisikan kejantanannya yang mulai mengeras ke antara paha Winda yang terbuka dengan mudahnya. Winda pun merasakan paha kokoh Bima yang berada di antara kakinya semakin mendorong sebelum akhirnya menempel di pusat kewanitaannya. Rasa panas mulai menjalari dirinya ketika Bima mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Menimbulkan sensasi gesekan yang membuat otaknya kembali berhenti bekerja. Winda mengerang tertahan, getaran-getaran kecil yang menyelimuti tubuhnya menjadi getaran hebat. Berpusat pada bagian kewanitaannya. Winda berharap Bima mau menuntaskan hasratnya ini. Tanpa Winda sadari, satu kakinya sudah terangkat, membuatnya lebih merasakan tekanan paha Bima pada selangkangannya. la tidak yakin apa yang sedang terjadi, namun pinggulnya mulai membalas tekanan paha pria itu dan suara desahan lembut mulai terdengar lagi dari mulutnya. Sesaat Winda merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dengan segera Winda menutup mulutnya namun serangan Bima kepada pucuk kenikmatannya, membuatnya tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Sepertinya Bima tahu apa yang sedang terjadi pada Winda. Pria itu semakin mendekatkan diri dan mulai bergerak sambil mencumbu Winda. Tangan pria itu meraih satu kaki Winda yang sedikit terangkat dan menariknya sedikit ke atas lagi agar Bima sedikit leluasa menempelkan pada benda keras miliknya ke bagian kewanitaan miliknya. Winda tampak semakin tak terkendali saat Bima secara perlahan menggesekkan kejantannya pada bagian paling sensitif di tubuhnya yang masih sama-sama tertutup. Terdengar lenguhan Winda yang cukup panjang, membuat wanita itu kembali tersipu malu. Perasaan malu itu hanya hadir sesaat, Winda kembali tidak peduli dengan apa yang terjadi. Yang ia tahu adalah perasaan panas yang melingkupi area kewanitaaanya dan bibir Bima yang bergerak liar melumat setiap bagian mulutnya. la mulai hanyut dalam sentuhan Bima dan mulai kehilangan kewarasannya. Kali ini Winda mencoba membalas setiap perlakuan Bima padanya. Melihat Winda semakin terbuai dengan setiap serangan yang ia berikan, Bima kembali teringat dengan tujuannya untuk datang ke apartemen dosennya ini. Dengan tiba-tiba, Bima menghentikan perbuatannya dan menjauhi tubuh Winda yang terlihat lemas karena perbuatannya. Sebelum Winda sadar dan membuka mata, ia mendengar suara kamera berbunyi. Kamera ponsel pria itu terarah kepadanya. Refleks, Winda menarik blousenya yang berantakan dan berusaha untuk menutupi dadanya yang terpampang begitu indah meskipun hanya sebagian. "Terlambat.” komentar Bima sambil menjilat bibirnya yang terlihat bengkak. Wajah Bima merah dengan mata sayu masih dikabuti hasrat membara terhadap dosennya. Setiap desah napas yang terhembus menyimpan keinginan untuk menuntaskan gejolak napsu yang membuncah di dadanya. Namun, ia berhasil berpikir jernih kembali dan ingat akan tujuan awalnya untuk membuat dosen killernya ini mau menerima tugas milik Utomo. "Apa yang kau lakukan?" tanya Winda dengan suara bergetar. Bima memandang Winda yang mendekap blousenya di depan dadanya erat-erat. Bibir wanita itu bengkak karena ciumannya dan siapapun dapat melihat kecupan yang berjejer di bagian depan leher Winda. Rambut hitamnya yang terurai, walau agak sedikit berantakan tetap terlihat indah. Membuat Bima ingin mengusapnya dan mencium harumnya lagi. Ada sedikit penyesalan karena Bima menghentikan perbuatannya. Seharusnya ia bisa melanjutkan menikmati tubuh dosennya itu dan membawa mereka berdua ke tingkat yang lebih jauh lagi. Namun akal sehatnya berhasil menyadarkannya dan mengembalikan niat awalnya ke tujuan semula. Sebelum semuanya justru berakhir bencana. Bima menghirup napasnya dalam dan menetralkan hasrat yang masih bergelombang dalam tubuhnya.  Step by step, Bima. Ia mengingatkan dirinya sendiri, bahwa nanti akan datang waktu yang tepat untuk melakukannya. "Mengancammu," jawab Bima sesantai mungkin sambal memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana. Bima kemudian memutar tubuhnya dengan segenap kendali yang dimilikinya dan meraih tas ranselnya. la mengeluarkan setumpuk kertas tugas milik Utomo dari tas nya dan meletakkannya di atas meja. "Kita sama-sama tahu betapa cerdas dirimu, Profesor. Jadi, kurasa kau tahu apa yang harus kau lakukan," ucap Bima. Winda mematung tidak bergerak dan menatap Bima dengan pandangan kosong. Ia dapat merasakan punggungnya dingin mendengar ancaman yang terucap itu. Setelah apa yang baru saja terjadi, dengan ringannya lelaki itu berkata sedemikian rupa. Winda berusaha mengendalikan degup jantungnya yang masih tak karuan. "Foto itu tidak berarti apa-apa," ucap Winda yang terdengar bagai lelucon bahkan untuk telinganya sendiri. Bima tertawa mendengar ucapan putus asa dosennya. Dengan santai ia menyampirkan tas ranselnya ke atas pundak dan membuka pintu. Bima berusaha tak menatap lekat ke arah Winda, ia takut tergoda dan kembali berhasrat untuk melumat habis tubuh dosennya itu. "Kau harus berkaca, Profesor. Sampai jumpa," ucapnya sebelum melangkah keluar dari apartemen Winda. Kaki Winda lemas dan ia membiarkan dirinya merosot ke lantai. la tidak dapat berpikir dan tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Dengan tangannya yang gemetar, ia menyentuh bibirnya yang terasa penuh. Degup riuh di jantungnya pun masih belum sempurna ia kendalikan. Sebuah pertanyaan hadir di kepalanya, apakah ia justru menginginkan ancaman Bima? Atau kenapa lelaki itu tak menuntaskan hasrat yang membara di antara kalian dan baru mengancamnya? Winda menundukkan kepala tak mengerti apa yang baru saja terjadi. Buru-buru Winda bangkit dan berlari ke karnar mandi untuk melihat pantulan dirinya. Apa yang dilihatnya di cermin membuat napas nya tercekat. Rambut dan pakaiannya berantakan, bibirnya juga bengkak karena ciuman mereka, dan Bima meninggalkan sederet bekas           ciuman merah di sepanjang lehernya. Apa yang sudah kulakukan? Winda cerdas dan ia selalu tahu kapan dirinya sedang masuk ke dalam masalah, dan ini adalah masalah besar baginya. Winda menatap kosong pada pantulan dirinya yang berada dalam cermin. Tanpa diperintah, otaknya memutar ulang setiap adegan serangan tubuh Bima kepada tubuhnya. Dengan segera Winda mencuci mukanya berharap semua ingatan itu dapat segera menghilang. Namun ada getaran yang masih membekas dan masih terasa olehnya. Saat Winda meraba bagian kewanitaannya ada rasa basah dan lengket disana. Ah, sial. Apa yang sudah kulakukan? Pertanyaan yang sama terlintas di pikiran Bima. Pria itu langsung berlari naik ke apartemennya dan mengunci diri di kamar. Jantungnya masih berdegup kencang setelah apa yang nekat diperbuatnya. Ia telah mencumbu dosennya sendiri dan bukannya minta maaf, ia malah mengancam wanita itu. Bima mengusap wajahnya dan mengatupkan tangan pada mulutnya berpikir. la pasti sudah dirasuki sesuatu sehingga berani melakukan hal itu. Tapi setelah dipikir-pikir, bukankah salah dosennya itu karena memerah setelah mereka bersentuhan? Wanita itu memasang tampang polos dan malu­malu yang entah mengapa membangkitkan sisi primitif dirinya. Bima tidak yakin ia membenci ekspresi terbaru dosennya itu. Jauh dari perasaan benci, justru Bima merasa suka dengan apa yang wanita itu tampilkan di wajahnya. Bayangan diri Winda yang menempel di tembok dengan kancing blousenya yang sudah terbuka menampakkan lekukan p******a dan juga bekas ciuman memenuhi lehernya akan selalu diingatnya. Bahkan mengingat kondisi Winda saat ini saja sudah dapat membangkitkan hasratnya, terbukti dari celananya yang terasa sempit. Ada sesuatu yang belum tuntas dibawah sana. Bima mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri foto. Foto yang diambilnya sedikit buram karena diambil dengan terburu-buru. Meskipun begitu, siapapun yang melihat masih dapat mengenali siapa yang ada di dalam gambar tersebut dan apa yang sedang dilakukannya. Wanita itu terlihat sangat menggairahkan membuat Bima ingin meraih pelepasannya sekarang. Dengan sangat sadar, Bima mengelus bagian dirinya sendiri yang berada di balik celananya. Biasanya ia lebih memilih wanita yang berada klub malam ketimbang melakukannya sendirian. Namun Bima tak ingin kehilangan bayangan-bayangan indah yang baru saja didapatkannya. Bahkan terlalu indah untuk digantikan oleh wanita lain. la kemudian menghempaskan dirinya ke atas ranjang dan mulai melepaskan celananya. Dengan satu tangan memegang ponselnya dan sebelah tangan nya yang lain mulai mengelus adik kecilnya naik turun. Bima melayani hasratnya yang semakin tak tertahankan. Pikiran-pikiran nakal dan bayangan akan tubuh Winda berada di bawah tubuh nya tidak bisa pergi dari benaknya. Berbagai macam aksi nakal melintas di pikirannya. Dari gerakan yang standar saja, sampai melakukan gerakan liar yang bahkan belum pernah dilakukan siapapun.    Dan tidak dibutuhkan waktu lama bagi Bima untuk mencapai pelepasannya kali itu. Ketika ia mencapai pelepasannya yang terasa lebih nikmat daripada sebelum-sebelumnya, Bima tahu bahwa ia akan kembali lagi pada Winda dan mengulang apa yang dilakukannya kepadanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD