Part 30

1410 Words
*** Nada dering pada handphone Danen membuat pria itu mengerang. Merasa malas untuk bangun dari tidur nyenyaknya. Pria berusia jangkun itu bukannya membuka matanya, justru mengeratkan pelukan pada gulung empuk yang berada dalam rangkulannya. Namun Danen mengerutkan dahi saat merasa balasan rengkuhan dari gulung yang ia peluk. Seketika bayangan kejadian semalam menghantam ingatannya. Ia dan Aludra, berciuman dan ……. Seketika kedua mata Danen terbuka dengan lebar. Kedua mata hazelnya menangkap seorang perempuan dengan wajah sembab namun cantiknya. Kedua mata perempuan itu terpejam semakin cantik dengan bulu mata lentik milik perempuan itu, Hidung kecil mancungnya dan bibir merah ceri. Danen meneguk liurnya ketika melihat bibir kecil nan tebal milik Aludra. Ya perempuan itu Aludra. Danen mendekatkan wajahnya pada Aludra namun berhenti karena mata gadis tersebut terbuka. **** Keheningan yang memenuhi suasana dalam mobil baru milik Danen membuat keduanya merasa sangat canggung. Apalagi dengan kejadian yang menimpa mereka semalam. Danen berdehem sejenak untuk memecah keheningan yang sangat membuatnya tidak nyaman. Rasa bersalah memenuhi hatinya sangat dalam. Apalagi mengingat ia adalah pria yang sudah mengambil harta berharga milik Aludra. "Maaf…." "Tidak perlu, Danen. Ini juga kesalahanku. Kesalahan kita, jadi cukup lupakan," potong Aludra cepat. "Ya, kau benar. Tapi tetap saja kecelakaan itu berawal dari aku. Jika saja…." "Hanya lupakan, itu sudah lebih dari cukup, Danen. Memang kau yang memulainya, tapi aku pun juga tidak menolak. Jadi anggap saja ini kesalahan kita. Kau bisa melupakannya dan aku pun akan melupakannya juga. Dan omong omong bisakah kau semakin cepat. Karena sebentar lagi jadwal minum obat Felix." Tak ada jawaban dari Danen. Namun kecepatan mobil Danen lah yang menjawab hal tersebut. Mobil mewahnya membelah jalanan dengan kecepatan di atas rata-rata. Dan mulai memasuki akses jalan menuju mansionnya. Sesampainya mobil mewahnya berhenti di halaman luas mansionnya, keduanya turun dan langsung mendapat sambutan dari Alex yang melemparkan senyum jahil pada mereka yang sedang terduduk di sofa ruang tamu. "Sepertinya ada kabar bagus." Danen memicingkan mata, melemparkan tatapan tajamnya pada Alex. Namun pria itu menghiraukan nya. "Apakah kalian tidak ingin bercerita sesuatu padaku. Kenapa kalian baru datang sekarang? Kemana saja kalian semalaman? " "Bisakah kau diam dan menyingkir dari hadapanku?" "Aku tidak akan diam sebelum kalian…." "Danen!" Seru Bram berlari keluar mansion dengan wajah khawatirnya. "Apakah ada sesuatu yang terjadi semalam?" Alex menggeram marah, kedatangan Bram sangat mengganggu kesenangannya. "Kenapa kau datang di waktu yang tidak tepat, sialan." "Diam kau, Alex. Berhenti mengatakan sesuatu yang tidak penting dan bisakah kau menyingkirkan pikiran m***m itu dari otakmu. Apa memang otakmu sekeruh itu, Alex?" Alex membuka mulutnya, menatap tidak percaya pada Bram yang menatapnya kesal. "Hentikan kata-kata sialanmu itu, Bram." "Seharusnya aku yang berkata seperti itu." "Kau…." "Diam kau, Alex." Sergah Danen. Kemudian pria itu melirikkan mata pada Aludra yang menundukkan kepala dengan wajah bersemu. "Kau bisa masuk terlebih dahulu, Aludra. Abaikan si sialan itu." Ujar Danen dengan melirikkan mata tajam pada Alex yang membuka tutup mulutnya tidak percaya. Tanpa berkata apapun lagi, Aludra langsung mengayunkan kakinya melewati dua tubuh kekar yang berdiri di depan pintu utama mansion Danen. Lalu berjalan ke arah tangga untuk mencapai lantai atas dan melangkahkan kakinya melewati lorong untuk menuju ke kamarnya. Danen menatap tajam mata Alex. "Aku punya tugas baru untukmu, Alex." "Sialan, apa kau balas dendam." "Tidak, kau tahu sendiri mobil yang aku gunakan hari ini bukan mobilku yang kemarin bukan." "Ya benar sekali. Dan mobil itu adalah mobil terbaru yang dari kemarin-kemarin ku incar." Ucap Alex berapi api. Danen menghela nafas mendengar ocehan Alex yang selalu tak jauh jauh dari sampah itu. "Apa terjadi sesuatu kemarin, Danen?" "Ya, ketika aku dan Dokter Aludra selesai mengambil obat untuk Felix. Empat mobil menyerang kami. Masih menjadi keajaiban mobil yang aku kenakan kemaren bisa digunakan sampai hotel." Kedua mata Alex membulat terkejut mendengar ucapan Danen. "Dan itu yang akan menjadi pekerjaan barumu, Alex." Danen menyerahkan sebuah kertas pada Alex. "Cari pemilik mobil itu dan jalur jalur yang telah mereka lalui. Aku yakin kita akan menemukan cela mereka." Danen meringis sedikit merasa sakit ketika tanpa ketika menyandarkan bahunya pada sandaran sofa dengan kasar. "Dan kau, Bram. Coba cek di tempat kejadian. Aku yakin pasti ada beberapa petunjuk. Dan aku sengaja menggiring mereka pada beberapa tempat yang ber CCTV. Dan periksa semua itu." Bram hanya menanggapi dengan menganggukkan kepala. "Dan lagi, cara mereka menyerang sama persis dengan orang orang yang menculik istri dan anak Dante. " "Apa keadaanmu baik baik saja, Danen?" Tanya Bram khawatir ketika melihat balutan perban yang masih terlibat basah dengan darah. "Jangan bilang kau mengendarai mobil dengan tangan seperti itu, Danen. " Ucap Bram memastikan. Danen hanya memberi jawaban dengan mengedikan bahunya. "Tak....Ada apa Aludra? " Sepontas Bram dan Alex menoleh pada arah orang yang diajak bicara Danen. Aludra berdiri di depan lorong dengan kotak P3K miliknya. Perempuan itu berjalan pelan mendekati Danen. "Kenapa?" "A...aku ingin mengobati lukamu." Danen mengerutkan kening sejenak. Lalu menundukkan kepala untuk melihat luka pada telapak tangannya. Danen pun berdiri dari sofa tunggal yang semula ia tempat. Melangkahkan kakinya pada sofa panjang yang ditempati Alex. Setelahnya ia mendorong Alex menjauh dari sofa tersebut dan mendudukkan dirinya disana. "Sialan kau, Danen." Umpat Alex. "Kemarilah." Danen menepuk sisi disampingnya. Aludra mengangguk, lalu mengayunkan kakinya dan mendudukkan dirinya di sebelah Danen. Danen mengamati pergerakkan Aludra yang sedang menuangkan obat pada kapas. Lalu saat perempuan itu mengangkat kepala, Danen mengulurkan tangannya. Dan Aludra mulai mengobatinya wajah dan tangan Danen dengan perlahan. "Bisa membuka bajumu Danen?" Ucapan Aludra membuat ketiga lelaki itu tercengang. "Oh… tidak apa yang sudah kau ajarkan padanya Danen?" Ucap Alex mendrama tisir. "A … aku hanya ingin mengobati luka pada bahu Danen." Jelas Aludra "Karena aku melihatnya semalam. Luka di sana cukup lebar juga." Teedengar helaan nafas dari Aludra. Ucapan yang cukup membuat Danen mengernyitkan alisnya. Ternyata Aludra tahu tentang lukanya di leher. Padahal Danen sudah berusaha terlihat biasa biasa saja. "Ada apa dengan wajahmu itu, Aludra. Kenapa matamu terlihat sembab?" Danen menolehkan kepala pada Alex yang duduk disebelah kanannya, "Bisakah kau berhenti mengoceh, Alex." "Aku bertanya pada Aludra, Danen. Kenapa kau yang protes?" "Pertanyaan tak bermutu mu itu hanya akan mengganggu Aludra untuk mengobati lukaku." "Dan apa aku harus peduli dengan itu?" "Ya, tentu saja. Lebih baik kau mengerjakan tugasmu sekarang, Alex. Aku minta laporannya berada di meja kerjaku jam dua belas siang nanti. Jika terlambat satu detik saja, maka gajimu yang akan kau jadikan bayaran atas keterlambatanmu." "Kau sungguh tidak profesional, Danen. Tidak bisakah kau bersikap sedikit lebih baik dengan ku?" Gerutu Alex. Pria itu mendengus kesal. "Apa aku memiliki alasan untuk itu?" "Ck, diam kau, sialan." Alex berdiri dengan gerakan kasarnya. Melemparkan tatapan tajamnya pada Danen yang juga menatapnya dengan tajam. "Pergi kau." Alex langsung pergi dengan bersungut-sungut. Menghentakkan kakinya dengan kesal. Dan Danen hanya mendengus melihatnya. Bram tertawa melihat tingkah Alex, namun kemudian tawanya terhentikan dengan suara Danen. "Kau juga, Bram." Danen menaikkan satu alisnya ke atas, "Sekarang." Dengan langkah beratnya, Bram pun meninggalkan ruang tamu tersebut. Yang menyisakan keheningan antara Danen dan Aludra. "Bisakah kau bersikap seperti biasa, Aludra. Bukankah kau bilang kita hanya perlu melupakan kejadian semalam." Danen memecah keheningan tersebut dengan suara lirihnya. Mata hazelnya menatap lembut pada Aludra yang masih enggan menatap langsung pada matanya. Aludra berdehem, "Aku sudah bersikap seperti biasa, Danen." "Tapi kenapa aku masih merasakan kecanggungan diantara kita." "...." Tidak ada jawaban dari Aludra, membuat Danen mengambil kapas dari pangkuan Aludra dan memberinya cairan obat. Setelah itu, Danen meraih dagu Aludra dan mendongakkannya. Kedua mata mereka langsung bertemu. Mata hazel Danen mengamati sejenak luka pada wajah Aludra yang ditorehkan Jivar kemarin malam. Pria b******k itu benar-benar pengecut. "A...apa yang kau lakukan, Danen." Aludra menahan tangan Danen yang memegang dagunya. "Aku hanya ingin mengobati lukamu." Aludra menjauhkan wajahnya dengan tidak nyaman, namun Danen kembali menariknya. "Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." "Biarkan aku membantumu, anggap saja sebagai balasan karena kau sudah mengobatiku." Danen mulai mengobatinya luka Aludra dengan hati-hati. Takut jika ia menekan sedikit keras akan membuat perempuan itu memekik kesakitan. "Bilang saja jika sakit." Aludra hanya menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Matanya memperhatikan wajah sempurna Danen dalam jarak dekat karena pria itu menundukkan kepala. "Selesai." Saat Danen menjauhkan wajah, seketika ia menyeringai penuh kejahilan melihat wajah bersemu Aludra, "Apa kau merasa tidak enak badan, Aludra?" "Huh?" Danen menempelkan punggung tangannya pada kening Aludra. Ia mengerutkan keningnya sejenak dengan memicingkan mata. "Tidak panas…." Danen mendekatkan wajahnya untuk memperhatikan wajah Aludra , "... tapi kenapa wajahmu sangat merah seperti kepiting rebus?" "Danen!" Ucap Aludra dengan spontan. Dan tawa pun terdengar memenuhi ruangan tamu mansion Danen. Memecah kecanggungan yang tadinya memenuhi ruangan tersebut. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD