Empat hari berlalu sejak rencana Maudy dan Tita. Dan hari ini adalah hari dimana Maudy akan menyatakan perasaannya pada Mahen.
Tepat saat bel pulang berbunyi kedua sahabat itu langsung menuju tempat tongkrongan Mahen dan teman temannya di ruang musik. Maudy dan Tita bersembunyi dibalik pohon besar tepat di samping ruangan musik untuk mengintai keadaan sekitar.
Jadi rencananya nanti Maudy akan masuk ke ruang musik saat Mahen sedang sendirian di dalam. Karena biasanya teman teman Mahen yang lain akan keluar untuk membeli camilan terlebih dahulu.
Nah saat itulah Maudy akan masuk dan mengutarakan perasaannya, sedangkan Tita akan berjaga di luar untuk memastikan situasi aman terkendali.
Setelah memastikan Mahen ada di dalam sana, Maudy dan Tita melanjutkan pengintaian sampai entah berapa menit berlalu, Barulah ia melihat segerombolan teman Mahen mulai keluar dari ruang musik sesuai tebakan. Tak lama kemudian suasana menjadi sangat sepi, untuk memastikan keadaan benar benar aman Tita menjalankan tugasnya.
Ia keluar dari tempat persembunyian dan melangkahkan kaki menuju ruang musik untuk menyimpan seruling yang tadi iya ambil untuk kebutuhan berjalannya rencana mereka.
Seperti tebakan ruangan musik sudah sepi dan hanya ada Mahen yang sedang memainkan gitar. Dengan santai Tita berjalan masuk ke dalam dan menyapa Mahen.
"Sorry ganggu, gue mau balikin seruling yang tadi gue pinjem" Tita meletakan seruling itu di lemari tempat tadi ia mengambil benda itu.
Mahen hanya mengangguk dan kembali fokus bermain gitar. Setelah selesai Tita langsung keluar dari sana dan kembali ke tempat persembunyian.
"Sesuai rencana Mahen sendirian di dalam dia lagi maen gitar, buruan gih keburu yang lain balik" Tita menepuk nepuk baju Maudy yang terlihat gugup.
"Ta, ga jadi deh. Kita balik aja yu? Gue gugup banget nih" Maudy memilin milin tangannya entah kenapa ia jadi gugup sekali.
"Nanggung Dy udah hampir beres ini, cepet sana jangan ngundur ngundur lagi" Tita menyemangati Maudy.
Maudy memeluk Tita dengan erat seakan akan mencari kekuatan. Benar ini demi masa depannya dengan ayang Mahen. Maudy tidak boleh mundur lagi.
"Do'ain gue ya Ta, awas lo ninggalin. Nanti kalo gue di tolak gue langsung lari dan lo harus langsung ngejar"
"Iya iya gue nunggu lo disini sambil ngawasin takut takut temennya muncul" Tita mengelus elus punggung Maudy yang masih memeluknya. Maudy melepaskan pelukannya dan menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya. Dengan langkah pasti Maudy melangkahkan kaki nya menuju ruang musik.
Maudy melangkah dengan hati hati, ia melihat penampakan seseorang yang tengah duduk membelakangi nya. Dengan hoodie yang menutupi kepalanya dan tangan yang memetik metik gitar.
Dengan ragu ragu Maudy mendekati Mahen.
Jantung Maudy serasa sedang berlomba "aduh akang pujaan hati di lihat dari belakang aja bikin neng Ody deg degan, mana itu punggung kayanya nyaman banget buat di senderin"
Maudy menggeleng gelengkan kepalanya mengusir khayalan sialan yang muncul disaat yang tidak tepat. Dengan susah payah Maudy kembali memfokuskan diri pada tujuannya. Setelah menetralkan kegugupannya Maudy memulai percakapan. Ia Akan menyelesaikan ini dengan cepat. Ayo Maudy semangat!!
"Eemm anu sorry gue ganggu" Maudy memilin milin tangannya. Ia bisa melihat Mahen yang menghentikan petikannya pada gitar. Namun tak membalikan badan.
Syukurlah, setidaknya Mahen tidak perlu menatap wajah Maudy yang gugup. Dengan sekuat tenaga Maudy berusaha mengeluarkan suaranya kembali.
"Mmm begini Ma.. ekhem" Maudy berdehem untuk menghilangkan kegugupannya ia menarik nafas kembali dan menghembuskannya.
"Aku.. eeuuu... aku sebenarnya suka sama kamu dari kelas satu" Maudy menggaruk tengkuknya untuk menghilangkan rasa gugup "Ayo pacaran" Lanjutnya cepat sambil menutup mata.
Ada rasa lega saat Maudy berhasil mengatakan semua itu. Dengan degup jantung yang kembali saling berlomba Maudy tak berani membuka matanya.
Maudy menutup mata nya rapat rapat saat merasakan pergerakan tubuh Mahen. Ia yakin sekarang Mahen sudah berdiri dan menatapnya.
Maudy belum berani membuka matanya, ia hanya berdiri mematung dengan tangan yang sudah berkeringat. Hening beberapa saat, saat merasa tak ada jawaban. Aduh rasanya Maudy ingin kabur saja tapi sudah kepalang basah sekalian aja nyebur kan.
Sekali lagi Maudy menyatakan perasaannya dengan lantang sambil menutup mata.
"Aku suka kamu dari lama, aku suka saat melihat kamu berlatih taekwondo aku.. Aku selalu ingin menyemangati mu. Ayo pacaran Ma.. "
"Ayo"
Deg..
Suara itu, Maudy tersentak kaget. Ia membuka matanya saat mendengar suara yang menjawab pertanyaannya.
Bukan karena ia senang dengan jawaban itu, tapi melainkan itu.. . Itu bukan suara Mahen, itu bukan suara Mahendra Gibraltar tapi itu suara Pemuda Orlando Rakarahardja sahabat Mahen yang paling songong.
Mata Maudy membulat, sesekali ia mengucek ngucek matanya untuk memastikan bahwa ia tak salah lihat. Dan orang yang di depannya ini tak berubah juga, dia tetap Orlando bukan Mahendra
Sial.. Sial, apa apaan ini kenapa orang yang ada di depan nya ini berubah. Maudy membasahi bibir nya yang mengering sekarang ia juga merasa kerongkongannya ikut mengering. Sekali lagi ia mengucek matanya memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.
"Loh.. Loh loh Pemuda ko? So.. So.. Sorry gu.. Gue salah orang" Maudy yang masih kaget memundurkan tubuhnya dan akan berlari. Ia harus segera kabur dari sini. Ah kenapa jadi begini sih? M
Tapi belum sempat berlari tangannya sudah di tarik oleh Orlando sampai badan Maudy menabrak badan tinggi Orlando.
Sial, ini namanya double sial. Berurusan dengan Pemuda Orlando tidak akan pernah mudah. Mau tidak mau akhirnya Maudy hanya diam mematung di depan Orlando yang menjulang tinggi. Dengan susah payah Maudy berusaha untuk menarik tangannya dari cekalan tangan Orlando. Dan sayangnya tak membuahkan hasil.
Ia tak berani mendongak untuk sekedar melihat ke atas. Fikirannya benar benar buntu sekarang memikirkan nasib nya. Hadeuh gawat kalo Orlando sampai membocorkan tingkah bodoh Maudy barusan kan? .Tapi mau bagaimana lagi menghindari pun sudah tak mungkin. Maudy celingak celinguk berharap ia bisa melihat bayangan Tita dan meminta tolong.
Tapi nihil
Entah dimana sahabatnya itu. Jadi dengan terpaksa Maudy memilih untuk diam saja, dan berharap tak akan ada orang lain yang kesini.
"Habis ngajak orang pacaran lo malah mau kabur? Ga ada tanggungjawab nya banget jadi orang" Itu suara Orlando.
Orlando berdecak dramatis. Agak kaget juga saat menerima pernyataan cinta dari orang yang sama sekali tak disangkanya. Tapi melihat wajah Maudy yang lucu saat menyatakan perasaan tadi, ia jadi tertarik.
Maudy harus menyelesaikan ini secepatnya. Ia tidak ingin terjebak dengan Orlando, bagaimana nasib nya dengan sang pujaan hati nanti? Belum lagi kalau Orlando memberitahu Mahen kan gawat sekali. Mereka ini bersahabat jadi tidak mungkin sekali Orlando tidak akan bercerita pada Mahen. Kemungkinannya sangat kecil. Dengan keberanian yang menipis Maudy mendongakan kepalanya. Yang ternyata Orlando tengah menatapnya.
Satu alis Orlando terangkat, membuat ketampanannya cowo itu meningkat. Aduh ini Maudy kenapa malah jadi mengagumi Orlando sih? "fokus Maudy lo harus segera beresin kekacauan ini sebelum Mahen tau"
"Bbbbe.. Ekhem begini Pemuda So.. So.. Sorry" Aduh kenapa malah jadi gugup gini sih. Apalagi di tatap Orlando gini bikin Maudy mau salting saja. Sekali lagi Maudy menarik nafas dan menghembuskannya "Begini Pemud.. "
"Panggil gue Orlando, Maudya" Orlando mendengus sebal, ia tak suka mendengar orang orang memanggil nama depannya yang menggelikan itu.
Aduh ini jantung Maudy kenapa malah deg degan. Apalagi melihat wajah Orlando dari dekat dan nafas Orlando yang berhembus menerpa wajahnya ditambah sebelah tangannya yang sekarang malah di genggam oleh Orlando. Ganteng juga nih cowo songong. Kan bikin Maudy lupa sama Mehan.
Eeh maaf ayang Mahen. Ody tidak akan berpaling ko tenang aja, Maudy segera menepis rasa kagumnya pada Orlando.
"Iya sorry Pem.. Ewh Orlando tadi gue sebenernya salah ngomong" Maudy menggaruk tengguknya dengan tangannya yang bebas "emm anggap aja apa yang gue bilang tadi ga pernah terjadi ya? Please" Mau bagaimana lagi hanya ini yang Maudy bisa lakukan berharap Orlando berbaik hati padanya.
"Gue kan udah setuju jadi pacar lo, lo gabisa mutusin gitu aja dong. Yakali gue lupain kejadian tadi" Tentu saja Orlando tak terima mana bisa begitu coba.
Hadeuh susah memang kalau sudah berhadapan dengan orang songong minta ampun berjenis Orlando ini. Mendengar jawaban Orlando membuat rasa kagum yang tadi sempat Maudy rasakan menjadi hilang seketika. Rasa gugupnya pun sudah pergi entah kemana.
"Gini Orlando, sebenernya tadi itu bukan buat lo. Aduh gimana jelasinnya ya? " Maudy juga bingung cara menjelaskannya. Ga mungkin kan dia bilang yang sebenarnya.
Tapi Maudy juga tidak punya stok kata kata untuk berbohong. Kan dia jadi bingung, ah rencana sialan niat dapet untung malah jadi buntung begini.
"Maksud lo itu pernyataan buat Mahen gitu? " Seringai licik muncul di wajah Orlando. Yang membuat Maudy tersentak kaget. Sial nih bocah malah bisa nebak dengan tepat dan benar lagi.
"Itu gini, lo jangan bilang bilang sama siapa siapa ya? " Maudy memohon. Kan malu kalau sampai ketahuan begini. Kepalang ketahuan mau bagaimana lagi.
"Ya tergantung dari gimana cara lo memperlakukan PACAR BARU lo ini" Orlando menekan kata pacar baru.
"Gue gabisa jadi pacar lo, gue gasuka sama lo" Maudy berharap Orlando mau bekerja sama dengan tidak menganggap ucapannya tadi.
"Tapi gue mau jadi pacar lo gimana dong? " Orlando tentu tidak akan mengalah.
Kenapa urusannya jadi ribet begini sih?
"Lo kan gasuka gue, dan lo juga tau pernyataan gue tadi buat siapa jadi udah ya gausah dianggap serius? " Susah banget emang kalo berurusan sama orang songong.
"Tetep aja sekarang kita pacaran Maudya yakali kita putus sekarang, baru juga jadian setengah jam yang lalu. Gue gamau ya punya gelar tambahan sebagai pasangan dengan buhungan pacaran tersingkat".
Perkataan panjang Orlando malah bikin Maudy tambah gabisa mikir. Melihat Maudy yang hanya diam saja Orlando melanjutkan perkataannya "ya minimal kita pacaran dulu setahun lah, baru boleh putus"
Mendengar itu mata Maudy langsung melotot, ia menyentakan genggaman tangan Orlando. Tapi bukannya terlepas tubuh Maudy malah makin menempel pada Orlando. Aduh wangi amat nih bocah songong.
"Gue gamau ya, pokonya lo anggap ini ga pernah terjadi aja" Dengan kesadaran yang menipis akibat tergoda untuk mengendus wangi tubuh di depannya ini. Maudy masih berusaha untuk terlepas dari semua ini.
"Ga, gabisa. Ya kecuali kalo lo mau gue nyebarin rekaman pernyataan cinta lo barusan ke satu sekolah" Orlando menyeringai sambil mengarahkan kepalanya ke arah CCTV yang menyala di ruangan tersebut.
Aduh sialan Maudy dan Tita lupa dengan yang satu ini, kalau ruangan musik memiliki CCTV bisa gawat kalo kebodohannya ini tersebar. Maudy sadar betul apa yang dibicarakan Orlando barusan bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Dia pasti akan benar benar melakukannya, mengingat siapa Orlando di sekolah ini yang bahkan kepala sekolah saja tidak berani memarahinya.
"Terus mau lo apa sekarang? " Yasudahlah mau bagaimana lagi sudah terlanjur juga kan. Maudy sudah mau nangis saja sekarang.
"Ya kita pacaran lah lo gimana sih, lo boleh minta putus kalo kita udah setahun pacaran dan boleh balik ngejar Mahen, gimana? Baik kan gue".
Baik apanya? Kalo ia dan Orlando baru putus setahun kedepan. Mereka sudah lulus SMA dan Maudy tidak akan punya kesempatan untuk bersama Mahen. Hilang sudah harapannya kalo begitu.
"Sebulan aja, baru itu lo baik namanya" Maudy masih tak ingin menyerah.
"Setahun ga ada tawar menawar Maudya" Tegas Orlando yang sekarang wajahnya menunduk mendekat ke arah wajah Maudy yang cemberut.
"Kalo orang ngajak ngobrol tuh dilihat Maudya bukan malah nunduk begitu" Tangan kiri Orlando memegang dagu Maudy dan menarik kepala gadis itu untuk mendongak menatapnya. Maudy yang sudah malas berdebat menurut saja dengan wajah cemberut.
Baru akan melanjutkan bicara suara sorak sorak di pintu membuat keduanya kaget. Maudy langsung membalikan badan dan berapa kagetnya dia saat melihat ada Tita serta teman teman Orlando termasuk Mahen yang hanya diam saja.
Maudy ingin menangis sekarang. Ia memanfaatkan kekagetan Orlando untuk segera kabur dari sana dan berlari tanpa memperdulikan siapapun termasuk sahabatnya, Tita yang juga baru kembali dari rasa kagetnya.
Tbc