Part 29

2108 Words
*** Danen terus menerus mencuri pandang pada perempuan di sampingnya itu. Melihat wajah sendu dokter kesayangan Roxy itu entah mengapa membuat hatinya sedikit tercubit. Suara deringan handphone Aludra bagaikan angin sejuk yang melesak ke dalam keheningan tersebut. "Hallo?" Terdengar suara lirih Aludra di telinga Danen. "......" Aludra mengangguk mendengar suara dari seberang. "Aku akan kesana sekarang. Baik." Danen melihat keraguan dalam mata Aludra. "Katakan saja Aludra." Aludra berdehem sejenak sebelum melirikkan mata pada Danen yang hanya terdiam duduk di sampingnya. "Em… bisakah kau mengantarku ke klinik Dokter Faris terlebih dahulu?" Danen hanya merespon dengan satu alis yang terangkat. Pintu gerbang mansion di depan mata dan Aludra memintanya berputar balik? "Aku harus mengambil obat Felix yang baru datang dari Amerika." Ucap Aludra lirih. Ah… seperti majikan Mr. Grey itu takut karena respon yang Danen berikan. Melihat Aludra menjadi kerdil di sampingnya, seperti Mr. Grey yang selalu menyambut kedatangannya di depan pintu mansion saat ia pulang bekerja. "Baiklah. Namun sepertinya kau butuh mengobati lukamu terlebih dahulu." Danen menyerahkan kotak P3K kecil yang ada di dashboard mobilnya. Aludra menerima kotak P3K dari Danen yang masih menatapnya dengan satu alis yang terangkat satu. "Terima kasih. Aku hutang budi banyak kepadamu Danen." Aludra memeluk kotak dalam genggamannya itu dengan sedikit mencengkram dan menundukan kepalanya dalam. Merasa telah merepotkan Danen karena pria itu sudah sangat sering membantunya. "Tak apa, aku hanya tidak suka melihat pria melakukan kekerasan pada perempuan. Menurutku seseorang pria yang memukul perempuan cukup bisa dikatakan loser." Danen sadar perkataannya semakin membuat Aludra menunduk dalam. Namun bagaimanapun Aludra, perempuan itu harus sadar sebajingan apa kekasihnya itu. Salah lebih tepatnya mantan kekasih. Bukankah tadi Aludra sudah mengatakan putus pada pria b******k tadi. "Lukamu, Aludra." Danen gemas sendiri melihat Aludra yang bukannya mengobati lukanya justru melamun. Entah apa yang ada dalam pikiran otak mungil milik Dokter Aludra. Bisa jadi ia mulai menyesal pernah menjalin kasih dengan Jivar. Ya, memang sudah seharusnya perempuan itu menyesal. Pria b******k seperti Jivar memang tidak pantas memiliki seorang kekasih. "Oh… ya, aku akan mengobati lukaku." Danen berdecak melihat kelakuan Aludra. Bagaimana mungkin Chandra memiliki anak yang berkebalikan dari sifatnya. Atau mungkin karena itulah Chandra menyimpan rapat rapat tentang keberadaan Aludra. Danen menepikan mobil yang ia kendarai, merebut kembali kotak P3K itu, membukanya. "Kenapa kau sangat lambat, Aludra." Geram Danen. Pria itu menjauhkan kotak obat itu dari jangkauan Aludra ketika perempuan itu hendak meraihnya kembali. "Aku bisa melakukannya sendiri, Danen." "Aku pun bisa melakukannya." Danen mulai mengambil kapas dan menuangkan obat cair di atas kapas tersebut. Mengoleskan tepat di pipi Aludra yang memerah. Danen mendongakan wajah Aludra dengan pelan karena perempuan itu terus saja menundukan kepala dan hal itu menyulitkan Danen untuk melakukan pekerjaannya. Dan tatapan keduanya pun bertemu. Danen bisa menyelam pada bola mata hitam pekat milik Aludra. Kecewa, menyesal, sakit hati dan…. malu terlihat bersamaan dalam bola mata itu. Saat Danen masih menyelami bola mata itu. Tanpa ia sadari Aludra sudah merebut salep penghilang bekas luka pada tangan Danen. "A...aku bisa melakukannya sendiri." Aludra duduk membelakangi Danen dan berkaca pada kaca mobil Danen untuk mengoleskan salep tersebut. Dan keduanya pun terdiam canggung. " Ekhem." Danen mulai menjalankan mobilnya menuju klinik dokter Faris. Empat puluh lima menit kemudian, mobil Danen memasuki kawasan parkir klinik Dokter Faris. Keduanya berjalan berdampingan memasuki klinik Dokter Faris. Dan hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian. Ini bukan pertama kali mereka datang secara bersamaan. Apalagi dengan berita baru baru ini yang mengatakan bahwa keduanya hadir berpasangan saat mendatangi pesta dari Kendrick Grup. Danen tahu jika dia dan Aludra menjadi pusat dan ia pun menikmatinya. Dan hampir saja ia mengeluarkan tawanya, ketika melihat bagaimana Aludra berusaha mempercepat langkah kakinya yang mungil itu untuk segera sampai ke ruangan Dokter Faris. Dan Danen bisa menyikapinya dengan langkah santai miliknya. Berjalan di belakang Aludra sambil terkekeh pelan melihat tingkah perempuan itu. **** Danen melajukan mobil miliknya dengan pelan, namun ia merasa ada yang aneh dengan beberapa mobil di belakangnya. Merasa curiga, ia pun mempercepat laju mobilnya dan hal itu diikuti oleh tiga mobil di belakangnya. Sial, seseorang mengikutinya. "Berpegangan yang erat, Aludra." Dan detik itu juga Danen menekan penuh pada pegal gas mobilnya. Membuat Aludra tersentak takut dengan mata terbelalak. "Danen." Aludra mencengkram pegangan pada bagian pintu mobil. Melirikkan mata pada wajah serius Danen yang fokus pada jalanan. "Tenang. Aku berjanji kita akan selamat." "Sial." Maki Danen ketika melihat bahwa mobilnya menuju jalan yang sangat sepi. Dan tentu saja masih sangat jauh dari mansion nya. Kedua tangannya mencengkram erat pada setir mobil. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh dan tidak membiarkan mobil di belakangnya mendekati mobil mewahnya. Nada dering handphone yang berasal dari sling bag Aludra memecah suasana mencekam dari dalam mobil itu. Danen menggeram ketika Aludra tidak juga mengangkat panggilan tersebut. "Tidak bisakah kau mengangkat panggilan itu, Aludra. Suara handphone mu membuat fokusku pecah." Aludra hanya terdiam mematung melihat nama yang tertera di layar handphone nya. Nama mantan kekasihnya terpampang dengan sangat jelas disana. "Angkat, Aludra." Brughh…. "Arghh…." Aludra berteriak terkejut. Danen menggeram marah ketika mobil bagian belakangnya berhasil tertabrak. Ia meraih dengan cepat handphone milik Aludra yang masih berdering. Melirik namanya sejenak sebelum mematikannya dan melemparnya ke belakang." "Danen…." "Diam!!" Aludra menatap nanar pada Danen yang baru saja melemparkan handphone nya. Kemudian ia berteriak kencang ketika mendengar suara tembakan yang mengarah tepat di kaca sampingnya. Dan untungnya semua kaca mobil Danen adalah kaca anti peluru. Danen mengulurkan satu tangannya untuk menundukkan kepala Aludra. "Sial. Teruslah menunduk, Aludra. Dan buka dashboard di depanmu. Duduklah dibawah." Aludra masih tak bergerak. "Aludra, cepat!" Aludra dengan cepat menudruti perkataan Danen. Lalu membuka dashboard di depannya dan tercengang dengan apa yang ada di dalamnya. Dua pistol dengan beberapa magazen cadangan. " Berikan kepadaku!" Dengan tangan gemetar gadis itu memberikan salah satu pistol pada Danen. Danen memutar setir dan membuatnya berlawanan arah dengan mobil mobil yang mengikutinya. "Ambil pistol itu sebagai senjatamu." "A...aku." "Ikuti saja perkataanku Aludra. Jika kau ingin selamat." Dengan tangan yang masih gemetar dan posisi yang menunduk atau lebih tepatnya duduk di lantai mobil, Aludra mengikuti perintah Danen. Dan saat itu juga Danen membuka kaca di sampingnya dan mulai menembak dan membuat salah satu dari tiga mobil yang mengikuti kehilangan kendali dan menabrak pohon yang cukup besar. 'Tinggal dua. Tapi aku tidak boleh lemah.' Suara tembakan dari dua mobil yang tersisa masih menggema. Danen pun menekan pegal gas dengan kecepatan paling tinggi dengan arah mundur. Dan. BRAK…… Mobil bagian belakang Dan pun menabrak mobil di belakangnya itu hingga membuat beberapa orang di dalamnya tak cukup mampu untuk bergerak. Entah pingsan atau meninggal. Danen tak peduli. Dan sekarang tinggal satu. Magazennya habis. Ia tak punya senjata lagi hanya tinggal satu yang akan menjadi senjata Aludra. 'Masih ada beberapa belati.' Ia lupa untuk membawa pistol laser miliknya tadi. Dan sekarang ia menyesalinya. Tidak ada cara lain. Danen menghentikan mobilnya. "Tetap di mobil apapun yang terjadi. Paham!" Aludra hanya membalas dengan anggukan lemahnya. Danen melepaskan sabuk pengaman nya. "Ma… mau kemana?" Tanya Aludra dengan gagap. Danen mengulurkan tangannya mengusap rambut halus Aludra. Membuat perempuan itu tertegun. "Tunggu saja." Danen membuka pintu mobil saat sudah yakin musuh kehabisan peluru. Dan benar saja. Empat laki laki berbadan besar keluar dari mobil yang mengikutinya dan berlari mendekati Danen. Seorang pria menodongkan pisau ke arah Danen. Namun pria berusia tiga puluh tahun itu terus berhasil menghindar. Hingga tiba tiba seseorang memegang nya dari belakang. Danen menendang orang di depannya itu dan roll ke arah belakang badannya sehingga pada akhirnya posisinya terbalik ialah yang bisa mencekik lawan dan menancapkan belati kecilnya tepat bagian kakinya pria tersebut. " Arghh….. " Teriak musuh Danen kesakitan karena belati yang menancap tepat pada kaki kanannya. Seseorang berlari dengan membawa belati menyerang Danen membabi buta. Danen pun terus menghindar dari belati tersebut. "Arghhh….." Teriakan Aludra membuat konsentrasi Danen pecah dan sebuah belati menggores tepat di bahunya membuat Danen berdesis kesakitan. Danen pun membalas dengan sebuah tendangan yang sangat keras. Pria itu sedikit terpental pisau di genggaman pria itu lepas. Dan dengan cepat Danen mengambil belati miliknya dan menancapkan tepat di paha pria itu membuat pria tersebut triak kesakitan Aludra terus berteriak di dalam mobil karena seorang komplotan tersebut terus berusaha membuka mobil Danen. Dan pria tersebut berhasil membawa keluar Aludra dengan merusak kan kaca mobil dengan batu besar di tangannya. Danen berlari ke arah mobilnya dan mendekati orang tersebut. Ia memberikan tendangan yang sangat keras membuat pria berbaju hitam dan topeng tersebut terjengkal. "Bersembunyi lah, Aludra." Aludra pun bersembunyi di belakang mobil milik Danen. Sedangkan Danen bertarung dengan belati di tangan nya begitu pula musuhnya. Keduanya saling menyerang dengan baik hingga Danen untuk kedua kalinya mendapat luka goresan di wajahnya. Dengan geram Danen menyerang dan menancapkan luka tepat di paha orang tersebut. Membuat teriak kesakitan benar benar terdengar. Dan dengan kekuatan yang tersisah Danen memukul tengkuk orang tersebut sehingga membuat musuhnya pingsan seketika. "Berani beraninya kau melukaiku." Lagi lagi teriakan Aludra terdengar. Danen terkejut ketika seorang laki laki bertubuh besar menyeret Aludra dengan menarik rambut perempuan tersebut. Danen berlari mendekat dengan sisah tenang miliknya. Pria tersebut mengeluarkan belatinya dan siap menusuk ke arah Aludra, namun gagal ketika Danen menangkap dan menggenggam sisi tajam dengan tangan kanannya. "DANEN." Trial Aludra kaget dengan aksi Danen. Begitu juga sang musuh yang terkejut dengan tindakan Danen . Sekaligus senang bisa melukai Danen. Membuat Danen semakin lemah. "Serahkan dia kepadaku." Desis Danen dengan tajam "HAHAHAHA. Dengan syarat." Danen melihat wajah ketakutan Aludra yang membuat bibirnya memutih. Saking pucatnya. "Katakan." Danen berjalan dengan pelan-pelan mendekat. Dan ketika pria tersebut menikmati tawa kerasnya dengan cepat Danen mengambil pistol yang dilemparkan Aludra secara diam diam kepadanya. 'Nikmatilah neraka yang kalian ciptakan.' Dan suara tembak pun menggema. Danen mendekap tubuh mungil Aludra dengan lemas. "Tenanglah, ada aku disini." Kata Danen sambil memegang bahu Aludra yang tampak pucat. Darah seolah menghilang dari wajah perempuan itu. Yang menandakan bahwa perempuan itu sedang tidak baik-baik saja. Aludra hanya bisa mengangguk lemah. Danen pun merangkul bahu Aludra dan menuntunnya masuk ke dalam mobil miliknya yang bagian kacanya sudah hilang. Ia membuka pintu bagian belakang mobil. "Sebaiknya kau duduk di belakang." Danen mendudukkan Aludra. Lalu menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah perempuan itu. Melihat luka miliknya, tan memungkinkan Danen untuk pulang ke mansion dengan jarak yang lumayan jauh. Ia pun memutuskan untuk pergi ke salah satu hotel miliknya. *** Aludra terus mengeluarkan air matanya ketika melihat darah yang terus mengalir dari tangan Danen karena menyelamatkannya tadi. "Aku tidak apa apa Aludra, jadi berhentilah menangis sebelum aku membuatmu menyuruhmu keluar." Dan seketika tangis Aludra berhenti hanya terdengar suara sesenggukan saja. Dengan telaten perempuan itu mengobati semua luka pada tubuh Danen. 'Sial sekali ia hari ini. Mulai dari Jivat dan sekarang seseorang menyerangnya dan sekarang ia harus satu kamar dengan Aludra karena semua kamar yang sudah full. Hanya kamar yang khusus untuk dirinya lah yang tersisah. Apakah p*********n ini dengan orang yang sama saat di depan mansionnya dulu? Atau saat di bali? Kepalanya mulai pusing. Ia butuh angin segar. Danen pun berjalan ke arah balkon dan melihat Aludra melamun di sana. Setelah mengobati lukanya perempuan itu memang tak kembali duduk di sofa bersamanya. "Merasa berat hari ini?" Ucap Danen memcahkan keheningan. "Ya." Dan suar panggilan terdengar lagi dari dalam kamar. Memang sejak tadi handphone Aludra tak berhenti berbunyi. Dengan panghilan dari orang yang sama. "Boleh aku mematikannya." Tawa Danen. "Ya, silahkan." Ucap Aludra dengan acuh. Danen tahu jiak perempuan itu cukup lelah dengan beberapa hari ini. Danen berjalan memasuki kamar dan mengangkat panggilan tersebut. "Akhirnya kau mengangkat panggilanku sayang. Aku yakin tadi kau pasti hanya bercanda." Ucapan Jivar dari seberang. "Maaf. Aludra Sedang tidak bisa diganggu." Dan Danen mematikan sambungan secara sepihak. Namun ia sempat mendengar kalimat u*****n dari Jivar. Danen berjalan menuju meja dan mengambil dua gelas red wine di sana. Membawanya kepada Aludra. "Minumlah akan membuat tubuhmu sedikit hangat." Danen menyerahkan satu gelas kepada Aludra dan minum miliknya. Danen menaikan kedua alisnya ketika Aludra menghabiskan red wine miliknya dengan sekali teguk. Kemudian mengusap bibirnya dengan telapak tangan. Se frustasi itu kah Audra? Sedikit iba mengingat beberapa hari ini Danen melihat secara langsung bagaimana perempuan di depannya ini berulang kali di siksa dengan cara yang sama oleh seorang laki laki. Apa lagi dengan p*********n tadi pasti membuat permpuan itu cukup frustasi "Lagi? " Tawar Danen yang di balas anggukan oleh Aludra. Danen pun mengambil sebotol red wine tadi dan menuangkannya pada gelas Aludra. Lagi lagi perempuan itu meminumnya dengan sekali teguk. Dan hal itu terus menerus terjadi. Danen hanya melihat dan meminum red wine miliknya. Danen melihat wajah Aludra yang sudah memerah dan ingin menghentikan Aludra yang terus menerus minum. Saat Danen memegang tangan Aludra untuk menghentikan perempuan itu. Keduanya saling menatap dan entah siapa yang memulai. Bibir keduanya pun saling menempel dan malam pun semakin gelap. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD