SATU

413 Words
"Sudah seharusnya yang mengecewakan tidak usah diperjuangkan." — Paizal Anwar *** Bandung. Sebuah kota dengan julukan kota kembang, sekaligus tempat di mana sebuah kisah cinta antara Talia dengan seseorang yang sangat ia cintai dimulai. Talia Meriana. Gadis berparas cantik, dengan rambut hitam panjang sesikut. Ia adalah gadis yang tegar dan pemberani, terbukti saat kedua orangtuanya bercerai beberapa waktu lalu ia tetap kuat hati di hadapan ibunya, meskipun di dalam kamar tangisnya ia paksa agar tak bersuara. Mulanya Talia adalah siswi kelas XI IPS-2 di SMA Taruna Jakarta. Dia pindah ke SMA Harapan Bangsa yang ada di Bandung, karena tak ingin larut dalam kesedihan peristiwa masa lalu. Sebagai murid baru, Lia sudah sepantasnya datang pagi-pagi agar tidak membuat namanya jelek di hari pertama dia menginjakkan kaki di sekolah barunya. "Gimana? Udah siap buat sekolah besok?" tanya Maria—Ibu dari Talia Meriana. "Udah dong, Bu," jawab Lia dengan jemari yang menempel pada laptop di depannya. "Bagus. Sekarang cepat tidur. Tuh, sudah jam sepuluh malam, nanti kesiangan!" Maria menunjuk benda bulat menggantung di tembok dekat lemari kayu. "Iya, Bu. Tenang aja, Lia gak bakal kesiangan." "Tahu dari mana?" tanya Maria dengan nada mengejek. "Kamu, kan, tidurnya kayak beruang hibernasi." "Ish! Ibu! Tau ah!" Lia memberengut, seketika ide di dalam otaknya hilang entah ke mana. Yap. Talia sedang menulis sebuah cerita, yang ia harapkan dapat menjadi sebuah novel nantinya. "Seneng banget ledekin anaknya." "Bercanda. Cepet tidur, ya? Jangan sampai kesiangan." Maria mengusap rambut putri kesayangannya. Lia tersenyum. Ia senang sekali sekarang bisa hidup damai bersama sang ibu. Badai pasti berlalu, kesedihan pasti akan surut, Lia percaya itu. Sekarang Lia harus benar-benar menyayanginya, karena satu orang yang ibunya sayang kini telah hilang. "Ibu aja tidur duluan, jangan sampai sakit. Lia sebentar lagi, kok." "Ya udah, ibu ke kamar, ya?" Maria tersenyum, kemudian pergi menuju kamar untuk melepas penat setelah seharian bekerja di kafe sederhana yang baru ia buka beberpa hari lalu. Mendapat belaian halus tadi, rupanya mampu mengundang ide-ide baru di kepala Lia, karena kini ia berhasil menambah dua buah paragraf baru dalam ceritanya. Tak mudah memang merangkai kata untuk sebuah cerita, walau di dalam pikiran penuh dengan ide-ide yang terus bermunculan. ... setiap hati yang patah, tetap mempunyai kesempatan untuk kembali utuh. Embusan napas lelah Lia utarakan ketika sebuah kalimat berhasil ia tuliskan. Lia menutup laptopnya yang tertempel stiker koala. Kemudian beranjak dari duduknya yang membuat p****t mati rasa. Gadis yang gemar membaca novel itu pergi menuju kamar tidur yang jaraknya tidak begitu jauh dari ruang tengah tempatnya menulis tadi. Semoga esok hari, ada kebahagiaan yang pasti. Pikir Lia, kemudian menutup mata. ~ Talia Meriana ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD