Bab 1

3806 Words
Tidak apa-apa jika aku terlihat bodoh dihadapan mu. Asal aku bisa melihatmu tertawa karenaku itu sudah cukup bagiku. -Keano-                                                                                                ****   Laki-laki itu, yang baru saja dihukum berjalan menuju di mana kelasnya berada. Namun saat ia berjalan dengan gaya santainya mendadak ada sebuah suara yang menarik perhatiaanya. Setelah Keano amati dan telaah ternyata itu berasal dari lorong kelas IPS yang menghubungkan dengan ruang OSIS namun itu dapat Keano pastikan bahwa suara tersebut berasal dari ruang OSIS. Tidak bermaksud untuk menguping, lelaki itu berjalan mendekat ke sana. Ia mendengar apa yang terjadi di dalam sana. “Ya gue nggak perduli! Dia cowok gue dan apa urusannya sama lo?!” teriak seorang perempuan yang ada di dalam sana. “Ini di dalam lagi main drama apa lagi shooting film pendek sih?” tanya Keano pada dirinya sendiri. Tidak mau menerka-nerka dia melanjutkan aktivitasnya menguping tersebut. “Dia bukan cowok yang baik buat lo!” “Wah bener nih lagi shooting,” tebak Keano. “Lo ngomong kayak gitu udah ngaca belum?! Lo seenaknya ngejudge orang tapi kelakuan lo sendiri aja masih kayak gitu.” Ujar cewek itu dengan lebih keras lagi. “Putusin dia.” “Nggak akan!” “Cabutlah, yakali nonton orang bikin film pendek. Entar mereka nyadar kalau ada cowok ganteng di sekolah ini malah berabe, gue banyak yang nawarin main film kan kasian geng gue dong.” Kata Keano sembari berjalan meninggalkan tempat itu. Sebenarnya Keano penasaran dengan apa yang terjadi di dalam ruang OSIS tadi, jiwa-jiwa penasarannya seakan terus menyuruhnya untuk memantau namun ia tahu kalau menguping pembicaraan orang itu dosa akhirnya ia lebih memilih pergi.   * * * Pintu kelas Keano terbuka dengan perlahan, semua tatapan kini tertuju ke satu titik di mana seorang laki-laki tengah berdiri sambal membawa tas dengan ia sampirkan dipudak sebelah kananya. Tatapan imut cowok itu dia tunjukkan dengan cengar-cengir diambang pintu kelas. "Kenapa lo Ken? Mabok?" tanya Anta dengan celetukannya. "Mabok sama ocehan pagi," Sontak satu kelas tertawa akan hal itu. Seakan-akan Keano adalah bintang stand up comedy yang ada khusu di kelas itu. Karena ucapan Anta yang sangat kencang ngalahin speaker masjid, alhasil Bu Endang yang tengah membaca pesan lewat ponselnya itu otomatis mendongakkan kepalanya menatap ke arah pintu dengan pandangan menyipit sekaligus ingin segera memarahi dan menjewer telinga lelaki badung itu., "Telat lagi Keano?!" Bu Endang berdiri dari duduknya dan langsung menghampiri cowok itu yang tengah bersiaga akan cubitan maut guru tersebut.   "Enggak Bu. Saya cuma datengnya agak belakangan aja," jawabnya dengan nada berusaha sesantai mungkin. "Enggak kamu bilang?!" tanya Bu Endang dengan menaikkan volume suaranya satu oktaf. Keano hanya mengangguk tanpa dosa. "Kamu kira ini sekolah punya kakek kamu ha? Main datang seenak jidat saja?!" ketus Bu Endang. “Datang paling akhir pulang awal! Dasar kamu tuh ya---” Keano memotongnya. "Bu endut kecilin dikit dong volume suaranya, nggak enak didenger tetangga kelas sebelah nih," jawab Keano dengan berbisik seolah dia tengah memberi peringatan. Hal itu tak luput dari tatapan seluruh teman kelasnya. "MAKANYA KAMU JANGAN BUAT ULAH! BIAR TIDAK SAYA MARAHIN MELULU!!" Bu Endang semakin mengerasakan volume suaranya. "Haha mampus lo. Musuh sama Bu Endang, mana bisa kalah dia!" Ejek Anta dari bangkunya dengan tertawa. Tatapan Bu Endang beralih kepada Anta dengan tajam, "Apa yang kamu bilang barusan Anta?!" Sepertinya Anta baru menyadari tentang apa yang dia ucapkan barusan. Kini dia menelan ludahnya susah payah. "Nggak ngomong apa-apa Bu saya, beneran deh," elak Anta dengan mengangkat kedua jarinya membentuk huruf 'V' serta tidak lupa di sertai dengan cengirannya. "Kalian berdua saya hukum bersihin perpustakaan. Sekarang juga!" cetus guru tersebut. Keano menepuk jidatnya, "Bu saya baru aja dihukum masa dihukum lagi? Ibu nih nggak kasihan apa sama saya? Awas nanti batal nikah bau tahu rasa loh!" apa yang diucapkan Keano itu sedikit ada nada menyumpahi serta ancaman. "Kamu dibilangin guru ngeledek mulu. Mau jadi apa kamu?!" bentak Bu Endang dengan melotot tajam pada Keano. "Saya mau jadi suami yang bertangung jawab bagi anak serta istri saya kelak Bu." Jawab Keano dengan menaik turunkan alisnya. Sorakan murid-murid di kelas Keano langsung mendadak ricuh. Sudah biasa apabila seorang Keano Alkenzo Aditama bersikap seperti itu. Bagi mereka lumayan saat sedang mumet-mumetnya dengan tugas tiba-tiba Keano membuat ulah yang menyebabkan satu kelas tertawa. "Astagfirullah, nanti temui saya di ruang guru setelah kamu membersihkan perpustakaan sampai kinclong!" tegas Bu Endang. "Anta kamu juga! Tidak ada penolakan!" ketusnya. "Seriusan Bu?" tanya Keano. Pertanyaan Keano patut di pertanyakan, kenapa? Karena sedikit ada aura kesenangan yang terselip di sana. "Iya!" ketus Bu Endang. "Alhamdulillah! Akhirnya jam kosong! Kuylah Nta." Keano dan Anta kemudian melenggang pergi dari kelas itu. Tuhkan, Keano malah demen. Emang anak negara berflower -_- Sedangkan Bu Endang menatap kedua murid bebalnya itu ingin rasa mengngereknya di atas tiang bendera. **** "Eh mbak mbak tolong ke sini sebentar, tolong panggilkan Pak Samuel ya," Alea yang saat itu berjalan sendirian langsung berhenti ketika mendapat perintah tersebut. Ia menghampiri guru itu dengan sopan. Sebagai anak baik-baik dan patuh kepada setiap guru, Alea mengangguk patuh. "Iya pak, emang Pak Samuelnya ada di mana ya?" tanya Alea sopan. "Dia ada di perpustakaan." Jawab Pak Adrian. Alea mengangguk tanda mengerti, "Iya pak kebetulan saya juga mau ambil LKS di sana, kalau gitu saya permisi dulu." Pamitnya. Alea berjalan dengan bersenandung kecil sesekali tatapannya menyusuri kepenjuru lapangan. Tapi tatapan Alea terhenti disalah satu cowok yang tengah bermain bola basket dengan coolnya. Alea terdiam, dia menikmati pemandangan itu. Indah sekali ciptaanmu tuhan, batin Alea. Tapi entah kenapa tiba-tiba punggungnya terdorong ke depan oleh seseorang, "ASTAGAH!" pekik Alea kaget. "Eh sori, sori. Lo nggak pa-pa?" Keano menarik tangan Alea agar tidak jatuh. "Sakitlah! Gila aja kalau kedorong kayak gitu gue ngomong, iya gue nggak apa-apa kok! Kalau jalan tuh jangan meleng, lihat sekitar juga." Alea menatap tajam Keano. Cewek itu membenarkan sragamnya. Inikan cewek yang tadi gue perhatiin di lapangan, ya allah jodoh gue. Batin Keano. “Iya, maaf. Gue kan juga nggak sengaja.” Keano meminta maaf pada perempuan itu. "Eh btw lo anak kelas berapa?" lanjutnya dengan bertanya kelas gadis itu. Bukannya menjawab Alea justru malah menyipitkan matanya. Benar-benar aneh ini cowok, kenal aja enggak main nanyain kelas lagi. Dasar bar-bar! Pikir Alea. "Emang penting gitu buat lo?" Alea memang sengaja bertanya seperti itu karena dia malas berurusan denga cowok seperti Keano. Dari penampilan saja sudah bisa dipastikan kalau cowok itu urakan, dan hobi membuat kerusuhan di sekolah. Keano mengangguk, "Tapi gue nggak mau ngasih tahu tuh." Jawab Alea sinis. Karena Alea tahu, siapa laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya dengan memasang senyum lebar serta cengiran menyebalkannya tersebut. Dia itu cowok playboy dan hobi banget buat baper cewek habis itu di campakin. Namun terkadang apa yang kitapikirkan secara sepihak itu belum temtu benar adanya.   Keano menatap gadis di hadapannya itu dengan melas, tapi jangan panggil dia Keano kalau laki-laki itu tidak memiliki ide yang sangat brilian. Matanya kini menatap lengan sebelah kiri untuk melihat badge kelasnya. "IPA 3. Alea Vredica," kini tatapannya beralih ke arah name tag gadis itu. Merasa tatapan laki-laki itu menjelajahi tubuhnya, dengan cepat Alea menggetok kepala Keano dengan keras, "m***m lo jadi cowok!" Alea kemudian pergi meninggalkan Keano. Keano menggosok kepalanya akibat timpukan maut dari Alea, "Tipe gue banget ini. Galak-galak bikin gemes!" gumam Keano sambil memperhatikan punggung Alea yang sudah tidak terlihat lagi karena berbelok menuju ke arah perpustakaan. "Ke?!" panggil Anta yang menghampiri sahabatnya itu yang sedang senyum-senyum m***m. "Lo sehat nggak sih Ke? Gue perhatiin dari tadi lo cengar-cengir mulu!" tanya Anta panjang lebar. Cowok itu merasakan ada yang tidak beres dengan sahabatnya tersebut. "Lebih dari sehat. Yuk ke perpus kita bersihin perpus sampai kinclong ngalahin kepalanya si botak!" Keano menarik lengan seragam Anta. Laki-laki itu hanya memekik tertahan, dikira anjing apa dirinya? Main tarik-tarik seenak jidat. **** "Keano kamu itu kesini niat bersih-bersih atau justru malah niat ngerusuh sih?!" bentak penjaga perpus itu dengan berkilat marah. Kemoceng yang ia bawa dia tunjukkan-tunjukkan di depan wajah Keano karena saking gemasnya. "Nggak dua-duanya sih Bu, mendingan Ibu duduk manis di sana aja. Saya nggak ngapa-ngapain kok Bu, beneran deh." Keano kembali memperhatikan seorang gadis yang sejak tadi berbincang dengan Pak Samuel. "Emang beneran jodoh gue tuh cewek," Keano senyum-senyum sendiri lagi. Anta yang melihat itu sekarang dia sudah paham bahwa sahabatnya itu menyukai Alea, anak kelas IPA 3. Tapi sayangnya Alea tidak paham maksud hati Keano. Memang Keanonya sih yang aneh udah tahu deketin cewek itu harus stay cool, lah di nunjukin tingkah minusnya. "Lo suka sama Alea ya?!" pertanyaan itu membuat Keano berjingkat kaget. "Kata siapa?" elaknya. "Kata Bu Tiwi!" jawab Anta jengah. "Ya kata gue lah bagong!" gemes laki-laki itu. "Ya enggaklah." Lugas Keano. Anta menatap Keano memincing, "Nggak usah bohong lo t*i, tatapan lo buat Alea itu beda." ceramah Anta. "Emang tatapan gue buat Alea gimana? Sok tahu lo jadi cowok!" jawab Keano. "Ya tatapan lo itu kayak berbunga-bunga gitu," "g****k lo. Masa dimata gue ada bunganya!" semprot Keano. "KEANO! SINI KAMU SINI!" panggil Pak Samuel. Keano mengalihkan tatapannya ke arah guru botak itu dengan bingung, tapi saat dia melihat di sebalah guru itu ada Alea senyum manisnya terukir dengan tipis sedangkan gadis tersebut malah mengalihkan pandangannya, seperti tidak suka saat ada kehadiran cowok itu. "Kenapa Pak?" "Kalau dipanggil itu kesini!" omelnya. Kadang-kadang Keano bingung, kenapa dia bisa dipindahkan ke sekolah semacam ini. Di mana yang guru-gurunya hobi sekali memarahi dan ngegas pada dirinya. "Heran gue, guru di sini semua pada baper sama gue kayaknya," guman Keano sambil berjalan menghampiri Pak Samuel. "Iya pak saya otw nih." Laki-laki itu berjalan ke arah di mana Pak Samuel dan Alea berada, Anta yang melihat hanya memandangnya dengan penuh kebingungan. "Oh, jadi gini ya kalau Keano lagi jatuh cinta itu, baru tahu gue." Anta geleng-geleng kepala. "Kenapa Pak manggil saya?" tanya Keano sambil berdiri di sebelah Alea. Bukan Keano namanya kalau tidak curi-curi pandang. "Bawakan buku itu ke kelas Alea ya, saya ada perlu dengan Pak Adrian." Suruh Pak Samuel. Ada rasa senang karena dia bisa pedekate dengan gadis itu, tapi ada rasa sedih juga sih saat melihat 2 buku yang akan dia bawa. Iya judulnya aja 2 buku tapi satu tumpuknya terdiri 36 buah, masa dia harus membawanya seorang diri? Masa bodolah yang penting bisa deket sama Alea udah syukur alhamdulillah, "Lo bisa bawa nggak?" tanya Alea memastikan, tatapan cewek itu seolah-olah tidak yakin dengan Keano. "Bisalah. Ini mah kecil bagi gue," jawab Keano penuh dengan keyakinan. Kalau bukan karena Pak Adrian gue nggak mau deket-deket sama dia. Batin Alea. "Kenapa ngelihatin gue kayak gitu? Lo mulai naksir ya sama gue?" goda Keano dengan menaik turunkan alisnya. "Ngawur. cepetan gue nanti keburu ketinggalan pelajaran nih." Omel Alea. Keano menatap Alea dengan teliti sehingga membuat gadis itu salah tingkah sendiri dibuatnya, cowok itu memang sangat bisa sekali membuat perempuan baper. "Yang penting hati gue jangan sampai ketinggalan ya, hehe." Keano menatap Alea dengan menampilkan senyum lima jarinya. Alea menatap cengo laki-laki itu. Masih ada ya cowok yang doyan gombal kayak gitu? Biasanya sih cowok itu nampakin wajah cool dan omongannya yang ketus. Lah ini kayak anjing yang dikasih daging. Keduanya berjalan dengan keheningan, sebenarya dalam lubuk hati Keano ingin sekali rasanya dia mengajak gadis itu mengobrol. Tapi dilihat-lihat saja, cewek itu terlihat sangat jutek dan galak. Keano menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, kalau dia hanya diam saja maka tahap hubungan mereka hanya akan stuck pada yang namanya sebatas kenal tanpa mengenal lebih dekat. Oleh karena itu, dengan segenap keberanian bahkan dia tidak memperdulikan gengsinya lagi. Bagi Keano gengsi itu nomor terakhir. Cowok itu menoleh pada Alea, “Gue pengen ngomong sama lo.” Entah kenapa malah pertanyaan omong kosong itu yang keluar. “Yaudah sih ngomomg aja,” “Lo kenapa jutek banget sama gue sih?” tanya Keano heran. Alea menoleh pada Keano dengan menilai, “pengen tahu aja apa gimana nih?” “Ya pengen tahu banget dong,” Alea berlagak berpikir, padahal tanpa berfikir saja dia sudah bisa menyebutkan alasan-alasan yang membuatnya tidak suka dengan laki-laki yang ada di sebelahnya saat ini. “Nanti kalau lo sakit hati sama omongan gue, lo bakal ngapa-ngapain gue lagi.” Ucap Alea dengan was-was.   “Mana bisa buat gue ngapa-ngapain orang yang gue sayang.” Mendengar kalimat itu membuat wajah Alea memerah, tidak tahu karena dia merasa sangat dihargai atau dia kesal karena mendengar kata-kata sok manis dari Keano. “Oke.” “Jadi yang pertama, itu adalah lo jadi cowok nggak tahu sopan santun, suka buat rusuh, nggak tertib, banyak cewek yang lo baperin.” Jawab Alea jujur. Gadis itu berharap setelah laki-laki itu mendengar jawabannya maka cowok itu akan menghindar dan pergi jauh darinya. Karena ia telah berbicara tentang laki-lak itu terlalu blak-blakan biasa cowok yang tidak serius akan merasa sangat ilfiel karena kata-katanya tidak di filter terlebih dahulu. “Kalau lo berpikiran gue jadi nggak suka sama lo, maka tebakan lo itu salah besar. Justru gue makin suka sama lo,” Keano menjawab dengan senyumnya. Alea justru tercengang. “Apaan sih lo, bucin banget jadi orang.” Kesal Alea. “Tenang aja Al gue bucinnya cuma sama lo aja kok.” Ungkap Keano dengan kerlingan matanya. Alea menggelengkan kepalanya, “yaudah itu bawa bukunya yang bener.” Alea memperingati. “Ini udah paling bener, Pak Samuel sih nyuruhnya bawa buku. Kalau nyuruhnya bawa lo ke pelaminan sih gue siap sedia.” Gombal Keano. “Sebagai tamu kan?” celetuk Alea yang langsung mendapatkan pelototan tajam dari cowok itu. “Ya lo nikahnya sama guelah, gila kali gue lepasin lo buat nikah sama orang lain.” Terdengar gerutuan-gerutuan dari Keano. Alea memutar kedua bola matanya malas, “Emang siapa yang mau nikah sama lo sih?” tanya Alea heran dengan pikiran Keano yang terlampau jauh itu. “Ya elo sama gue dong, kita sama-sama membangun rumah tangga yang saakinnah mawwadah warrahmah. Aamiin.” Celetuk Keano. “Nggak jelas lo,” Alea pun berjalan meninggalkan Keano terlebih dahulu. Dia tidak bisa lama-lama berbicara dengan cowok bar-bar itu tidak hanya orangnya saja yang aneh omongannya jauh lebih menyebalkan menurut Alea. Justru cowok itu tertawa.   * * *     Sejak masuk jam pelajaran beberapa waktu yang lalu, membuat hati Keano berbunga-bunga. Bisa mengobrol dengan Alea saja membuatnya begitu senang, seakan-akan dia mendapatkan emas batangan 24 karat. Hal itu membuat Anta hanya menggeleng heran, ternyata orang jatuh cinta bisa seaneh itu, suka cengar-cengir sendiri. Cinta itu bisa datang pada seseorang dengan membawa kebahagiaan di awal, dan membawa luka tersendiri di tengah maupun di akhir sebuah hubungan. Sebab berani jatuh cinta maka hati secara tidak langsung berani untuk berpatah hati karena cinta itu sendiri. Sebuah ketukan pintu membuat seluruh pasang mata murid serta guru yang mengajar di kelas menoleh ke arah objek. Mengetahui siapa yang datang murid-murid itu kembali kektivitasnya masing-masing. Ada yang tiduran, bercerita sana-sini, belajar, menghayal dan masih banyak aktivitas mereka yang lainnya. “Permisi Bu Nella, murid Ibu yang namanya Keano Alkenzo Aditamanya ada Bu?" Tanya seorang guru yang berdiri di ambang pitu tersebut. Melihat ada yang masuk ke dalam kelasnya dan menanyakan salah satu murid di kelas itu, Bu Nella langsung menghampirinya. "Keano yang anaknya bebal tingkat alang-alang itu Bu?" tanya Bu Nella memastikan. "Iya pokok yang rambutnya niat dijambul tapi malah gak jadi itu loh Bu." Balas guru tersebut.   Bu Nella manggut-manggut, "Tuh anaknya lagi tidur Bu. Tentram bangetkan hidupnya? Berasa rumah sendiri ini sekolahan," Celetuk Bu Nella seperti tengah menyindir seorang cowok yang memang sedang memejamkan matanya dipojok kelas dibangku urutan belakang.   "Jangan suudzon dulu Bu, siapa yang tidur? Saya tadi dengerin lagu pakai headset kok, sambil meremin mata sih." Keano menjawab dengan santainya sambal menegakkan badannya. "So? Ada apa Bu? Kayaknya ada yang nyarin saya nih? Kangen ya pasti?" tanya Keano dengan kerlingan matanya. Seperti yang sudah dikatakan, apabila Keano sekali saja berucap sontak semua murid mentapnya. Pandangannya seolah-olah tertuju pada cowok itu.   "Kamu belum ulangan Kimia 2 kali. Jadi kapan kamu mau ulangan ha?!" tanyanya galak. "Sekarang aja Bu." Jawab Keano mantap. "Kamu yakin? Orang kamu saja kerjaannya tidur mulu di kelas?" cibir Bu Nella. Seolah-olah menyepelekannya.   "Bu Nella kalau ngomong ngena dihati. Bu Arin sekarang kita ulangan yuk," Keano berjalan keluar kelasnya dengan tatapan datar. Dia paling tidak suka jika ada yang mengatainya b**o. Walaupun itu secara tidak langsung, sama saja itu semacam sindiran. Padahal dia itu pintar. Kenapa dia kayak dibego-begoin sih? Keano itu tipikal anak yang apabila dijelaskan itu di kelas itu tidak mau memperhatikan namun di rumah dia masih mau belajar walaupu  sedikit karena Bundanya selalu memantau apa yang Keano lakukan. Dan untungnya ia juga termasuk anak yang sekali di jelaskan langsung paham. Jadi nakalnya bisa sejalan sama pintarnya, buktinya dia bisa masuk kelas IPA 2 tanpa jalur belakang. “Yasudah kalau kamu siap, ikut Ibu sekarang. Karena nilai kamu benar-benar kosong,” keluh Bu Arin. Pandangan Bu Arin menatap Bu Nella, “saya izin bawa Keano ya Bu?” izinnya. Bu Nella mengangguk. “Silahkan Bu.” Bu Arin tersenyum, “ayo Keano.” Cowok itu berdiri dari duduknya dan berjalan untuk mengikuti Bu Arin. “Permisi Bu Nella,” pamit Bu Arin. “Iya Bu.”   * * *   Jam berjalan seolah-olah sangat lambat, membuat Alea menguap saat mendengarkan guru matematika yang tengah mengajar di kelasnya. Seakan-akan semua materi yang dijelasakan hanya sekedar numpang lewat begitu saja. Sebuah kilasan kejadian tiba-tiba terlintas begitu saja dipikirannya, seolah-olah hal itu menarik Alea untuk memikirkan kejadian tadi, apalagi kata-kata yang diberikan cowok itu terdengar begitu membuatnya senang. Justru gue makin suka sama lo. Kalimat itu terus berputar-putar dipikiran Alea. “Lo kenapa sih?’ pertanyaan yang dilontarkan Tere membuat Alea sadar dengan apa yang ia pikirkan barusan. “Ha? Enggak kok bukan apa-apa.” Jawabnya sedikit gelagapan. Tere menatapnya tidak percaya, “bohong lo.” “Ngapain gue bohong sih?” tanya Alea balik. “Lo kelihatan banget loh kalau lagi bohong. Jadi coba cerita kenapa?” Alea menghela nafasnya, dia akhirnya mengalah dengan Tere. Sahabatnya itu selalu berhasil membujuknya dalam hal untuk berbagi cerita. “Jadi tadi gue---” “Soal Keano nih pasti.” Tebak Tere. “Nah itu lo tahu, jadi ngapain gue certain lagi sama lo sih.” Alea memutar kedua bola matanya malas. Tere meletakkan bolpoin yang dia pegang, “Soalnya habis ketemu Keano dari tadi lo tuh kayak senyum-senyum gitu. Habis diapain lo sama dia?” tanya Tere. Alea tidak salah dengarkan? Masa iya dia senyum-senyum sendiri? Nggak mungkin ini tentang Keano pasti ada hal lainnya yang membuatnya senyum-senyum sendiri. “Gue bukan mikirin Keano kok, tapi gue tadi ketemu sama kakak kelas yang menurut gue dia itu perfect banget. Udah ganteng, kalem, terus nggak sebar-bar Keano.” Ucap Alea seolah-olah membanggakan cowok yang baru saja ia temui tadi. Tere menjadi tidak yakin dengan penuturan Alea, “siapa namanya?” “Belum tahu sih, tapi kayaknya anak OSIS. Nah iya gue inget dia yang pernah masuk ke kelas kita buat pengenalan anggota OSIS waktu kita MOS.” Jawab Alea. “Fahri?” tebak Tere. “Masa itu namanya sih?” “Gue juga nggak tahu, kan gue cuma mastiin lagi ke elo.” Alea mengangguk paham. “Gue kira lo ngasih tahu tadi,” Tere menghendikkan bahunya, karena dia juga tidak tahu. Pasalnya Tere itu tidak terlalu suka dengan anak-anak OSIS mau itu kelasa 11 atau 12 sekali pun. Karena baginya tuh mereka sok banget, kalau ada razia sekolah mereka sok-sokan tertib tapi kalau tidak ada mereka seenaknya melenggar peraturan. “Yang jelas sih daripada Keano gue lebih suka dia,” ungkap Alea. Tere yang ragu mencoba untuk memastikan, “emm terkadang apa yang lo inginkan itu belum tentu apa yang hati lo juga inginkan Al. Jadi jangan langsung mengambil keputusan sih kalau menurut gue.” Saran Tere kepada sahabatnya. Alea terdiam memikirkan apa yang dikatakan oleh Tere barusan. Kalau memang benar lalu siapa yang diinginkan oleh hatinya? * * * “Bu Tiwi tuh ya kalau ngasih tugas suka nggak kira-kira, yakali kita suruh ngamatin kecebong!” Tere berjalan dengan mendumal tidak jelas. Jam telah menunjukkan pukul 3 lebih 30 menit itu artinya sudah 15 menit yang lalu bel sekolah telah berbunyi. “Terakhir penelitian kapan sih? Lupa gue.” Tanya Alea pada Tere yang berjalan di sampingnya. Tere mengingat-ingat. “2 minggu lagi kayaknya deh.” “Masih lama, masih ada waktu buat kita nyari kecebong.” Ujar Alea. “Ih Alea! Masalahnya kita mau nyari kecebong di mana zheyeng?! Ini bukan musim hujan.” Tere menghela nafasnya. Saat Alea inging menjawab namun mendadak ada yang menyentuh pundaknya dari samping, saat Alea menoleh ke arah kiri tapi tidak ada siapa pun lalu ada yang menyentuhnya dari sebelah kiri dia lalngsung menoleh kea rah kiri tapi juga tidak ada siapa pun di sana. “Huh! Udah deh Ter gak usah colek-colek gue bisa nggak sih?” Kesal Alea. Tere kaget, karena pasalanya dia tidak tahu menahu apa yang tengah dikatakan oleh sahabatnya itu. “Gue kenapa sih? Orang gue diem aja dari tadi.” “Gak usah bercanda deh, lo yang nyolek-nyolek gue kan tadi? Ngaku lo!” Tuding Alea pada Tere. “Suuzon astagah sama gue,” “La terus siapa dong?!” Tanya Alea panik. Melihat Alea yang panik membuat orang itu terkekeh pelan, “Hai Alea.” Sapaan itu membuat kedua gadis itu menoleh. “Anjirr s****n lo Ke!” Umpat Tere. Sedangkan Alea yang tahu itu adalah ulah Keano ia hanya diam dan bersikap masa bodo. “Jutek amat wajah temen lo, kenapa?” tanya Keano pada Tere. “Biasa dia bimbang Ke,” melihat ada kesempatan untuk mendekatkan dua orang itu, Tere langsung bergerak dengan cepat. “Bimbang karena apa?” tanya Keano penasaran. Tere melirik Alea yang enggan menatap ke arah Keano dan dirinya. “Dia bingung mau milih elo atau kak Fahri.” Mendengar namanya dibawa-bawa serta disangkut pautkan dengan cowok itu. Alea pun langsung angkat suara. “Eh apaan! Ngaco lo ngomongnya!” Keano menyringai, “kalau iya juga nggak apa-apa sih.” Namun Alea hanya menanggapi dengan decihan.  Ponsel Tere bergetar ia langsung mengambilnya dan ternyata ada notif dari orang tuanya kalau dia telah dijemput. “Eh gue duluan ya, udah dijemput nih.” Pamit Tere pada Alea dan Keano. “Oke hati-hati ya Tere.” Jawab Keano. Ia tahu kalau Tere ingin mendekati sahabatnya makanya dia diberikan kesempatan untuk berduaan dengan Alea. “Hmm, hati-hati lo.” Beberapa saat setelah Tere pulang tinggal mereka berdua yang ada di sana dengan keheningan yang masih menyelimuti keduanya. Sadar dengan zona tidak aman itu akhirnya Alea memutuskan untuk pergi terlebih dahulu. “Gue anterin Al,” tawar Keano seolah itu bukanlah pertanyaan melainkan sebuah pernyataan. “No, gue bisa pulang sendiri.” Jawab Alea dengan melenggang pergi begitu saja. Melihat penolakan itu Keano menghela nafasnya. “Serius nih Al nggak mau dianterin cowok ganteng?!” Tanya Keano sekali lagi dengan berteriak. Alea yang telah berjalah sedikit menjauh itu pun mengangkat tangannya seolah-olah memberi tanda penolakan. “Nggak usah. Makasih.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD