Bab 1

1092 Words
    Langkah kakinya dipercepat agar segera sampai di tempat yang ia tuju. Hatinya sungguh gembira mengetahui bahwa di pagi hari tadi salah satu tempat yang ia datangi untuk meletakkan dokumen lamaran kerja telah memanggilnya untuk wawancara kerja.     “Aduh sialnya, bajuku nggak sempet ku setrika. Cuma ini yang tersisa di lemari”    Bukan karena Cassandra tidak memiliki kemeja cadangan, tetapi stok kemeja di lemari kayunya belum sempat ia cuci. Hari demi hari Cassandra disibukkan dengan wawancara kerja yang entah mereka akan menerimanya atau tidak.     Ia memarkirkan motor matic kesayangannya di parkiran depan perusahaan. Sebenarnya perusahaan sendiri telah menyediakan parkiran bagi pegawainya, tetapi karena Cassandra belum sah menjadi pegawai disana maka parkiran lain yang ia tuju.   “Cassandra Evano, benar?”     Kalimat pertama itulah yang di lontarkan oleh seorang pegawai pria muda dengan stel baju kantoran. “Iya benar, itu saya” jawab Cassandra mantab.    “Baik langsung saja ya . Perkenalkan nama saya Aji dan saya akan langsung ke inti mbak Cassandra kami panggil untuk mengikuti sesi wawancara. Karena kami sedang membutuhkan tenaga bantu maka kami akan memberikan posisi yang telah mbak pilih ini”    Seseorang yang menjabat sebagai bagian dari staff HRD tersebut menjelaskannya tanpa basa-basi pada Cassandra.     “Apakah mbak sudah siap menjadi bagian dari tim kami?” tanya HRD itu lagi dengan senyum yang selalu mengembang di bibirnya.    Cassandra mengangguk mantap sambil tersenyum, hatinya sungguh gembira saat mengetahui bahwa wawancara kerja ini sangat mudah dan sang HRD tidak memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyulitkannya.     “Baiklah kalau begitu, mbak Cassandra bisa langsung keluar ke ruangan sebelah dan menemui Pak Henry” ucapnya sambil tersenyum ramah “Baik pak, terimakasih banyak” balas Cassandra tak kalah sopan pada HRD muda nan tampan tersebut. *****     Sementara itu di sebuah gedung pencakar langit yang berdiri kokoh, megah nan mewah, Bryan tengah disibukkan dengan berbagai dokumen yang menumpuk di atas meja kerjanya. Braakk…     “Papa dengar kamu dapat masalah lagi semalam” geram seorang pria tegap nan gagah dengan rambut putihnya yang ia biarkan memanjang. Tanpa basa-basi pria itu menerobos masuk ke ruang kerja Bryan dan sukses membuat para pegawai ketakutan.     “Bukan apa-apa. Papa tenang aja” jawab Bryan santai sambil terus menandatangani dokumen di depannya, ia bahkan tak menyadari jika Papanya sedang naik pitam.     “Oh ya? Lalu apa ini?” Anderson melemparkan benda yang telah diremas-remas kasar di atas meja kerja Bryan.     Mata Bryan seketika melotot dengan pemberitaan di koran tentang dirinya yang sedang berdiri ditengah-tengah gerombolan pria berpakaian tak lazim. “Sialan, berita macam apa ini?”     Bryan meraih koran tersebut dan mulai membaca setiap baris kalimat yang tertera. Matanya tak percaya dengan kalimat-kalimat sarkas yang ditulis pada lembaran kusut itu.     “Sekarang apa kamu masih bisa santai, Bryan? Jika berita tentang kau yang sering tidur dan bermain dengan wanita, Papa akan membiarkannya. Tapi kali ini tingkahmu sudah keterlaluan”     Hardikan keras Anderson berhasil membuat Bryan pucat pasi. Ia pun tak menyangka jika pegawainya telah kecolongan dengan pemberitaan buruk alias fitnah yang dapat mencoreng nama perusahaannya. Berita ini pasti lolos dari penyaringan ketat di perusahaan, tapi bagaimana bisa?    “Bryan akan segera selesaikan kekacauan ini. Papa nggak perlu turun tangan. Ini murni kesalahpahaman aja” Penjelasan Bryan tak serta merta diterima oleh Anderson. Pria yang telah berumur lebih dari 50 tahunan itu masih ingin melihat reaksi dan rencana yang akan dilakukan putranya.     “Baiklah, Papa serahkan padamu urusan ini. Tidak hanya sekali dua kali mereka membuat masalah dengan perusahaan kita, tapi kali ini sudah sangat keterlaluan.” ucapnya mulai tenang. “Akan ku bereskan masalah ini dalam 1 hari, Pa” ucap Bryan dengan nada meyakinkan. “Kamu sudah makan siang?”     Anderson bertanya dengan penekanan nada yang sedikit diturunkan. Sebagai orangtua pun Anderson tetap mengkhawatirkan putranya walaupun Bryan sangat brutal dan terkenal nakal soal wanita. Melihat tumpukan dokumen di meja putranya pun membuat Anderson yakin jika putranya belum makan sedari pagi. Bryan hanya menjawab pertanyaan Anderson dengan gelengan kepala.     “Ini sudah waktunya jam makan siang. Berilah sedikit tenaga pada tubuhmu, bertarung itu menguras tenaga Bryan” perintahnya sambil berjalan menuju jendela yang terbuat dari kaca besar di ruangan Bryan. Anderson dapat melihat orang-orang sedang berlalu-lalang di jalanan bawah sana.    “Bryan belum lapar” mata Bryan tetap membolak-balik satu persatu dokumen yang ada di hadapannya.  Namun konsentrasinya seketika buyar karena teringat sesuatu.    "Papa nggak balik? Nanti siang ada jadwal meeting kan sama perusahaan batu bara dari Kalimantan?" tanya Bryan. Kali ini ia menghentikan aktifitasnya. Ia menyeruput kopi sejenak sambil menatap Papa gagahnya di depan jendela kaca.     "Kamu ngusir Papa?" jawan Anderson ketus tapi dengan nada sedikit bergurau. Senyuman yang tengah mengembang di bibir Bryan mampu mengusir rasa kesal yang ada di d**a Anderson. Bagaimana tidak, putranya yang baru saja pulang dari Inggris sudah mendapatkan berita sampah dari media cetak kecil di kotanya.     "Lain kali kalau masuk ke ruangan Bryan pelan-pelan, Pa. Pegawaiku ketakutan semua tuh lihat Papa marah-marah" ucap Bryan yang di jawab dengan tawa menggelegar Anderson.    Bagaimana tidak tertawa, Bryan berbicara sambil menunjuk luar ruangan kantor yang menampilkan sekertaris Bryan tidak berani masuk untuk mengantarkan minuman pada Anderson. "Yasudah Papa balik sekarang. Lain kali kita makan siang bersama" ucapnya sambil berjalan ke pintu "Kamu jangan sering keluyuran, bikin Papa pusing aja" perintahnya dengan nada suara tegas.     Bryan hanya mengacungkan jempol sambil memperhatikan tingkah Papanya yang meminum kopi pemberian sekretarisnya di luar ruangan tempat ia berdiri dan langsung pergi. Sekretaris tersebut hanya diam tak bergerak, dia pasti ketakutan. Setidaknya Boss besar tersebut menghargai minuman buatan sekertarisnya.     "Astaga, orangtua jaman sekarang memang ada aja kelakuannya" gumamnya sendiri menatap punggung papanya hingga pemilik punggung tegap tersebut menghilang dari penglihatannya.    Bryan berencana kembali melanjutkan pekerjaan karena setumpuk dokumen tebal dihadapannya makin membuat Bryan kesal, tetapi rasa penasaran pada koran pemberian Anderson jauh lebih besar. Media seperti apa yang telah berani telah mengotori nama baiknya?     "Koran Harian Anda" gumamnya sambil membolak-balikkan lipatan kertas tersebut "Menyajikan berita terbaru dan terpanas setiap hari" gumamnya lagi dengan satu alisnya yang dinaikkan. Bryan yang tertarik mulai membaca dengan seksama berita tentang dirinya yang mengejutkan semua orang pagi ini.     Tiba-tiba mata Bryan tertuju pada nama seorang yang tak asing baginya. Otaknya pun secepat kilat mengingat kejadian yang ia alami tadi malam dan segera mengambil sesuatu dari laci mejanya. Bryan segera melihat barisan kalimat pada kertas tersebut dan mencocokkannya dengan barisan kata yang terdapat di koran.    "b******k kau !!" geramnya makin marah.     Bryan meraih ponselnya dan segera mencari kontak seseorang disana. “Kemarilah. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu” titahnya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Parahnya ia pun langsung mematikan sambungan telepon tanpa mendengar jawaban dari seberang sana. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD