Part 14

2085 Words
***** Tepat ketika Danen keluar dari kamarnya menuju balkon, ia melihat Aludra yang sedang bermain-main dengan Roxy. Gadis itu terus berlari dengan satu tangan memegang sosis yang dijadikan makanan Roxy. Dan Roxy pun ikut berlari di belakang Aludra. Aludra melemparkan potongan sosis tersebut dan dengan cepat Roxy mengangkat sosis itu, memakannya dengan senang hati. Senyum terlihat dari wajah Aludra, yang tanpa di sadari Danen senyum itu juga menular padanya. Cantik. Danen menggelengkan kepala, tersadar. ‘ Dia anak dari musuhmu, Danen.’ Gumam hati terdalam Danen. Dia harus benar-benar bisa merebut hati anak emas Chandra itu agar semua rencananya berjalan dengan mulus tanpa cacat. Danen segera berjalan meninggalkan balkon dan mengayunkan kakinya untuk mencapai tangga, Menuruni tangga dengan satu tangan yang tenggelam di saku celananya. Sesampainya di lantai bawah, Danen langsung melangkahkan kakinya menuju ruang makan. “Nanti lagi bermainnya, Roxy. Aku ingin sarapan terlebih dahulu.” Gerakan tangan Danen yang hendak menarik kursi untuknya duduk terhenti ketika telinganya dengan samar-samar mendengar suara Aludra. Manik hazelnya menatap tubuh Aludra yang memasuki ruang makan dengan Roxy yang mengekor di belakangnya. Danen mendengus melihatnya. Kenapa Roxy menjadi sangat manja dengan Aludra dibandingkan dengannya, sang majikan. Danen pun segera beranjak duduk dan mulai menyantap sarapan paginya dengan mata yang masih tertuju pada Aludra yang juga sudah mendudukkan dirinya di meja seberang. Dan lagi-lagi Danen mendengus melihat Roxy yang ikut duduk di samping Aludra. Kenapa anjingnya itu begitu manja dengan Aludra. Bahkan Roxy tampak seperti merengek di matanya hanya karena anjingnya itu ingin mengajak Aludra untuk bermain. “Tunggu sebentar, Roxy. Tunggu aku menghabiskan sarapan pagiku dan kita akan kembali bermain,” Aludra mengusap dengan sayang kepala Roxy dengan senyum yang tidak pudar dari bibir merah gadis itu. Dan Roxy segera duduk tenang mendengar penuturan Aludra yang penuh dengan kelembutan. Seketika Danen merasa iri melihat interaksi antara anjingnya dengan dokter hewan itu. Roxy begitu penurut kepada Aludra. Dan Aludra tampak dengan sabar menghadapi sikap manja Roxy. “Tuan.” Panggil Bram. Danen dan Aludra mengalihkan pandangan mereka pada Bram yang memasuki ruang makan dengan sebuah file di tangannya. Pria itu berjalan mendekati meja makan dengan wajah datarnya. “File yang anda minta, Tuan,” Bram meletakan file tersebut di hadapan Danen. Danen menghentikan makannya, membuka dan mengambil sebuah gambar yang sudah berbentuk foto 3D dari map file yang di berikan Bram. Bagaimana mungkin desain impiannya di curi. Padahal Danen sendiri ikut mendesain, lima puluh persen desain itu adalah karya Danen. Ia mendesain sesuai keinginan ibunya dulu. Dulu ibunya pernah bercerita menginginkan sebuah resort yang privasi di sebuah pulau, dengan hal alami yang tak lepas dari citra resort tersebut. Dan sekarang setelah resort impian ibunya tercapai, ada seseorang yang dengan lancangnya mencuri desainnya. Danen akan mencari pelaku pengkhianat itu. Walaupun hal itu sesulit memasukan unta ke dalam lubang jarum. Ia tetap akan berusaha mengambil apa yang sudah seharusnya menjadi miliknya untuk mengabulkan keinginan sang ibu. “Wah resort yang indah ini. Apa kau juga akan membangun resort itu?” Suara Aludra menyadarkan Danen dari dokumen di tangannya. Alisnya terangkat satu dan pandangannya tak lepas dari mata hitam pekat Aludra, begitu pula Bram. “ Emm… kenapa? Apa aku salah?” Ucap Aludra dengan takut-takut. “ Tidak. Apa kau pernah melihat desain resort ini?” Danen memastikan pendengarannya. “ Ya, aku pernah melihatnya. Dan sejak dari awal melihatnya aku sudah menyukai nya.” “ Milik siapa yang kau lihat?” Tanya Danen menajamkan telinga dengan mengerutkan kening. “ Apanya?" “ Kau melihat gambar desain ini bukan. Memangnya milik siapa yang kau lihat?" “Oh…..Om Augra. Aku melihatnya saat sedang makan malam dengan Om Augra dan kekasihku.” Aludra memasuki restoran dengan privat room yang sangat mewah. Aludra merasa kerdil dengan penampilannya yang terlewat sederhana. Kontras dengan desain restoran yang ia masuki. “ Ada yang bisa saya bantu, Nona?” Seorang pelayan mendekati Aludra yang terlihat kebingungan. “ Reservasi atas nama Jivar Wijaya.” Pelayan itu memperhatikan penampilan Aludra dari atas kebawa. “ Silahkan ikuti saya.” Kata pelayan itu kemudian. Aludra mengangguk dan segera mengikuti langkah pelayan tersebut. Hingga akhirnya sang pelayan mengetuk sebuah pintu besar di depannya. Ketika mendengar sahutan dari dalam sang pelayan pun membuka pintu tersebut. “Silakan masuk, Nona.” Pelayan itu memberikan senyum terbaiknya pada Aludra lalu memberikan senyum pada dua pria lainnya yang berada di dalam ruangan tersebut. Senyum itu sangat bertolak belakang dengan sikap pelayan itu saat menanyai Aludra tadi. Aludra memasuki ruangan privat tersebut dan tak lupa untuk menyalami pria yang berusia lima puluh tahunan yang tak lain adalah Augra. Setelah itu Aludra pun berjalan mendekati kursi Jivar dan saat itulah ia tak sengaja menyenggol sebuah dokumen yang berada di atas meja yang tepatnya berada di samping Augra. Dokumen itu mengeluarkan semua isinya, sehingga berceceran di lantai. “ Maaf, Om.” Ujar Aludra dengan merasa bersalah. “Tidak apa apa, Nak.” Augra memberikan senyumnya pada Aludra, yang membuat Aludra sedikit lebih tenang. Namun rasa bersalha itu tetap ada. Aludra pun membantu mengambil dokumen yang jatuh dan saat memungut dokumen yang bercecer di lantai itu. Matanya tidak sengaja mengamati sebuah gambar desain membuat Aludra tertarik, sebuah gambar 3D desain sebuah resort. Sangat indah dan Aludra tertarik dengan desain tersebut. “ Ini berada di mana, Om? Indah sekali.” Aludra menunjukkan dokumen berisi desain 3D itu pada Augra. “ Ya, indah bukan? Ini sebuah rancangan resort yang akan dibagun perusahaan Om." Augra mengambil dokumen itu dan menatapnya dengan senyum yang tersungging di bibirnya. “ Ya, sangat indah. Membuat siapa saja yang melihatnya tertarik untuk pergi kesana.” “ Chandra memang dapat diandalkan dalam segala hal, begitupun Jivar.” Danen mengepalkan kedua tangannya mendengar cerita Aludra. Tua bangka itu memang tak bosan mencari masalah dengannya. Bram hanya bisa terdiam melihat mata Danen yang menggelap. Sepertinya bosnya itu akan membutuhkan pelampiasan untuk kemarahannya. Mungkin ia harus memesan samsak baru lagi. Suara decitan kursi karena dorongan Danen, membuat Aludra mendongak seketika dengan mengerutkan keningnya saat melihat wajah kemarahan yang terpampang dengan sangat jelas di wajah pria itu. Danen berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruang makan, meninggalkan kebingungan pada wajah Aludra. “Apa aku salah bicara, Bram?” “ Tidak, kau justru banyak membantu karena ceritamu itu. Lanjutkan saja sarapanmu. Selamat menikmati.” Sedetik kemudian Bram berbalik dan ikut meninggalkan ruang makan. Danen berjalan menuju carport dengan tangan yang memegang handphone untuk menghubungi seseorang. “ Alex, kutunggu kau di ruanganku dua puluh menit lagi.” “.....” “ Benarkah? Kebetulan sekali kita bisa langsung membicarakannya.” “.....” “ Baiklah,” Tepat saat Danen menutup sambungan teleponnya, Bram datang dari belakangnya. Dan keduanya pun memasuki mobil koleksi Danen dan mengendarainya menuju gedung mewah Gunadhya Group. Danen memasuki pintu ruangannya bertepatan dengan bunyi lift. Alex keluar dari besi berbentuk balok tersebut dengan tas laptop yang tak pernah ketinggalan pria itu bawa kemana-mana. Ketiganya pun duduk melingkari meja di dalam ruangan Danen dengan wajah serius yang terselimuti wajah datarnya. “ Apa yang ingin kau bicarakan, Alex?” “ Soal orang yang mengakses file tersebut. Pelakunya memang bukan Pak Reyhan. Saat aku membuka akses CCTV yang kau berikan, seorang pria dewasa mengakses komputer Pak Reyhan saat beliau pulang kantor dan dia adalah asisten Pa,k Reyhan.” “ Dan dia adalah suruhan Chandra.” Sambung Danen. “ Bagaimana kau tahu?” “ Anak dari tua bangka itu tak sengaja menceritakan pernah melihat desain itu. Sedangkan kau tahu sendiri sesulit apa bisa mengambil dokumen itu dari drive perusahaan.” Alex hanya menganggukan kepala, menyetujui perkataan Danen. “ Lalu apa yang harus kita lakukan ?” Tanya Bram. “Kita ikuti permainan mereka dan jangan memecat anak buah Chandra itu. Dia akan sadar jika kita tahu rencana mereka. Mutasi saja dia di pabrik yang jauh.” Bram menganggukan kepala memahami rencana Danen, begitupun Alex. “ Ada satu lagi, perempuan yang meletakan amplop pada loker pegawai sudah ditemukan keberadaannya. Perempuan itu baru saja kembali dari masa berliburnya di Swiss ” “Awasi terus gerak geriknya. Dan bawa dia dalam keadaan hidup-hidup.” Bram dan Alex hanya menjawab dengan deheman. Jadi ini lah yang dilakukan Chandra di balik sosoknya yang tak lagi sering muncul di perusahaan ataupun mansionnya. Ternyata tua bangka itu memang pintar bermain di bawah air yang tenang dengan level yang berada jauh di bawah Danen. Dan Danen pastikan permainan tua bangka itu akan berakhir dengan ia yang akan menjadi pemenang. Sekalipun ia tidak akan membiarkan Chandra memenangkan permainan yang dibuat oleh pria tua itu sendiri. **** Siang nya Danen, Bram dan Alex berjalan memasuki restoran dengan rooftop yang begitu menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Begitu indah rooftop di restoran itu untuk memanjakan mata siapapun yang mendatanginya. Namun sepasang sejoli mengalihkan perhatian Danen. Pria itu pun berhenti sejenak dan memutuskan untuk duduk tepat di belakang sang perempuan. Bram dan Alex pun hanya mengikuti Danen tanpa berkata apapun. “Tidak bisa, Jivar. Aku sudah terlibat kontrak sah dengan Danendra. Tidak mungkin aku memutuskan kontrak kami begitu saja.” “Kau seharusnya mendengarkan ku dari awal, Aludra. Jangan terlibat hal apapun dengan Gunadhya Group. Tapi kenapa kau malah menjadi dokter hewan pribadi si Danendra itu.” “ Memang ada masalah apa kau dengan Gunadhya Group itu, Jivar? Kenapa kau sangat bersikeras melarangku untuk bekerja disana?” Jivar terdiam sejenak. “ Ya…. Tidak ada. Aku hanya tidak suka kau bekerja sama dengan mereka. Karena kesibukan juga jadi jarang bisa menghabiskan waktu bersama ku.” Aludra hanya terkekeh mendengar pernyataan Jivar. Sedangkan tiga lelaki yang mendengarkan perkataan mereka hanya bisa menahan mual. “Aku mau kau segera berhenti menjadi dokter hewan-hewan menjijikan si Danendra itu, Aludra. Apa kau mengerti?” Danen mengepalkan tangannya, berani-beraninya pria b******k itu menghina anak-anaknya. Tidak boleh ada yang menghina anak-anak kesayangannya. “ Tidak bisa, Jivar. Bukankah aku sudah menjelaskan nya padamu. Aku sudah terikat tanda tangan kontrak dengan Danendra. Dan kalaupun aku membatalkannya pasti juga akan ada denda yang sangat besar." “ Aku bisa membayar berapa pun asalkan kau berhenti bekerja dengan Danendra sialan itu, Aludra.” “ Tidak, aku tidak ingin kau mengeluarkan apapun untukku lagi, Jivar.” “ Aku kekasihmu, Aludra.” “ Memang kau kekasihku, Jivar. Tapi bukan berarti kau bisa…” "Kenapa kau sangat keras kepala, Aludra. Tidak bisakah kau menuruti saja keinginan ku?" "Jivar, aku hanya …. " “ Sudahlah. Lupakan.” Suara decitan kursi yang keras membuat mereka menjadi pusat perhatian, Jivar berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan rooftop dengan wajah kusutnya. Sedangkan Aludra hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam, lalu perempuan itu berdiri dari duduknya dan ikut meninggalkan rooftop. “ Wah……. ada masalah apa lagi kau dengan pacar dokter hewan itu?” Alex berkata dengan wajah jahil yang membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan memiliki kemauan untuk memukul wajah pria tersebut. Tak mendapat jawaban dari Danen, pria itu pun menghadapkan wajahnya pada Bram yang hanya memberikan gedikan bahu dengan membuang wajahnya. Ia merasa sangat ilfeel ketika melihat wajah Alex. Alex mendengus. “Wajah pria itu sepertinya tak asing ?” Ujar Alex kemudian. Mendengar perkataan Alex, Danen pun mengangkat wajahnya melihat wajah pria itu. Begitupun Bram. “ Aku benar benar tak asing dengan wajah pria itu.” Ulang Alex. “ Mung….” “ Diam Bram! Aku masih berusaha mengingatnya.” Bram berdecak saat kalimatnya dipotong oleh Alex. “ Ah…… siapa nama pria itu tadi?” “ Jivar … Javir … Jaring? Entahlah.” Danen mengedikan bahunya. Merasa tak harus peduli dengan nama kekasih dari dokter hewannya itu. “ Jivar.” Bram membenarkan. “ Ah…. aku ingat. aku pernah bertemu dengannya di salah satu restoran milikmu. Dia makan malam bersama Augra.” Danen mengangkat satu alisnya mendengar perkataan Alex. Satu lagi, sepertinya Jivar dan Augra memiliki sebuah kedekatan yang entah menurut Danen terlihat begitu mencurigakan. Tidak sekali ia melihat Augra dan Jivar makan bersama, apalagi perkataan Aludra tadi yang mengatakan jika Jivar benar-benar anti dengan Gunadhya Group. Danen mendengus mengingatnya, seharusnya ia yang pantas mengatakan itu. Mereka semua adalah hama yang pantas untuk dihindari dan dijauhi. Makan malam yang sering mereka lakukan. Apakah itu salah satu alasan ia sedekat itu dengan Augra yang notabenenya adalah musuh bebuyutan Gunadhya Group. Apa lagi kasus kebocoran desain perusahaannya yang sama persis dengan milik Kendrick Group. Perusahaan yang di CEO i boleh Augra sendiri. Apalagi dengan fakta yang baru saja ia ketahui, bahwa Chandra ikut terlibat dengan kebocoran desain tersebut “ Cari tahu hubungan antara Augra dan Jivar. Dan CEO Wijaya Properti.” Perkataan Danen sukses menghentikan acara makan yang dilakukan Bram dan Alex yang hampir melahap makanan mereka. Keduanya hanya bisa menganggukkan kepalanya menurut. Ingat, mereka hanya bawahan yang sudah seharusnya di perintah tuanya. Karena memang itulah pekerjaan mereka. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD