Bab 4

2029 Words
Tentang sebuah rasa yang tidak akan pernah cukup untuk disampaikan dengan melalui sebuah kata-kata.                                                                                                ****   Alea berjalan menuju kesisi kamarnya yang lebih tepatnya itu menuju ke arah meja belajar miliknya Dia duduk di kursi tersebut, Alea membuka buku milik Keano yang tadi siang dia bawa pulang untuk ia pinjam. Kesan pertama yang dilihat Alea dari sampul itu adalah mulus. Ya buku itu masih terlihat mulus padahal di dalamnya sudah banyak coretan pena dan tip-ex yang menghiasi lembar demi lembar buku itu. Alea menatap sampul buku itu, Keano Alkenzo A. No. 19 SMA NB, KIMIA. Saat Alea tidak sengaja membaca nama yang tertera di atas sampul itu mampu membuatnya tertawa, entah kenapa hanya beberapa kalimat seperti itu saja mampu membuat hatinya seakan bergetar. "Apaan sih gue? Nggak boleh. Jangan sampai suka sama Keano. Kalau sampai itu terjadi hidup gue bakal ribet." ucap Alea sambil menggigit kukunya. CEKLEK! Pintu kamar gadis itu terbuka, nampaklah di sana Iren memasuki kamar anaknya dengan membawa beberapa makanan ringan.  "Eh Mama, tumben Mah?" tanya Alea. Ia membalikkan badannya untuk menatap wanita tersebut. "Iya tadi Mama habis lewat supermarket terus keinget kamu jadi ya Mama beliin sekalian aja," jawab Iren dengan mengelus pundak anaknya. Tatapan Iren tidak sengaja jatuh ke arah buku yang dipegang oleh anaknya, dia membaca sekilas. Keano? batin Iren. "Bukunya siapa sayang?" tanya Iren. Ia kemudian duduk di ranjang milik Alea. Kini tatapan Alea mengikuti pandangan Mamanya, dan ternyata dia melihat buku yang dia bawa. "Bukunya temen Mah." "Temen? Serius?" goda Iren. "Apaan deh Mama, serius dong Mah," Jawab Alea sembari tersipu malu karena godaan dari wanita itu. "Coba Mama lihat?" Iren menatap anaknya, Alea pun memberikan bukunya itu kepada Mamanya. Iren menerima dengan senyuman yang entah tidak bisa diartikan. Wanita paruh baya itu kini membuka lembar pertama buku itu. "Alkeno?" pikir Iren saat melihat tulisan art yang terpampang disana. Alea yang mendengar ucapan mamanya itu dia langsung ikut melihatnya. "Ini art bikinan siapa Mah?" "Yamana Mama tahu? Mungkin temen kamu itu?" tanya balik Iren. Alea manggut-manggut. Alkeno siapa ya? Masa pacarnya Keano? Kalau pacar tuh harusnya Alkena. Lah ini? Alkeno? Pikir Alea. "Yaudah gih kamu salin, nanti keburu malem lagi. Kalau gitu mama keluar dulu ya." Pamit Iren. "Iya Mah," balas Alea. Alkeno siapa ya? dari tadi Alea bertanya-tanya. * * * "Yah ijinin ke Bunda dong, Keano mau ada Balapan nih." Pinta Keano dengan memohon. Bahkan tak segan-segan laki-laki itu menampilkan wajah melas andalannya. "Balapan apa malem-malem kayak gini?" tanya Raffa dengan tidak memandang anaknya justru ia tengah sibuk mengotak-atik laptopnya. "Itu si Gara ngajak balapan Yah," muka melasnya mulai dia perlihatkan. "Di mana? Kalau nggak disirkuit Ayah nggak ngijinin!" jawab Raffa. "Di sirkuit kok Yah," "Katanya," lanjut Keano lirih. "Ayah tuh pengen ikut tapi ada kerjaan jadi kamu berangkat aja, yang penting hati-hati. Nanti kamu harus share location sama Ayah. Kalau enggak, uang jajan kamu Ayah potong satu bulan!" Raffa berbalik menatap Keano dengan wajah serius. "Iya Ayah. Eh Yah, Bunda tadi ke sekolah Keano nggak?" tanya Keano hati-hati. Raffa mengangguk, "Sama Ayah juga. Kamu tahu betapa syocknya Bunda kamu? Dia hampir pingsan. Kamu kenapa bandelnya ditingkat angin-angin sih Ke? Perasaan Ayah dulu nggak kayak kamu. Ayah cukup bolos nyari jaringan internet udah itu doang!" "Kitakan beda angkatan Yah," setelah itu Keano pergi dengan secepat kilat. "Anak jaman sekarang kayak gitu banget yatuhan?" Raffa geleng-geleng kepala. Tiba-tiba ponsel Raffa yang dia letakkan di atas meja sampingnya itu berbunyi, dia meliriknya sekilas dahinya berkerut saat melihat sang penelfon itu. Vena. "Tumben nih orang?" tanpa basa-basi dia mengangkat panggilan dari sahabatnya sejak dia masih berbentuk janin. "Hallo? Tumbenan lo telfon?" tanya Raffa langsung pada sahabatnya semasa SMA dulu. "Anjirr! Lo nggak kangen sama kita yang ada di sini Raf?!" tanya balik Vena. Orang itu bertanya dengan nada marah, tedengar juga ada sahutan suara sahabatnya dulu. "Ya terus gue harus gimana? Nangis sambil guling-guling gitu?" "Ya enggak gitu juga Raf! Lo kapan balik sih ke Jakarta?! Anak gue yang Vellin ngebet banget pengen ketemu anak lo." Kata Vena membuat siapa saja yang mendengarnya langsung menatap horor. "Masih lama gue di sini, mending kalau Vellin kangen dia suruh aja kesini sama Vellon" "Jakarta-Bandung nggak nyampe 3 jam bro," lanjut Raffa. "Oke-oke nanti gue bilangin Vellin. Yaudah pasti lo sibukkan Pak bos? Oke gue tutup dulu," ucap Vena. "Ya" Sambungan telfon pun terputus, Raffa kemudian menutup laptopnya karena dia sudah tidak mood untuk mengerjakan pekerjaannya. Sekarang dia mengecek pesan dari anaknya, apakah Keano sudah mengiriminya pesan atau belum? Mata Raffa membulat seketika saat dia melihat lokasi anaknya itu. Belum ada satu jam anak laki-laki itu sudah sampai. "Cepet banget nih anak?" pikir Raffa. Melihat anaknya yang sudah mengabarinya Raffa sudah tenang sekarang, tapi tidak tahu saja kalau Keano mengirimkan lokasi yang palsu. Dia sekarang berada di warung dekat pertigaan g**g kompleknya. Orang tua tapi belum tua itu kemudian mengambil jaketnya dan dia menurin anak tangga yang menghubungkan kamarnya, ruang kerja, dan sekaligus kamar Keano. "Mau kemana Yah malem-malem?" tanya Anya yang kini memakai baju yang sedikit terbuka, Raffa hampir saja gagal fokus. "Nyari Keano Bun. Kenapa?" tanya Raffa berjalan ke arah Anya. "Mau rujak Yah," Anya menggosokkan hidungnya kedada Raffa. Ya rabb, kuatkan iman hamba. Batin Raffa dengan menelan ludahnya susah payah. "Jam segini mana ada rujak sih Bun? Ayah beliin yang lain ya?" "Enggak mau! Aku tuh maunya rujak!" jawab Anya tidak mau kalah. Raffa menghela nafasnya, "Oke nanti aku cariin, aku mau nyusul anak k*****t itu dulu ya sayang, bye." Raffa mencium kening istrinya itu. "Jagain Bunda ya nak," tidak lupa Raffa mencium perut Anya yang masih rata itu. "Oke Ayah." jawab Anya dengan menirukan suara anak kecil. Keduanya saling tersenyum kemudian Raffa telah menghilang dari balik pintu rumah itu. Mobil fortuner hitam itu keluar dari pekarangan rumah Raffa, dia langsung melesat ke arah perkumpulan anaknya. Dia tidak mau kalau anaknya kenapa-napa. * * * Sedangkan di tempat lain, Keano, Arya, Dino, dan Lucas tengah berbincang-bincang tentang apa pun yang bisa mereka jadikan bahan obrolan. Hal yang tidak penting pun mereka bahas. Dari mulai kenapa pinguin itu nggak bisa terbang tapi kok bisanya berenang? Terus kenapa ajing laut nggak bisa gonggong kayak anjing rumahan? Memang ya mereka itu perkumpulan cogan tapi GGS. Keano, Arya, Lucas, dan Dino itu memang beda generasi Keano yang masih SMA sedangkan ketiga sahabatnya hamper lulus kuliah tapi pertemanan mereka tetap langgeng. “Tumben lo bisa ke sini Ke?” Tanya Arya pada Keano. Lelaki yang tengah merokok itu kemudian menghembuskan asapnya ke udara dan membuang sisa apinya ke tanah. “Bisa dong,” “Biasanyakan alasan lo ada aja tuh kalau di ajak kumpul.” Tambah Dino yang baru datang dengan membawa sebuah laptop. Dino adalah anak fakultas Dokter, modelannya saja sangar tapi dia itu pintar. “Gue tadi ijin mau ada balapan, terus bokap minta share loc yaudah gue share aja lokasi gue tadi beli rokok.” Setelah menjawab itu Keano kembali menghisap rokok itu lalu menghembuskan asapnya melalui mulut dan hidung. "Serius lo?" "Iyalah." "Belajar mulu lo Din, nggak mumet lo?” tanya Lucas yang baru saja datang. “Eh buset nih anak datang-datang bukannya atur salam malah kompor ya!” Omel Arya. “Sirik aja lo botol kecap.” Dino menjawab tanpa memandang Lucas, “gue bulan depan mau siding skripsi. Jadi gue mau kebut nih skripsi biar cepet kelar terus lulus dapat gelar dokter.” Keano mendengarkan laki-laki itu berbicara. “Habis itu lo pasti tugas di rumah sakit dong? Nggak bisa kumpul deh,” ujar Arya mellow. “Ye baper anjir hahaha!” tawa Lucas. “Daripada lo berdua ngurusin hidup gue mending tuh lo berdua cepet-cepet sempro biar bisa skripsi.” Kata Dino. “Tuh dengerin.” Celetuk Keano. “Lo juga, jangan balapan mulu. Belajar kek apa kek gitu, biar lo nanti kelas 12 nggak bingung Universitas!” Keano hanya diam melihat ucapan teman-temannya, tidak disadari tiba-tiba ada seorang gadis yang menemui Keano. Perempuan itu persis duduk di sampingnya. "Hai?" sapanya. Keano hanya melirik sekilas, laki-laki itu mengalihkan pandangannya. "Keano Alkenzo, anak Nusa Bangsakan?" tanyanya yang mulai sok tahu. Tapi tebakannya itu benar. "Lo tahu gue?" tanya Keano. Gadis itu tertawa, ketiga temannya itu menatap Keano mengeryitian dahinya bingung. "Iyalah, siapa coba yang nggak tahu lo. Musuhnya Gara?" jawabnya. "Kenalin gue Anastasya, kakak kelas lo," ucap gadis yang mengaku bernama Anastasya. Keano bingung, kenapa di sini bisa ada perempuan itu. “Lo kenapa bisa ada di sini? Lo nggak takut sama kita?” tanya Keano kaget. Hal itu membuat Lucas, Dino, dan Arya juga sama-sama kaget. “Ngapain takut sama kalian, takut itu cuma sama tuhan.” Jawab Tasya mantab. “Lo ada urusan apa buat ke sini?” tanya Keano bingung. Bukannya menjawab perempuan itu justru tersenyum, “nggak ada urusan apa-apa.” Lucas menatap aneh Tasya, “ya terus lo ngapain ke sini sih mbak? Malam-malam lagi, sendirian juga?” tanyaya. Tasya mengangguk. Keano memberikan instrupsi untuk ketiga sahabatnya agar mereka diam. “Lo pulang gih, udah malam. Nggak baik cewek malam-malam keluyuran kayak gini.” Ucap Keano. Cewek itu menundukkan kepalanya, hatinya merasa tersentuh saat mendengar kata-kata yang begitu manis menurutnya yang baru saja keluar dari mulut Keano. Dulu mantannya sangat berlaku kasar dan tidak pernah menghargainnya, dan malah membuat kesalahan yang begitu membekas dihati Tasya. “Gue tahu lo lagi suka sama anak kelas 10 juga kan?” tanya Tasya mendadak. Mendengar hal itu Lucas, Dino, dan Arya langsung menguping. Keano yang awalnya menatap arah lain langsung mengalihkan pandangannya pada Tasya. “Tahu darimana lo?” tanyanya. Gadis itu tertawa, “ya ampun Keano! Berita itu udah kesebar sampai satu sekolah, apalagi di kalangan anak OSIS. Satu lagi, lo nggak tahu kalau Fahri juga suka sama Alea?” tanya Tasya. Perkataan barusan membuat Keano menghela nafasnya. “Udah gue duga si Fahri juga suka sama Alea.” “Lo nggak usah khawatir, cukup lo buat Alea nyaman dan lo prioritasin, gue yakin sih dia bakal luluhnya sama lo.” Saran Tasya. Keano mengrenyit bingung, “Kok lo tahu?” “Gue perempuan dan gue tahu apa yang diingin semua kaum hawa dari seorang laki-laki. Mereka itu butuhnya di perjuangin, bukan memperjuangkan sepihak. Cewek terlalu sensitif kalau cuma lo sakitin bahkan melalui kata-kata itu udah membuat mereka merasa seperti tidak dihargai.” Tuturnya. “…. Jadi kalau lo emang benar-benar suka dan cinta sama dia. Lo jangan pernah sakitin dia, kasihan.” “Cinta itu hadir karena adanya sebuah rasa dan usaha untuk memiliki. Jadi kalau udah dapat jangan disia-siain.” Tasya menepuk pundak laki-laki itu, seolah memberikan sebuah semangat agar Keano tidak menyerah sebelum dia berjuang. Keano memandang Tasya heran, “lo kenapa dukung gue? Bukannya lo temenan sama Fahri sama si Gara juga?” tanyanya curiga. Tasya menggeleng, “gue nggak deket sama dia, justru gue di sini ngedukung lo sama Alea. Jangan sampai lo kehilangan dia.” Pandangan Tasya tidak sengaja tertuju ke arah salah satu laki-laki di sana. Seakan mengerti arti pandangan Tasya tiba-tiba menyletuk, “itu namanya Dino, calon Dokter.” Perkataan Keano barusan membuat Tasya tersenyum malu-malu sedangkan Dino yang sejak tadi sibuk dengan laptopnya keika mendengar namanya dibawa-bawa otomatis dia langsung menolehkan kepalanya menatap Tasya, “ECIEEE CALON PAK DOKTERR!!” Sorak Arya dengan kencang. “Apaan sih,” tangkas Tasya malu-malu. “Gue di sini Cuma mau bilang sama lo Ke, kalau sama Gara lo hati-hati ya. Sebenarnya Gara baik tapi dia serig dihasut sama Fahri, jadi menurut gue lo harus lebih hati-hati sama Fahri.” Tasya memeperingati Keano. “Oke, gue bakal hati-hati sama dia. Thanks karena lo udah peduli sama gue,” ucap Keano. “Telat lo ngasih tahunya, Keano mau balapan sama Gara tuh habis ini.” Dino menimpali sembari menutup laptopnya dan berjalan ke arah Keano dan Tasya. Arya dan Lucas yang melihat langsung saling pandang dan senggol. “Yaudah sih nggak pa-pa, sekali-kali gue ladenin dia. Lo kalau mau nyari topik jangan galak-galak Jubaedah!” ucap Keano dengan menahan tawanya Dino. Tasya menundukkan pandangannya, “Gue pulang dulu ya. Maaf ganggu,” ucap Tasya. “Eh, Sya. Tunggu, biar dianterin Dino. Dia mau pulang katanya!” perkataan barusan berhasil membuat Dino membulatkan matanya tidak habis pikir dengan apa yang barusan di katakan oleh Keano.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD