Part 35

2442 Words
**** "Huek…." Lagi lagi suara muntahan memenuhi kamar mandi Aludra. Entah sudah berapa kali perempuan itu terus menerus memuntahkan makanan yang ia telan. Tak ada yang bertahan lama di perut Aludra. Hal itu membuat tubuh Aludra semakin kurus dan pucat. Namun dengan segala kekeras kepalaannya, Aludra sama sekali tidak ingin diperiksa oleh dokter. "Apa kau yakin dia baik baik saja, Danen?" Ucap Alex dengan arah pandang ke pintu kamar Aludra. Danen hanya mengedikan bahunya acuh, namun tetap saja rasa khawatir itu ada di dalam hatinya. "Ini sudah lebih dari seminggu. Bahkan mungkin hampir dua minggu Aludra sakit pasca meninggalnya mama Aludra." "Dua belas hari." "Apa nya?" "Sakit." "Sakit?" Danen memutar bola matanya mendengar kebodohan Alex. "Kau bicara apa?" "Ck… bodoh." Danen berjalan meninggalkan Alex dengan segala kebodohan pria tersebut. Danen memang paling malas berbicara dengan Alex di luar jam kerja karena pria itu hanya pintar ketika berurusan dengan pekerjaan dan perempuan. Selebihnya nol besar. Danen berjalan menuju dapur. Melihat beberapa pelayan yang sedang sibuk, entah mempersiapkan apa. Melihat kedatangan Danen, secara spontan pelayan pelayan tersebut menundukan kepalanya. "Apa Aludra belum makan?" "Belum, Tuan. Semua makanan yang Dokter Aludra makan akan beliau muntahkan lagi. Itu sebabnya saya membuatkan biskuit asin. Semoga beliau tidak memuntahkan." "Biskuit asin?" "Iya, Tuan." Danen hanya menganggukan kepala sejenak dan berjalan meninggalkan dapur. Melihat pergelangan tangannya. Jam mahalnya menunjukkan bahwa waktunya ke kantor. Danen berjalan memasuki carport miliknya dan memutuskan memakai mobil BMW miliknya. Saat mobil Danen berjalan menuju gerbang. Lagi lagi Danen melihat mobil itu. Mobil milik Jivar. Tak bosankah laki laki itu tidak mengganggu ketenangan Danen. Dengan bosan Danen keluar mobil dan dengan cepat Jivar mendekatinya. "Di mana, Aludra" "Bukan urusan anda, Tuan Jivar." "Aku bisa melaporkan atas tuduhan penculikan, Danen." "Lakukan saja. Faktanya Aludra bekerja di bawahku. Dan mungkin aku bisa melaporkan mu dengan tuduhan penganiayaan" "Kau … aku benar benar akan memberimu pelajaran. Tuan Danendra." Ujar Jivar bersungut-sungut. Wajahnya merah padam akan kemarahan. "Silahkan, dengan apa kau akan memberiku pelajaran? Dengan perusahaan kecilmu itu?" Ejek Danen. "Dengan cara apapun." Jivar berkata dengan kobaran dalam matanya. Dan Danen tidak merasakan ketakutan sama sekali. "Oh… silahkan. Saya menunggu hal itu, Tuan Jivar. Dan lagi jangan terlihat sekalipun di sekitar mansion saya. Sebelum bawahan saya mendatangi anda dan menyeret anda dengan tidak hormat. Bukan apa saya berkata seperti ini, hanya saja mansion saya terlalu suci untuk pria pengecut seperti anda." Danen menempuh dua kali pundak Jivar. Dan mengelap tangannya dengan sapu tangan miliknya, lalu membuangnya tepat di penglihatan Jivar. Danen memasuki mobilnya dengan ringan. Kemudian menekan gasnya dengan kencang. Menoleh pada spion dan melihat wajah merah milik Jivar, ia tersenyum penuh kesenangan melihat wajah tersebut. Sangat mudah bagi Danen untuk membuat perusahaan Jivar balik tikar. Namun belum saatnya. Ia tak boleh ceroboh. Melihat bagaimana Wijaya properti dan Kendrick grup masih tetap dengan tander di Lombok saja membuat Danen ingin sekali mencekik Chandra. Sialan. Ia harus menggagalkan pembangunan itu. Tanah itu milik ayahnya dan Danen tak akan membiarkan hal tersebut terjadi. Tak akan ia biarkan Chandra semakin banyak mengambil harta orang tuanya. *** Danen memasuki mansion saat jam di dinding sudah menunjukan pukul dua belas malam. Pria bertubuh tegap itu memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Dua puluh menit kemudian Danen bersiap untuk tidur. Namun tiba tiba pikirannya mengarah pada Aludra yang terus menerus memuntahkan makanannya. Apakah perempuan itu baik baik saja? Sudahkan Aludra makan dengan baik? Apakah Aludra masih memuntahkan makanannya? Danen berusaha menepis pikiran pikiran tersebut dan memutuskan memejamkan mata. Namun bukannya tertidur. Justru kegusaran yang Danen dapatkan. Dengan kesal Danen mengibaskan selimutnya dengan kasar dan menuruni ranjang. Berjalan keluar kamar dan menelusuri lorong. Danen memasuki kamar Aludra dengan mengendap ngendap. Sudah seperti maling yang memasuki rumahnya sendiri. Terdiam di depan pintu dengan pencahayaan yang minim. Danen mendekati tubuh kecil yang sedang tidur dengan sedikit gelisah tersebut. Memegang dahi Aludra yang masih terasa hangat. "Ma…" Gumam Aludra di tengah tidurnya. Dengan spontan Danen menerima genggaman Aludra. Dan setelah merasa genggamannya terbalas. Aludra terlihat tidur dengan tenang. Ya sesakit itu lah ditinggal pergi oleh orang yang kita sayangi untuk selama lamanya. Ia mengerti apa yang sedang dirasakan dokter hewan itu. Dulu bahkan Danen tak ingin berbicara dengan siapapun selama berbulan bulan dan sakit selama dua minggu. Ia juga memutuskan kuliah keluar negeri untuk menjauh dan mempersiapkan balas dendam pada pelakunya. Apalagi dengan mimpi mimpi yang selalu mengganggu dirinya saat tidur. Kejadian pembunuhan kedua orang tuanya terus berputar dalam mimpinya seperti kaset rusak, sampai sekarang. Genggaman Aludra pada tangan Danen semakin mengendur. Mulai terlelap. Danen memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Namun benda persegi panjang pada nangkas Aludra mencuri perhatian Danen. Testpack. Danen tak bodoh untuk tidak mengetahui benda tersebut. Karena Alex pernah membelikan benda tersebut untuk kekasihnya. Danen melepaskan genggaman Aludra dan mengambil benda tersebut. Memasukan benda itu pada saku celana dan keluar dari kamar Aludra. Danen terus menerus memperhatikan testpack dengan dua garis tersebut Apa artinya? Tak pernah berurusan dengan perempuan membuat Danen bodoh soal hal tersebut. Bertanya pada Alex? Oh tidak pria gila itu pasti akan mengejarnya terus menerus sampai mati. INTERNET. Danen dengan semangat mengambil handphone miliknya. Dan menekan aplikasi dengan simbol G besar tersebut. Dan mulai menulis. arti dua garis pada testpack Seketika muncullah. Alat tes kehamilan yang umum digunakan, memiliki arti negatif hamil bila menunjukkan satu garis, sedangkan dua garis menandakan bahwa Mama sedang positif hamil. Hamil. Aludra hamil. Seketika Danen terdiam. Danen sangat yakin jika Aludra mengandung anaknya. Karena ia tahu Danen adalah pria yang pertama untuk Aludra mengingat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bercak merah yang m*****i sprei hotel waktu itu. Dan sebaliknya. Danen mengusap wajahnya dengan kasar. Jadi ini sebabnya Aludra tak ingin di periksa oleh dokter? Untuk menyembunyikan kehamilan Aludra dari dirinya. Danen mencengkram testpack tersebut dengan keras. Apa yang harus Danen lakukan? Menikahinya. 'Bodoh' Maki dirinya sendiri. Tapi masih terselip keraguan dalam diri Danen untuk menikahi Aludra. Namun tak mungkin Danen akan membiarkan darah dagingnya tahu tentang dirinya. Ada perasaan membuncah dalam hati ketika mengingat anaknya yang dikandung Aludra. Ia akan menjadi Ayah. Namun mampukan dia menjadi ayah yang baik? Ia saja tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang sebagai calon ayah. Pertengkaran pertengkaran terus menerus terjadi di dalam diri Danen. **** Pukul lima pagi Danen memasuki kamar Aludra. Dengan pelan pria itu duduk di sisi kanan ranjang Aludra. Meletakan tangan besarnya pada perut Aludra yang masih terlihat datar. Hai, Nak? Sapanya dalam hati. Entah hati Danen terasa diremas karena baru menyadari darah daging nya berada di perut Aludra. Danen terlihat terkejut saat tiba tiba Aludra bangun dari tidurnya dan melompat turun dan berlari ke kamar mandi. Danen ikut berlari mengikuti Aludra. "Huek….. Huek…." Aludra duduk bersimpuh di depan closet. Danen dengan spontan memijat tengkuk Aludra dengan pelan. "Keluarkan semua." Ucap Danen dengan lembut. "Huek….huek.." "Sudah?" Aludra hanya menjawab dengan anggukan lemahnya. Danen tak melihat apapun yang dimuntahkan Aludra. Mungkin karena perempuan tersebut belum makan apapun. Sehingga yang keluar hanya seperti cairan saja. Danen menekan tombol push pada closet, menutupnya dan menggendong Aludra. Mendudukan dirinya di closet dengan Aludra yang berada di pangkuannya. "Sudah merasa baikan?" Danen terus mengusap punggung Aludra dengan lembut. Tangannya yang satunya lagi mengusap pelan keringat pada pelipis Aludra. Sedangkan Aludra hanya bisa menyandarkan kepalanya lemah pada d**a Danen. Merasa Aludra tertidur lagi, Danen pun membawa perempuan tersebut ke atas kasur dan menidurkannya lagi Danen mengambil handphone miliknya. "Halo." "Ke mansion sekarang." "Baik, Tuan." Danen keluar dari kamar Aludra dan berjalan menuju dapur. "Apa makanan untuk Aludra sudah siap?" "Belum, Tuan." "Kalau sudah beritahu." "Baik, Tuan." Danen berjalan menuju halaman belakangan. Dan terlihat Alex yang sedang bersantai dengan segelas kopi di tangan kanannya. "Kapan hidupmu berguna, Alex." Ucapan Danen sukses membuat Alex tersedak. "Sialan kau, Danen." Makian Alex hanya Danen anggap angin lalu. "Aku hanya berkata jujur." Danen mengedikan bahunya acuh. Ia mendudukkan dirinya di samping Alex. "Kau tahu, Danen. Kemarin aku melihat maling masuk mansion mu." Danen mengangkat satu alisnya. Maling? Hal yang sangat mustahil. Masuk dalam mansion Danen tanpa izin sama saja memasuki neraka. "Jangan bercanda, Alex." "Aku hanya berkata jujur Danen. Semalam maling memasuki kamar Aludra." Ucap Alex dengan smirk mengejek. 'Sialan.' "Kau memang tak ada kerjaan, Alex." "Lalu bagaimana denganmu. Malam malam mengendap-endap memasuki kamar Aludra. Kau tak berbuat c***l kan?" "Sialan kau, Alex. Kau pikir aku lelaki apa?" Geram Danen dengan tangan yang melempar bantal sofa tepat di wajah Alex. Membuat Alex memakinya. Dan Danen tak memperdulikan makian tersebut. Seorang pelayan mendatangi keduanya dengan sedikit tergesa gesa. "Tuan, Ada Dokter Lucas." Danen berdiri dari duduknya. Dan berjalan memasuki mansion untuk menyambut kedatangan dokter pribadi nya itu. "Siapa yang harus diperiksa, Danen?" Tanya Dokter Lucas yang terlihat kebingungan ketika melihat Danen yang segar bugar menyambut kedatangannya. "Seseorang, Dokter. Anda bisa mengikuti saya." Lucas hanya mengangguk singkat dengan langkah yang terus mengikuti Danen. Hingga keduanya memasuki kamar Aludra dan terlihat Aludra yang sedang tidur. "Silahkan." Lucas mendekati Aludra dan mulai memeriksa. Dokter Lucas mengerutkan dahinya sejenak. Tepat saat dokter Lucas menyelesaikan pemeriksaan pada tubuh Aludra. Perempuan itu terbangun dengan sedikit terkejut. "Sudah bangun? Tepat sekali. Bisakh anda duduk, Nyonya?" Aludra mengangguk lemah dan berusaha duduk. Danen mendekat dan membantu Aludra duduk dengan nyaman. "Ada keluhan, Nyonya…. " Dokter Lucas menghentikan ucapannya, memandang Danen dengan tatapan bingungnya. "Aludra." Sahut Danen. "Baik. Ada keluhan, Nyonya Aludra? Dan boleh saya tahu kapan terakhir anda menstruasi?" Tanya dokter Lucas dengan senyum di bibirnya. "Sekitar bulan kemarin, Dokter.” Balas Aludra dengan penuh keraguan. Mata Aludra terus menatap Danen yang berdiri di samping kanan ranjang besarnya. “Mual, muntah?” “Ya.” Dokter Lucas menganggukan kepalanya lagi dan menatap Danen. Danen mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikannya pada dokter Lucas yang spontan membuat mata Aludra terbelalak. “Bisa jelas kan maksud dari benda ini, Dokter Lucas?” tanya Danen pelan dengan mata yang terus melihat pada kepala Aludra yang tertunduk dalam. Dokter Jivar menerima testpack dari Danen. “Selamat, Nyonya Aludra hamil. Namun untuk mengetahui lebih lanjut dan lebih amannya kalian bisa memeriksakannya pada dokter kandungan. Saya akan merekomendasikannya nanti.” Tak ada keterkejutan di wajah Aludra dan Danen. Dan hal itu semakin membuat Aludra gusar melihat kedataran di wajah Danen. “ Baik, terimakasih, Dokter Lucas. Anda sudah bisa pergi.” Dokter Lucas mengangguk dan mulai berdiri meninggalkan keduanya. Tepat ketika pintu tertutup menenggelamkan dokter Lucas, Danen berjalan mendekati Aludra. “Bisa jelaskan kenapa diam saja soal kehamilan mu, Aludra?” Keterdiaman Aludra membuat Danen berpikir yang bukan bukan. Entah mengapa pikiran negatif terus meliputi pikiran Danen. “Apa kau berniat menggugurkan kandungan mu?” Gelengan Aludra seketika membuat kelegaan di dalam hati Danen. “Lalu?” “Hanya….hanya.” “Bicara yang jelas Aludra.” Desak Danen. “ Ha...hanya takut kau akan menolak kehadirannya.” “Omong kosong apa lagi ini, Aludra?” Geram Danen. Aludra semakin menundukan kepalanya. Danen pun menaiki kasur dan mendekat ke arah Aludra. Mengulurkan tangannya untuk mengangkat dagu Aludra. “Lihat mataku, Aludra.” Aludra menggelengkan kepalanya pelan. “Aludra, angkat kepalamu.’ Aludra mulai mengangkat kepalanya dengan perlahan dan mata mereka pun bertabrakan. Danen bisa melihat keraguan itu di mata Aludra. Bahkan ketakutan terpancar di sana. “Katakan, apa aku sejahat itu untuk menolak darah dagingku sendiri?” Aludra terus memandang mata hazel Danen dan kemudian menggeleng pelan. “Bagus. Sebentar lagi kita akan periksa ke dokter kandungan setelah kau memakan sarapanmu.” Aludra menggeleng. “Kenapa?” “A….aku tak ingin muntah lagi. Rasanya sangat tidak enak, Danen.” “Tapi kau harus makan setidaknya sedikit saja, ada anakku di dalam rahimmu jadi kau harus sehat terus. Paham." Tak ada jawaban dari Aludra. Membuat Danen menghela nafasnya pelan. Suara ketukan mengalihkan perhatian keduanya. “Masuk.” Seorang pelayan masuk dengan sebuah nampan yang berisi makanan dan minuman. Danen menerimanya dan mengambil makok yang berisi sup di dalamnya. Mengambil sendok dan mulai menyuapkan nya pada Aludra. Anehnya Aludra memakan sup tersebut hingga tandas. “Anak pintar.” Ucap Danen dengan meletakan mangkuk yang sudah tandas isinya. “Tidak merasa mual?” Tanya Danen yang di jawab gelengan oleh Aludra. “Bagus. Bersiaplah kita kan ke dokter. Setelah itu kita akan persiapkan pernikahan kita.” Aludra mengangkat kepalanya dengan cepat ketika mendengar perkataan Danen. Keterkejutan tampak sangat jelas dari mata Aludra yang membulat. “Per...pernikahan?” “ Yup. Aku tak mungkin membiarkan anakku lahir tanpa status Aludra. Seharusnya kau tahu itu.” “Ta… tapi Danen bukankah kau terlalu terburu buru?” Danen menggeleng. “Bagian mana yang terburu buru, Aludra? Jangan bercanda, kita akan menikah satu minggu dari sekarang.” “Itu terlalu cepat, Danen.” “Lebih cepat lebih baik, Aludra.” Aludra menggeleng. "Satu bulan … satu bulan dari sekarang?” “Baiklah. lima hari lagi.” “Danen.” “Semakin kau menggulurnya semakin aku akan memajukannya, Aludra. Apa kau takut akan melukai kekasihmu yang b******k tersebut?” “Bu….bukan. Aku hanya merasa terlalu cepat.” “Tak ada penolakan. Satu minggu dari sekarang kita akan menikah. Dan kau bisa mengirim undangan pada kekasihmu itu. Lebih tepatnya mantan kekasih” Aludra hanya bisa mengangguk dengan pasrah. “Bersiaplah kita akan ke dokter kandungan.” *** Danen dan Aludra memasuki Dirgantara Hospital. Saat melihat ke arah Aludra, Danen dapat melihat kepucatan di wajah Aludra. “Tenanglah, Aludra. Ada aku disini.” Dan merengkuh Aludra dengan tangan besarnya. Berusaha membuat Aludra senyaman mungkin. Danen tahu mungkin Aludra masih memiliki rasa takut pada rumah sakit ini karena tempat inilah Aludra kehilangan mamanya. Saat memasuki ruangan periksa Danen merasakan genggaman Aludra yang mengerat pada baju yang ia kenakan. “Tenanglah, Aludra. Tarik nafas dan hembuskan dengan pelan.” Dan ucapan itu diikuti Aludra dengan baik. “Sudah merasa lebih baik?” Aludra mengangguk “Terima kasih.” Ucap Aludra dengan pelan. Danen hanya menganggukan kepalanya dan membuka pintu di depannya. Terlihat seorang dokter wanita yang menyambut keduanya dengan senyum di bibir. Aludra dan Danen pun duduk pada kursi yang berada tepat di depan dokter tersebut. “Langsung saja ya, Nyonya Aludra bisa tiduran dulu?” Aludra mengangguk dan mengikuti arahan sang dokter untuk duduk. “Permisi.” Sang dokter menyingkap baju yang Aludra kenakan. Danen berjalan mendekati keduanya. dan tanpa sadar Danen menggenggam tangan Aludra. Sang dokter mengoleskan gel pada perut Aludra. “Empat minggu. Usia kandungan empat minggu dan bayi dalam keadaan yang sehat. Semua normal. Sekarang kita lihat detak jantung.” Seketika suara detak jantung sang bayi membuat Danen membeku. Ada rasa bahagia yang amat sangat dalam hatinya bahkan hatinya merasakan kehangat untuk pertama kalinya dalam dirinya yang membeku belasan tahun yang lalu. Gambar hitam putih yang hanya terlihat seperti gumpalan di depannya itu benar benar bergerak dan hidup. Danen akan melakukan apa saja untuk membuat sang anak bahagia. Ia berjanji. Apapun akan ia lakukan untuk anaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD