Part 39

1350 Words
*** Danen terbangun ketika mendengar suara muntah muntah. Aludra. Danen segera membuka matanya dan menuruni kasur, berjalan cepat menuju sumber suara tersebut. Terlihat Aludra yang masih berusaha mengeluarkan isi perutnya yang belum terisi. Dengan pelan Danen memijat leher Aludra. Sedikit membantu Aludra. Setelah puas memuntahkan semua isi perut yang kosong itu, Aludra hampir saja terduduk di lantai kamar mandi namun dengan cepat Danen mengangkat tubuh lemah Aludra ke dalam gendongannya. Lalu menurunkan tubuh Aludra di atas atas wastafel, kepala Aludra bersandar pada d**a bidang Danen yang hanya berlapis singlet hitam. Dengan telaten Danen membersihkan mulut wanita hamil itu. Setelahnya Danen kembali membawa Aludra ke dalam gendongannya dan membawanya keluar kamar mandi. Membaringkan tubuh Aludra pada ranjang dengan perlahan. "Tidurlah," Danen hendak menyelimuti Aludra, namun wanita itu menahannya. "Kenapa?" Tanya Danen dengan satu alis terangkat. Aludra menggeleng pelan dan bangkit duduk dari tidurnya. "Kemana?" "Halaman belakang." Aludra melompat menuruni ranjang dan berlari mencapai pintu kamar. "Aku menyuruhmu untuk tidur, Aludra!" Danen membalikkan badan, namun hanya pintu kamar terbukalah yang ia dapatkan. Tubuh Aludra sudah menghilang, Danen pun dengan cepat berlari keluar kamar dan matanya membulat mendapatkan Audra yang tengah berlari menelusuri lorong menuju tangga. Danen berlari cepat mengejar Aludra dan berhasil menarik tangan wanita itu tepat ketika Aludra hendak berlari mencapai tangga pertama. "Apa kau sudah gila?!" "Ada apa, Danen. Aku hanya ingin ke halaman belakang." "Tapi tidak dengan berlari menuruni tangga Aludra. Apa kau tidak ingat ada janin dalam perutmu?!" "Maaf, Danen. Aku lupa." "Bagaimana bisa kau lupa, Aludra." "Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?" Tiba-tiba Aludra memegang perutnya yang mendadak mual ketika melihat wajah Alex yang terbalut masker wajah. Dengan cepat Aludra berlari menuruni tangga. Membuat Danen yang sedari tadi sudah geram melihatnya berlarian kembali berteriak memanggil namanya penuh dengan peringatan. Sedangkan Alex yang melihatnya hanya menggelengkan kepala melihat pasangan suami-istri baru itu. Ia pun ikut mengejar mereka dengan berjalan pelan dan tangan yang menepuk-nepuk masker pada wajahnya. "Berhenti, Aludra!!" Danen menangkap lengan Aludra dan menarik tubuh wanita itu padanya, "Bukankah sudah kubilang untuk tidak berlari? Baru beberapa detik kau kuperingatkan untuk…." "Huekkk…." "Arghhh…." Danen dan Aludra membulatkan matanya saat muntahan Aludra tidak sengaja mengenai baju Alex yang baru saja datang menyusul mereka. Mau bagaimana lagi, ia sudah tidak dapat menahan rasa mualnya lagi. Lagipula jika saja Danen tidak menahannya ia pasti sudah memuntahkan cairan itu pada wastafel yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat mereka sekarang. "Aludra!!!" "Alex." Lirih Aludra. Menatap penuh rasa bersalah pada muntahannya yang mengenai Alex. Ia ingin membantu Alex, namun saat hendak mendekat tiba-tiba aroma tubuh Alex yang tercium indra penciumannya membuatnya kembali mual. Yang membuat Aludra mau tidak mau harus kembali memuntahkan isi perutnya dan kali muntahannya mengenai kaki Alex yang terbalut sandal rumahan. Membuat pria itu kembali memekik dengan ekspresi jijiknya. "Aludra!!" Danen menahan berat tubuh Aludra saat tubuh wanita itu hendak terjatuh dengan lunglai. Pandangan matanya sama sekali tidak lepas dari cairan muntahannya yang berceceran mengenai lantai marmer dan baju Alex. "A….alex, maafkan aku." Ujar Aludra dengan lirih dan penuh rasa bersalah. "Menjijikkan sekali kau, Aludra." Geram Alex. "Maaf, Alex. Aku sungguh tidak sengaja." **** Danen duduk di atas kursi kebesarannya dengan dokumen yang menumpuk. Satu minggu mengambil cuti untuk pernikahan nya dan Aludra membuat Danen harus berurusan dengan berkas berkas yang menggila di atas meja kerjanya. Saat membaca sebuah dokumen, tiba-tiba konsentrasi Danen pecah. Dan ingatannya jatuh pada kejadian beberapa jam yang lalu. Flashback on Danen berjalan dengan santai saat memasuki Golden Garden. Namun langkahnya terhenti saat melihat punggung seseorang yang amat sangat ia kenal. Apa yang dilakukan istrinya disini? Bukan kah ia berpamitan hanya untuk ke klinik Dokter Faris? Dan dengan siapa istrinya itu makan siang? "Aludra, pertimbangkan lagi, " Suara Jivar. Tanpa sadar tangan Danen mengepal dengan amat sangat. Ia pun memutuskan duduk tepat di belakang Aludra. Seorang pelayan datang menghampirinya. "Espresso satu." Ujarnya dan sang pelayan mengangguk kemudian mencatat pesanannya sebelum menunduk dan berlalu pergi. Tak berselang lama pelayan datang dengan pesanan Danen. Danen menikmati espresso miliknya dan mulai mendengar obrolan kedua mantan kekasih itu. "Tidak bisa, Jivar. Sekarang kehidupan ku bukan hanya tentang aku dan Danen, namun juga janjn dalam perutku." Seketika yang terdengar hanya kesunyian. Danen tersenyum bangga mendengar ucapan Aludra. "Aku bisa menerima anak itu nanti, Aludra. Percaya lah, aku akan membuat kalian bahagia. Kita akan tinggal bersama di rumahku yang sangat mewah. Atau kau mau tinggal di mana. Kita bisa tinggal di rumah itu dan membuat keluarga yang harmonis. Aku berjanji akan membahagiakanmu." Ujar Jivar kemudian setelah keheningan yang terdengar. Jivar menarik kedua tangan Aludra dan menggenggam tangan wanita tersebut dan mengarahkan punggung tangan Aludra pada bibirnya. "Aku berjanji akan membahagiakan kalian. Hanya denganku kau bisa lepas dari Danen, Sayang. Percaya lah padaku." Ucap Jivar dengan penuh rayuannya. Sedangkan Aludra hanya diam dan menunduk, sangat jelas raut kebimbangan pada wajah wanita itu. Membuat Danen geram. "Kau tahu sebesar apa aku mencintaimu, Aludra. Dan dalam hatimu hanya ada aku bukan. Kita pasti akan bahagia. Kau hanya perlu meminta cerai pada Danen setelah ini dan aku akan membantu semua prosesnya," Rayuan Jivar pada Aludra benar benar membuat Danen ingin muntah. Pria itu benar benar buaya darat. Bagaimana bisa mulut berbisanya mengeluarkan kata kata manis yang sangat menjijikan itu. "Aku tak tahu, Jivar." "Kau masih cinta denganku bukan, Sayang? Aku tahu dulu aku salah pernah memukulmu. Aku khilaf, aku… aku terbakar cemburu karena kau yang dekat dengan Danen. Ini lah yang aku takutkan." Khilaf? Bagian apa yang khilaf jika ia sudah tiga kali berturut turut memukul Aludra. Tak hanya pukulan biasa, pria itu bahkan pernah menjambak Aludra. Dan sekarang berjabat semua itu hanya khilaf karena cemburu? Wah….. mantan kekasih Aludra itu sangat luar biasa. "Baiklah, aku akan memberi waktu padamu untuk memikirkannya lagi. Kau harus tahu satu hal, Aludra. Apapun yang terjadi, ada ataupun tidak adanya janin dalam perutmu aku akan tetap menerimamu. Aku akan tetap menunggumu dan I love you." "Aku tak bisa berjanji, Jivar. Bagaimanapun sekarang aku adalah seorang istri." " Tenang saja. Aku akan tetap menunggumu, Sayang." Suara deringan telpon menghentikan obrolan mesra keduanya. Jivar mengangkat panggilan tersebut dengan sedikit menjauh dari Aludra. Danen melihat jam pada tangannya. Ah… ia harus segera kembali ke kantor. Danen pun meletakan beberapa lembar uang merah miliknya dan pergi meninggalkan Cafe Golden Garden dengan amarah yang membuncah memenuhi dadanya. Flashback off Danen menghela pelan, bagaimana mungkin Aludra mematahkan kepercayaannya dengan bertemu dengan mantan Aludra. Danen menggambil handphone dan menekan panggilan untuk nomor Aludra. Deringan pertama tak diangkat. Dan tepat pada deringan kedua panggilan tersambung. "Halo." "Halo Aludra, apa kau sudah makan?" "Sudah." "Apa kau tadi makan di Cafe Golden Garden?" Pancing Danen. "Tidak, Danen. Aku makan masakan mansion." "Benarkah?" "Ya." Bohong. Jelas jelas Danen melihat Aludra dan Jivar di Cafe Golden Garden . Ah…. Lebih baik berpura pura tidak tahu. "Apa kau tidak memuntahkannya?" "Tidak, aku baik baik saja, Danen." "Baguslah kalo begitu, jaga dirimu baik baik. Panggilannya kututup." "Hmm." Aludra berbohong. Danen mengeram. Bagaimana bisa istrinya yang baru berusia beberapa minggu sudah bermain api dengan mantan pacarnya. Danen tak boleh membiarkannya, ia akan merebut hati Aludra apalagi saat ini Aludra tengah mengandung anaknya dan ia yakin akan sedikit muda mendekati Aludra yang sekarang, mengingat semanja apa wanita itu kepada Danen. Tak bisa makan jika bukan Danen menyuapinya dan tak bisa tidur jika tak mencium aroma dirinya. Ia yakin Aludra akan lebih muda iya luluhkan. Dan Jivar, ia harus memberi pelajaran pada pria sialan satu itu. Bagaimana mungkin ia berusaha merayu istrinya untuk meminta cerai pada dirinya. Danen akan membalasnya segera. Tak akan ia biarkan Jivar menang dari permainan yang telah pria itu buat. Pria itu seolah menjilat perkataannya sendiri saat mengingat perkataan yang Jivat lontarkan padanya. Perebut kekasih orang? Cih, status Jivar sekarang bahkan lebih rendah dari perkataan yang pria itu lemparkan padanya. Dengan tanpa malu pria itu berusaha untuk meracuni istrinya. Bahkan sampai menyuruh Aludra untuk menceraikan nya. Seperti inilah jika seseorang tidak memiliki kaca di rumahnya. Menilai orang tanpa melihat bagaimana dengan keadaan dirinya sendiri. Merendahkan orang lain di saat orang itu lebih rendah dari orang yang dicaci. Ya, seperti itulah manusia. Lebih banyak kurang introspeksi pada diri sendiri. Ia harus mengurus Jivar secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD