Part 36

1669 Words
*** Danen keluar dari rumah sakit dengan wajah berseri seri dengan matamata yang tak lepas memandang sebuah foto di tangan kanannya. Tangan satunya lagi menggenggam tangan mungil Aludra yang berjalan di sampingnya dengan pikiran yang berkecamuk. "Apa warna kesukaanmu, Aludra?" Danen menolehkan kepala dengan senyum yang tidak luput dari kedua sudut bibirnya, namun senyum itu seketika luntur saat ia melemparkan tatapannya pada Aludra yang terdiam tidak menjawab pertanyaannya. "Aludra!!" Danen mengalungkan tangannya pada bahu Aludra dengan tangan yang masih menggenggam jemari mungil perempuan itu. Menarik Aludra pada pelukannya, "Apa yang kau pikirkan?" Tanyanya saat Aludra sudah tersadar dari lamunannya. "Ada apa, Danen?" Aludra mengerjapkan mata hitam legamnya. Menatap terkejut pada Danen. "Apa ada yang sedang kau pikirkan?" Danen menghentikan langkahnya saat mereka sudah sampai di sisi mobilnya. Ia menghadapkan badannya pada Aludra yang tampak linglung. "Aludra, katakan." Desak Danen sambil menyelipkan helaian rambut Aludra yang menutupi wajah ayu perempuan itu, "Kau ingat bukan kata dokter tadi. Wanita hamil seperti kau tidak boleh memikirkan banyak hal. Sekarang katakan padaku, apa yang mengganggu pikiranmu." "Aku baik-baik saja, Danen." Lirih Aludra, kemudian tangannya yang bebas memegang pelipisnya dengan sedikit meringis, "Kepalaku hanya sedikit pusing. Bisakah kita langsung pulang?" Danen menghela nafas sejenak, ia tahu ada yang sedang disembunyikan wanita hamil di hadapannya sekarang. Namun ia tidak ingin memaksa. "Baiklah, kita pulang sekarang." Danen membuka pintu mobil penumpang dan menutupnya ketika Aludra sudah duduk bersandar di jok mobil. Ia sedikit menurunkan jok mobilnya agar Aludra merasa nyaman. Kemudian memutari mobil dengan tangan yang menerima kunci mobilnya dari petugas valet. Memasuki mobilnya dan segera mengendarai nya keluar dari halaman rumah sakit. Bergabung dengan kendaraan lainnya di jalanan yang cukup ramai. "Tidurlah." Danen mengusap tangan mungil Aludra di atas perut wanita itu, tersenyum kecil ketika melihat mata Aludra yang mulai mengerjap karena kantuk. Matanya sesekali melirik pada Aludra yang mulai terlelap. Melihat wajah tenang Aludra, seketika menyejukkan hati Danen. Ia pun menurunkan tangan Aludra dari atas perut wanita itu, kemudian menarik tangannya kembali untuk meminggirkan mobil mewahnya sebelum kemudian menghadapkan badannya pada tubuh Aludra. Setelahnya, Danen mengusapkan tangannya pada perut wanita itu yang yang masih terlihat datar, "Hello, my Son. How are you?" Danen menyunggingkan senyumnya dengan lebar, "Jangan menyusahkan Mommy, Son. Kasihanilah dia, lihat sekarang Mommy mu sedang tertidur karena ulahmu." "Daddy janji akan memberikanmu hadiah apapun jika kau menurut pada Daddy mu ini. Tapi bukan sekarang, kau kan masih di dalam perut Mommy. Nanti, Daddy berjanji akan memberimu apapun yang kau mau jika kau sudah lahir di dunia." Danen semakin menyunggingkan senyumnya saat Aludra bergerak mencari posisi nyamannya. Danen melepaskan jaketnya saat tangan Aludra mengusap lengannya. Wanita itu pasti kedinginan. Ia pun membalutkan jaketnya pada tubuh ringkih Aludra kemudian mengecilkan suhu Ac mobil. **** "Apa kau tahu, Bram. Beberapa hari terakhir ini aku melihat sebuah drama romansa secara live." Danen memutar bola matanya ketika suara Alex menyambutnya di ruang makan. Tanpa mau repot menanggapinya, Danen mulai mendudukkan dirinya pada kursi. Memanggil pelayan dan menyuruhnya untuk membuat sup hangat untuk Aludra. Wanita itu ternyata masih terlelap saat ia hendak mengajaknya makan siang. Begitu pulas meringkuk pada ranjang dengan selimut tebal yang membalut tubuh Aludra, membuatnya tidak tega untuk membangunkannya. Mungkin ia bisa sedikit mengulur waktu makan siang Aludra sampai sup hangat wanita itu jadi. Istirahat memang penting, namun makan pun juga penting. "Dimana Aludra? Apa sup itu untuk dia?" Tanya Alex. "Kau sudah tahu jawabannya." Alex membulatkan mulutnya dengan dramatis, "Wah, kau benar-benar sesuatu, Danen. Apa kau benar-benar jatuh cinta dengan dokter hewan mu itu?" "Kami akan menikah seminggu lagi," Danen mengangkat pandangannya dari piring yang berisi makan siangnya, menatap Alex dan Bram bergantian, "Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan. Tidak perlu mewah, yang terpenting acara itu harus berjalan dengan tanpa gangguan dari para tikus-tikus diluar sana." Danen kembali melahap makan siangnya dan mengabaikan tatapan penuh keterkejutan Alex dan Bram. Kemudian berdiri ketika pelayan yang ia suruh untuk membuatkan sup datang menghampiri meja makan. Pelayan itu mengulurkan nampan berisi makan siang Aludra. Danen menerima uluran yang dibzerikan pelayan sesudah mengusap ujung bibirnya dengan tisu dan berjalan pergi meninggalkan ruang makan. "Danen!!" Danen terus berjalan mengabaikan Alex yang berteriak memanggil namanya. Ia menaiki tangga dan mengayunkan kakinya melewati lorong menuju kamar Aludra. "Aludra." Danen meletakkan nampan yang dibawa di atas nakas. Lalu duduk di samping ranjang dan menggoyangkan bahu Aludra pelan. "Aludra." "Enghh…" “Akhhh…" Danen dengan cepat menahan tubub Aludra saat wanita itu terjengit kaget. "Ini aku." Ucap Danen lembut. Danen dengan pelan membantu Aludra untuk duduk dengan nyaman. Setelah sudah yakin dengan posisi Aludra. “Ayo makan!” Tak ada sahutan dari Aludra, Danen pun mengngkat pandangannya dan melihat Aludra yang hanya menatap lurus ke depan. “Aludra.” Tak ada jawaban.” Danen pun mengulurkan tangannya menyentuh kea tangan kanan Aludra yang bertautan. “Aludra.” Aludra tersentak dari lamunannya. “Ya?” Jawab Aludra kikuk. “Jangan melamun, apa ada yang mengganggu pikiranmu? Katakan saja. kau tahukan telalu banyak piiran dapt berpengaruh pada janin di perut mu” “Ti….tidak ada.” “Katakan saja, Aludra.” “Aku…..Apa tak bisa pernikahannya diundur terlebih dahulu, Danen?” Seketika tatapan Danen menggelap, tangannya mencengkram mangkuk dengan sangat kuat tanpa perduli bisa saja mangkuk dalam genggamannya itu bisa pecah dan menumpahkan isinya yang masih panas. “Katakan lagi, Aludra?” Desis Danen. Seketika perempuan itu menundukan kepalanya dalam-dala, “Aku…. aku hanya merasa satu minggu terlalu cepat Danen dan itu tak membuatku nyaman.” “Bukan karena kau takut mantan kekasihmu itu akan kecewa kepadamu?” Aludra hanya terdiam mendengar prasangka Danen. “Jangan hanya karena kau mengandung darah dagingku kau beranggapan bisa menggantikanku, Aludra.” Aludra menggeleng lemah mendengar ucapan Danen. Dan semakin terkejut ketika Danen menjatuhkan mangkuk digenggamannya, membuat sup panas di dalam tumpah ke lantai. Namun bukannya menyingkir Danen tetap duduk diam di posisinya. “Danen.” “Jika kau terus berusaha menolak pernikahan kita. Maka pilihanmu hanya dua,Aludra. Gugurkan kandunganmu atau kau boleh keluar dari mansion ini dengan syarat setelah melahirkan semua hak asuh anak itu berada di tanganku dan kau tidak akan boleh menemuinya selamanya.” Ultimatum Danen sukses membuat Aludra menagis detik itu juga. “Tidak, jangan.” Dengan Air mata yang mengalir deras dan tangan yang melingkari perut seolah berusaha melindungi jabang bayi di dalamnya.”Hanya undur satu minggu…. satu minggu saja. aku janji tak akan menolaknya lagi. Biarkan tubuhku benar benar bugar. Hanya itu.” Mohon Aludra. Danen berusaha memadamkan amarahnya mengingat kandungan Aludra. Tak boleh lepas kendali. Dengan pelan Danen menghembuskan nafasnya pelan, berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar Aludra, berhenti di ambang pintu dengan tangan yang memegang gagang pintu. “Baik. pernikahan akan dilaksanakan dua minggu dari sekarang,” Dan Danen menghilang dari pintu kamar Aludra. Saat keluar dari kamar Aludra, beberapa sudah berada tepat di depan pintu tersebut. "Ambilkan makanan lagi untuk Dokter Aludra dan bersihkan kekacauan di dalam!" Kemudian pria itu berlalu pergi tanpa memperdulikan pandangan beberapa pelayan, Alex dan Bram yang melihat kejadian tersebut. Danen memasuki kandang Black. "Mau menemaniku, Black?" Ucap Danen dengan tangan yang membelai surai indah Black. "Baiklah. Ayo sayang." Danen pun membuka kandang Black, dan menaiki hewan hitam pekat yang cantik bagi Danen. Danen menunggangi Black dengan mata yang terpejam. Menikmati hembusan angin di sepanjang hutan buatannya. Melewati jembatan di atas Danau dan berhenti di padang rumput dekat Danau. Danen menidurkan badannya menghadap langit dengan Black yang duduk di sampingnya dan terus memakan rumput rumput di sekitarnya. "Aku akan menjadi Ayah, Black. Aku senang namun masih ada perasaan takut di hatiku. Apakah aku bisa menjadi ayah yang baik. Dan aku juga marah karena Aludra yang terus saja mengulur waktu untuk menikah denganku. Apakah menurutmu dia masih berharap dengan kekasih brengseknya itu?" Tak ada jawab dari Black, hewan itu hanya terus menerus mengunyah rumput di mulutnya. "Aku ingin membanting semua yang ada di hadapanku, namun mengingat kandungan Aludra. Tak mungkin aku bisa melakukannya. Sangat berat harus menikahi Aludra mengingat ia anak dari Chandra. Apa yang harus ku lakukan?" Lagi lagi Danen meraup udara sebanyak banyaknya dan menghembuskannya secara kasar. Danen berdiri dari duduknya dan melepaskan kaos yang ia kenakan. Mulai mendekati air danau dan mulai melakukan aktivitas favoritnya untuk meredakan amarah. Berenang dalam danau tanpa memperdulikan air dingin dari danau. **** Danen memasuki mansion dengan celana yang basah kuyup dan berjalan menuju kamar miliknya, namun baru saja ia membuka daun pintu seorang pelayan datang dengan tergesa gesa. "Tuan….tuan." "Ada apa?" "Dokter Aludra…" Belum selesai Sang pelayan berbicara sang tuan sudah berlari menuju kamar Aludra. Membuka kamar Aludra dengan tanpa kesabaran, semua kekacauan sudah bersih, dan ia tak menemukan Aludra di atas kasur, ia pun berjalan dengan cepat menuju kamar mandi dan kaget saat menemukan Aludra yang terduduk lemas lantai kamar mandi dekat kloset. Muntah lagi. Dengan cepat Danen berjalan menuju Aludra dan menggendong perempuan itu, tanpa memperdulikan celananya yang masih basah. Meletakan Aludra di atas kasur dan menyelimuti Aludra. Berdecak begitu melihat mangkuk sup yang masih terisi banyak. "Tidurlah. Aku akan mengganti baju sebentar." Aludra hanya berkedip sebagai respon karena badan yang terlalu lenah. Danrn berjalan menuju kamarnya dan lima belas menit kemudian keluar dengan baju santainya. Kaos hitam dan celana hitam pendek kesukaannya. Danen berjalan menuju kamar Aludra namun berhenti karena sebuah suara yang menjengkelka. "Wah… wah calon pengantin kita sangat tidak sabar. Ah… lupa kan masih dua minggu lagi" Dan seketika sebuah belati mengarah pada sumber suara. Alex. Sayangnya pria tak tahu diri itu dengan cepat menunduk sehingga belati itu menancap tepat pada lukisan yang ada di atas kepala Alex. "Sialan Danen aku hanya bercanda." "Aku juga hanya bercanda." Ucap Danen sambil berlalu. "Sialan kau, Danen. Bercanda mu tapi hampir membunuhku." Maki Alex menjadi jadi. Tanpa memperdulikan Alex, Danen memasuki kamar Aludra. Dan melihat Aludra tetap berada di posisi sama ketika ia tinggalkan. Danen pun mendekat dan mulai menyuapi Aludra. Dan anehnya seperti tadi pagi. Makanan habis tanpa rasa mual sama sekali. 'Ah… anaknya yang pintar. Sedang ingin bermanja dengan ayahnya.' Ada sedikit rasa bersalah karena membiarkan Aludra tidak makan karena emosinya. Namun posisinya Aludra sudah menguji kemarahannya. Dan Danen terpancing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD