PART 3: COCKROACH

1167 Words
Hanya beberapa detik setelah memberi jawaban tidak, ia bisa mendengar sedikit isakan dari adiknya. Semua kejadian di depannya saat ini benar-benar membuatnya lebih terkejut. Menangis? Serius? Bahkan dia tidak ingin percaya dengan apa yang dia lihat. Chen mengulurkan tangannya, merengkuh adiknya dengan pelukan ringan, "Hei ... aku hanya bercanda, maaf,” terangnya. “Lagi pula kau ini aneh, kenapa bertanya begitu? Sudah jelas aku akan disini sebagai kakakmu, kau kira aku mau kemana?” Chen merasakan sebuah gelengan samar, "Kau tidak sedang berniat membuatku mati kehabisan napas, kan?" Mendengar ucapan kakaknya, Keryl dengan segera melepaskan tangannya, dan menjauh beberapa langkah untuk memperlihatkan wajah tidak sopannya, "Setelah dipikir-pikir, kau akan tetap bersamaku meski kasat mata," katanya sambil tersenyum. "Hah?" "Lupakan," katanya sambil lalu. "Jangan membuat kakakmu penasaran!" "Aku sudah lupa karena lapar," ujar Keryl sambil melangkah maju dengan tangan yang melambai. "Hei!" -*- Dikarenakan hari ujian kelas dua belas semakin dekat, semua siswa kelas dua belas mengambil kelas tambahan dan para guru memberikan mereka prioritas lebih banyak. Dan karena itu pula kelas sebelas dan sepuluh dipulangkan lebih awal untuk melanjutkan perjalanan secara daring apabila jam di sekolah masih kurang. "s**l, dimana mereka sebenarnya?" Keryl bergumam jengkel. Hatinya sudah dongkol karena berdiri sendirian selama setengah jam penuh, bahkan ketika waktu terus berjalan dari tiga puluh menit menjadi empat puluh teman-temannya belum keluar juga! Karena terlalu lama menunggu dan kesabarannya juga mulai terkikis, Keryl mendudukkan tubuhnya di bangku dekat pohon. Dari kejauhan dia tanpa sengaja menangkap sosok tinggi yang duduk di pinggiran lapangan basket. Itu kakaknya. "Definisi pangeran tampan," gumamnya jengkel setelah melihat segerombol penggemar fanatik kakaknya yang tidak pernah absen. Keryl mengira hari ini adalah hari kesialannya, sebab selain menunggu di sahabatny yang tak kunjung muncul, kakaknya si pangaeran sekolah itu justru menghampirinya dengan langkah yang santai. "Jiwa introverku menjerit," gumamnya. Chen tertawa melihat wajah kusut adiknya yang tampak tidak senang karena kehadirannya, “Sekarang kenapa?” “Kau menghancurkan ketenanganku.” “Bagaiana bisa?” "Chenn!!" "Oppa, kau sangat tampan!" "Astaga bintang sekolah!" Menunjuk kerumunan yang berada satu meter di depan mereka, Keryl mengeratkan giginya, “Menurut kakak, kerumunan penggemar fanatikmu itu akan menenangkan susana?” “Ya maaf jika begitu, ketampanan kakakmu ini memang terlalu berbahaya,” katanya dengan nada bangga. "Gila." -*- Menjelang sore hari, Chen baru saja menginjakkan kakinya di dalam rumah, melempar tas dan menyumpal telinganya dengan earphone sebelum merebahkan tubuhnya di sofa panjang depan televisi. “s**l!" Chen mengumpat ketika semangkuk snack tumpah ke arah wajahnya. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya penuh penekanan. "KECOAK! ADA KECOAK! KYAAAA!" Keryl berteriak ketika binatang pipih itu membuka sayapnya dan terbang tepat ke arahnya. Bantal sofa yang tadinya berjajar rapi sudah melayang satu persatu tanpa arah, mungkin, niat hati Keryl mengusir kecoa, tapi pada faktanya semua bantal itu menimpa wajah Chen secara bergantian. Chen menghela napas berat, telinganya berdengung karena frekuensi teriakan adiknya, "Hei, bisakah kau sedikit tenang?" "KYAAAA KECOAKNYA! DIA DIMEJA!" Keryl melempar majalah ke arah meja yang hampir menjatuhkan vas bunga kesayangan ibunya. Chen mengusap wajahnya kasar. Adiknya benar-benar histeris. "Dimana kecoanya sekarang?" "Di sofa!" Chen mendekat ke sofa yang tadinya Keryl tempati, memeriksanya dan memberi tahu adiknya bahwa kecoak itu sudah tidak ada. Suasana kembali tenang, namun, tiba-tiba kecoak itu kembali menampakkan dirinya. membuat suara berfrekuensi tinggi milik Keryl kembali terdengar di seluruh ruangan. Dengan kesal Chen memukul kecoa itu menggunakan sandal rumah miliknya. "Mati saja kau s****n!" umpat Chen pada si kecoak sebelum mati terlindas sandal. "Sudah, kan? Sekarang tutup mulutmu dan biarkan aku menyegarkan otakku." Keryl mendengus mendengar perkataan kakaknya. Iya dia sangat tahu bahwa dia menganggu, tapi kakaknya menyebalkan karena mengabaikan dia ketika sedang kesal. Karena diabaikan, Keryl langsung pergi dari ruang santai menuju dapur, kembali mencari makanan untuk menggantikan semangkuk snacknya yang tumpah sia-sia. Hanya dengan rasa lapar, cukup untuk membuatnya mengupas beberapa buah untuk dimakan. Tiba-tiba saja setetes darah jatuh dari ujung jarinya, sebuah sayatan kecil muncul di jarinya. Hal itu terjadi lagi. Keryl merintih, dia merasakan hal ini sebagai peristiwa yang familiar, tapi dia tidak ingat seperti apa tepatnya. Dia merasa seperti ratusan jarum menusuk seluruh tubuhnya, membuat otot-ototnya kaku dan keram, matanya terbakar, rasa perih terkonfrontasi dengan panas yang membara. liquid eh merah keluar dari matanya. Itu darah. "Ukh ...." Gadis itu memegang ujung meja pantry untuk menjadi tumpuan berdiri, namun yang terjadi bukanlah demikian. Tangannya salah meraih benda yang di rencanakan, sebaliknya ia malah meraih pisau lainnya yang membuat tangannya semakin terluka. Darah segar keluar semakin banyak. Kereyl kalut, dia hampir kehilangan kewarasannya untuk memikirkan apa yang terjadi, dia hanya tahu bahwa sesuatu di tubuhnya bergejolak. Pada taraf kesadaran yang hampir nol, samar-samar dia melihat seseorang berjubah hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya dan topeng yang menutupi seperempat wajahnya. "Kau akan baik-baik saja," kata-kata itu. Kata yang terasa sangat familiar di telinganya. Semuanya berubah gelap dimata Keryl, kesadarannya menghilang. "Waktu semakin cepat," ujar orang bertopeng itu. Tangannya mengeluarkan cahaya putih, membuat luka Keryl sembuh tanpa bekas, dan liquid merahnya menguap bersama angin. Beberapa jam kemudian, Keryl bangun dari tidurnya. Kaget? Tentu saja, ia berada di dapur dan tidur disini? "Apa yang terjadi? Bagaimana bisa aku tidur di sini?" Keryl berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dapur. "Kak," panggilnya malas. Tidak ada respon. Keryl menarik earphone yang berada di telinga kakaknya. "Kakak!" Chen berjingkat, terkejut dengan suara keras yang tiba-tiba menusuk telinganya. "Apa?!" "Jalan yuk." "Kemana?" "Taman." "Gak." "Ayolah," gadis itu menampilkan raut memelasnya. -*- Jalanan kota Seoul, disinilah dia berada sekarang. Dia benar-benar kalah jika adiknya sudah memohon seperti itu. "Hatiku memang lembut, ckckck" Suasana kota Seoul benar-benar ramai di sore hari, selain karena banyak food street yang di sore hari seperti ini banyak anak kecil yang bermain di taman bersama orang tua dan bahkan ada beberapa club ibu-ibu yang menggelar kegiatan di sini. Keryl bergelayut manja di tangan kakaknya sembari memakan es krim, sedang Chen sendiri lebih memilih diam sambil menikmati americanonya dengan tenang. "Key, makanlah dengan benar, kau hampir membuat wajahmu penuh es krim." Keryl bergeming sambil terus memakan es krimnya. Dengan jengkel Chen mengeluarkan saputangan dari dalam jeketnya, mengelap noda es krim yang ada di sekitar mulut adiknya. "Pelan-pelan kak!" "Mangkanya, kalau ada orang bicara dengarkan!" Keryl mendengkus, tidak terima dengan omelan kakaknya. Melihatnya membuat Chen tiba-tiba tersenyum di wajah tampannya, "Kau memang si kecil kesayanganku," tukasnya. Keryl melirik sinis, memakan semua cone es krim dalam sekali suap. "Jangan lihat-lihat!" "Aduh-aduh romantis sekali pacarannya," dua wanita paruh baya terkikik melihat interaksi mereka. Keryl terbelalak mendengar ucapan wanita itu, dia berpikir "Aku? Dengannya? Najis! Sekalipun dia bukan kakakku, aku benar-benar tidak akan dengannya!" "Eh?" Ibu itu terlihat bingung. "Kita memang pasangan yang cocok, kan, Bu?" Sahut Chen tiba-tiba. "Iya, iya, cocok sekali." "Tentu saja kami sangat cocok, dia ini cantik sekali, bahkan, lihat saja pipinya gembul ini," Chen mencubit pipi adiknya dengan gemas. Melihat adegan picisan tersebut, wanita itu terkikik geli, tak habis pikir dengan anak muda zaman sekarang, "Yasudah, yang awet kalian," katanya sebelum pergi. "Aku tahu," ucap Chen santai yang membuat adiknya melongo dengan mata melotot “WTF, BRO?! Aku tidak mau inchest!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD