Part 37

1421 Words
*** Danen lagi lagi resah mendengar suara Aludra yang muntah muntah. Dengan langkah lebarnya, Danen memasuki kamar Aludra. Membuka kamar mandi kamar tersebut dan lagi lagi melihat Aludra yang hanya duduk di depan closet dengan lemas. Danen menutup kloset tersebut, mengangkat Aludra dan duduk di atas closet dengan Aludra yang berada di pangkuannya. "Masih merasa mual?" Tanya Danen lembut dengan tangan yang terus mengusap lembut punggung Aludra. Aludra hanya menggeleng dengan lemah dalam pelukan Danen. Kepalanya bersandar dengan nyaman di d**a Danen. Merasa Aludra mulai tenang, Danen mengangkat Aludra dan membawanya menuju kasur wanita tersebut. Membaringkan Aludra dan menyelimuti Aludra hingga ke d**a Aludra. "Istirahatlah, aku akan membawakan sarapan untukmu. Ingin memakan sesuatu?" Tanya Danen lembut. Aludra menggeleng pelan untuk yang kedua kalinya. Danen pun menuruni ranjang Aludra dan berjalan ke arah pintu. "Siapkan sarapan untuk Dokter Aludra satu jam lagi. Dan panggilkan Bram." Danen menduduki sofa taman belakang yang sepi dengan pemandangan yang menenangkan. Untung tidak ada Alex yang mengganggunya. Karena mood nya seketika jelek jika berhadapan dengan Alex yang sangat banyak bicara. Apalagi akhir-akhir ini pria itu sangat sering mengolok-olok nya perihal pernikahannya dengan Aludra. "Ada apa mencariku?" Suara Bram terdengar dari belakang Danen. Namun pria itu hanya terdiam menikmati pemandangan di depannya. Bram duduk tepat di samping Danen. Tak berselang lama seorang pelayan datang membawakan sarapan untuk kedua nya. Dua porsi Avocado toast dan banana smoothie tersaji di atas meja. Dengan tenang keduanya menikmati sarapan tersebut. "Siapkan semua pernikahanku dan Aludra untuk dua minggu kedepan." Ucap Danen setelah menyelesaikan sarapannya. "Bukankah satu minggu lagi ucapmu kemarin?" Bingung Bram. "Ya benar, tapi sepertinya perlu di undur apalagi melihat keadaan Aludra sekarang yang masih sangat lemah. Mudah muntah." Terang Danen. Bram hanya mengangguk memahami maksud dari sahabatnya itu. "Apa kita akan mengundang Jivar dan Augra? "Tentu, bukankah kita harus berbagi berita menyenangkan?" Apa lagi hal menyenangkan bagi kita itu dapat membuat seseorang marah jika disebarkan? "Baiklah, aku akan mengurusnya." Danen mengangguk dan kembali melahap makanannya. Dengan pandangan yang tidak lepas dari pemandangan indah di hadapannya, namun pikirannya penuh dengan sosok Aludra yang mengganggu pikirannya bebehari terakhir karena morning sickness yang dialami wanita itu. "Bagaimana keadaan, Aludra?" "Sedikit tidak baik," Danen menghela nafasnya dengan berat. Pemandangan Aludra yang muntah-muntah terus menerus memenuhi pikirannya dan itu membuatnya sangat merasa kasihan dengan wanita itu, "Aku bahkan tidak tahu harus melakukan apa, Bram. Jika bisa, aku ingin menggantikan posisi Aludra." Bram tersenyum melihat wajah sendu Danen. Bukan karena ia senang, namun karena perkataan Danen yang sangat menjelaskan bahwa pria itu mengkhawatirkan Aludra. Yang berarti Danen telah jatuh cinta pada Aludra. "Apa kau merasakan sesuatu yang aneh saat berada dekat dengan Aludra?" Danen mengerutkan keningnya, "Sesuatu apa?" "Apa kau berdebar saat berada dekat dengan Aludra?" Danen terdiam, ya ia memang merasakan debaran itu. Namun ia tidak tahu kenapa Bram menanyakannya. Memang, ia sering dibuat bingung dengan jantungnya yang tiba-tiba berdebar saat berada di dekat Aludra. Bahkan setiap berada dekat dengan wanita itu pun ia sering dibuat tidak nyaman dengan debaran pada jantungnya yang tiba-tiba menyerangnya. "Memangnya kenapa, Bram?" "Itu karena kau sudah jatuh cinta dengannya, Danen." **** Danen menghentikan mobilnya tepat di depam gerbang mansion miliknya ketika melihat mobil Jivar terparkir di luar gerbang. Ia menurunkan jendela mobil dan sedikit menurunkan kacamata hitam yang ia kenakan. Menatap pada Jivar yang langsung menghampiri mobilnya. "Dimana Aludra, b******k?!!" Sambar Jivar dengan cepat. Dengan tatapan tajam yang mengarah tepat pada mata hazel milik Danen. "Calm down, Tuan Jivar. Tidak perlu berteriak seperti itu." "Kau yang tidak perlu banyak bicara, Danen. Cepat katakan dimana Aludra." "Dia aman, bersamaku. Kau tidak perlu repot-repot mencarinya lagi mulai detik ini," Danen meraih sesuatu pada dashboard mobil, lalu mengulurkannya pada Jivar dengan kedua jari telunjuk dan jari tengahnya, "Karena sebentar lagi Aludra akan menjadi istriku. Yang artinya kau tidak boleh mengganggunya lagi." Danen tersenyum tipis melihat kebungkaman Jivar yang menatap nanar pada sebuah undangan yang ia ulurkan untuk pria itu. Sepertinya ia kembali berhasil membuat Jivar cemburu padanya. "Apa apaan ini, Danen. Apa kau sudah gila!!" Sembur Jivar. "Gila? Sepertinya kata-kata itu lebih cocok untukmu, Jivar. Pria gila yang suka berbuat kasar pada wanita. Dan lagi, memarahi Aludra saat dia berada dekat denganku sedangkan kau sendiri selingkuh di belakangnya." "Selingkuh? Jangan mengada-ada kau, Danen. Aku sama sekali tidak pernah berselingkuh di belakang Aludra." "Oh ya? Tapi kenapa aku merasa tidak yakin dengan apa yang kau ucapkan? Apa itu karena aku sudah melihat sendiri buktinya dengan mata kepalaku? Sepertinya iya." Jivar melemparkan pukulannya pada badan mobil Danen dengan seluruh emosi yang melanda pria itu. Wajahnya merah padam karena amarah yang menyerangnya. "Omong kosong, aku sama sekali tidak pernah berselingkuh. Dan aku tidak akan pernah membiarkan kalian menikah begitu saja." "Aku tidak peduli. Karena yang kulakukan sekarang hanya ingin membagikan kabar gembira ini untukmu. Kau boleh datang, boleh juga tidak. Itu terserah padamu. Dan sebaiknya kau segera pergi dari sini, Jivar. Karena mansionku tidak menerima barang kotor." Danen melemparkan undangan pernikahannya dan kembali menaikkan kacamata nya. Menutup jendela mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan diatas rata-rata meninggalkan Jivar mengepalkan kedua tangannya dengan seluruh emosi yang memenuhi pria itu. Danen tersenyum penuh kemenangan mendengar teriakan Jivar yang penuh dengan kemarahan. Sangat senang karena lagi-lagi ia berhasil membuat Jivar marah karena ulahnya. Mungkin ia akan lebih senang lagi jika melihat wajah pria itu saat mendatangi pernikahannya dengan Aludra yang akan terlaksana tiga hari lagi. Danen semakin melebarkan senyumnya mengingat perkataan Bram minggu lagu. Apakah benar ia sudah jatuh cinta dengan Aludra? Danen menggelengkan kepalanya dengan senyum yang tak lepas dari kedua sudut bibirnya. Ia menambah kecepatan pada mobilnya, melajukan mobilnya dengan cepat agar ia segera sampai di kantor dan menyelesaikan pekerjaannya. Ia ingin cepat-cepat pulang untuk melihat wajah Aludra. Entah apa yang membuatnya bertingkah aneh seperti ini. Yang jelas, semenjak Bram menyatakan bahwa ia sudah jatuh cinta pada Aludra semua sikapnya pada wanita itu sedikit demi sedikit berubah. Sedikit aneh, namun ia senang. **** "Aludra!!" Danen membuka pelan pintu kamar Aludra dan kerutan pada dahinya segera tercipta saat menemukan kekosongan pada kamar wanita tersebut. Danen pun melangkahkan kakinya lebar-lebar memasuki kamar Aludra. "Aludra!!" "Tuan." Danen membalikkan badannya, menatap pada seorang pelayan yang berdiri di tengah-tengah pintu kamar Aludra. "Dimana Aludra?" "Nyonya Aludra ada di taman belakang, Tuan." "Taman belakang? Bukankah sudah kuperingatkan kau untuk menyuruhnya masuk jika jam sudah menunjukkan pukul setengah lima?!! Kau tahu sekarang sudah jam berapa dan kenapa dia masih ada diluar sana?!!!" Murka Danen. "Maaf, Tuan." Pelayan tersebut menundukkan kepalanya dalam-dalam mendengar amukan sang tuan. Danen membuang nafasnya kasar dan segera melangkahkan kakinya lebar-lebar keluar kamar Aludra. Menabrak bahu pelayannya yang belum sempat minggir dari pintu kamar Aludra. "Apa yang kau lakukan jam segini disini, Aludra. Bukankah sudah kubilang, udara malam tidak baik untuk wanita hamil sepertimu." Danen menyampirkan jasnya pada bahu Aludra, membuat wanita itu terjengit kaget dengan kedatangan Danen yang secara tiba-tiba. "Sekarang masuk." "Sebentar lagi, Danen." "Tidak ada sebentar lagi, Aludra. Kau tahu, seharusnya kau sudah masuk sejak satu setengah jam yang lalu." "Aku hanya sedang ingin diluar, Danen." "Tapi ini sudah malam, Aludra. Udara malam tidak baik untukmu." "Sekali ini saja, Danen. Kumohon." Danen memalingkan wajahnya saat Aludra menatapnya dengan tatapan memohon wanita itu. Ia selalu lemah jika Aludra sudah memberikan tatapan memohon wanita itu padanya. Apalagi perkataan Aludra yang sedikit merengek padanya. Membuatnya merasa tidak tega dan mau tidak mau harus menuruti permintaan wanita itu. "Baiklah lima menit lagi." "Tidak, lima belas menit lagi, Danen." "Sepuluh atau tidak sama sekali." Aludra mengerucutkan bibirnya, "Baiklah, sepuluh menit." "Bagus." Danen merangkulkan lengannya pada bahu Aludra untuk memberikan wanita hamil itu kehangatan. Ia tidak mau Aludra kedinginan karena udara malam. **** Tepat lima belas menit yang lalu sang pastor mengatakan jika Danen dan Aludra telah resmi menjadi sepasang suami istri. Dengan Alex beserta Bram yang menjadi saksi untuk ke duanya. Danen memang menikah secara tertutup hanya ada Alex, Bram sebagai saksi. Namun tidak untuk pesta pernikahan mereka . Aula hotel besar miliknya di presiden sudah disulap seindah mungkin oleh petugas WO. Dan siapapun yang melihat hanya akan terdiam kagum melihatnya. Ribuan tamu sudah datang memenuhi Aula tersebut sejak sebelum pesta dimulai. Menikmati hidangan mewah yang tersaji diiringi sebuah lagu yang indah dari seorang penyanyi terkenal. Aludra tampak cantik dengan gaun violet miliknya yang sangat pas di badan mungilnya. Membuat siapa saja yang melihatnya akan terkagum kagum. Piyar….. Suara pecahan gelas mencuri perhatian siapa saja yang mendengar di dalam pesta tersebut. Saat Danen dan Aludra melihat arah suara tersebut. Danen dapat merasakan ketegangan di dalam diri Aludra yang berada dalam rengkuhannya. Melihat sang pelaku, Danen semakin mengeratkan tangan kanannya yang melingkari perut Aludra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD