Bagian 2

1249 Words
Jam makan siang telah tiba, para karyawan mulai berhamburan ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah mulai konser. Begitu pun dengan Alya dan Mita, ikutan mengantri untuk mendapat jatah makan siang mereka. Perusahaan mereka memberikan fasilitas makan siang gratis untuk para karyawannya, kalau ada yang kurang cocok dengan menu di kantin para karyawan diperbolekan makan di luar. Tapi bagi Alya lebih baik menikmati yang sudah ada, sebagai salah satu tanda syukurnya dan berhemat. "Al pojok sebelah sana kosong tuh, kesana Yuk," ajak Mita "Ayo." Saat Mita dan Alya sedang menikmati makan siang mereka tiba-tiba ada yang memanggil Alya. "Loh, kamu kan wanita yang kemarin di cafe ya?" Alya yang melihat Sesil di depannya menanggapi dengan tersenyum. "Kalau begitu aku gabung duduk disini ya." langsung mendaratkan bokongnya tanpa menunggu persetujuan dari Alya maupun Mita. Mita yang sudah tahu kalau Sesil adalah salah satu dari anak bos mereka menatap Alya dengan tatapan bertanya. Alya hanya mengangkat bahunya tanda ia juga binung. "Oh iya, kemarin karena kamu keburu pergi duluan, ayo kita kenalan lagi, aku Sesil." "Alya, dan ini teman aku Mita," "Senang berkenalan dengan kalian, akhirnya aku punya kenalan di perusahaan ayah juga." kata Sesil sambil tersenyum. Berbeda dengan Alya yang mendengarnya, seperti ada yang menusuk hatinya. Kenapa dunia ini begitu sempit, dia harus bertemu dengan calon istri dari mas Fahri mantan tunangan atau mantan calon suaminya. Mita langsung menyadari ada sesuatu yang ia tidak ketahui dari Alya, ia akan menagih Alya untuk menceritakannya nanti. "Ah, ayo dilanjutkan makannya." ajak Sesil dengan wajah tanpa dosanya. Mungkin memang Sesil tidak tahu kalau Alya sudah bertunangan dengan fahri. Makan siang mereka berlanjut tanpa ada obrolan lagi, fokus dengan makanan masing-masing. Setelah semuanya selesai makan Mita bertanya ke Sesil, "Maaf Sesil kenapa kamu bisa ada disini? Emmm,, maksudku di kantin karyawan, kamu tidak merasa risih? Kamu kan anak dari pemilik perusahaan ini?” "Haha,,,tanyanya langsung banyak gitu ya, jadi bingung mau jawab mana dulu." Mita yang penasaran hanya menaikkan alisnya tanda menunggu jawabannya "Oke, aku juga ingin merasakan bagaimana perusahaan ayah memberikan fasilitas kepada karyawannya, ya menurutku cukup baik ayahku memperlakukan karyawannya, dan untuk masalah risih itu bukan masalah bagiku, karena bagiku kita semua sama saja." Alya dan Mita hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban sesil. Ternyata Sesil tidak seburuk apa yang dibayangkan Alya, Sesil terlihat seperti wanita baik-baik. Tapi di sudut hatinya tetap ada luka, dan hari ini diperparah dengan kedatangan sesil. Mas Fahri benar meninggalkan aku karena Sesil lebih baik dari aku, Sesil anak orang kaya, cantik dan terlihat orang baik. Aku tidak pantas jika dibandingkan dengan Sesil. Mas Fahri juga salah satu pemimpin perusahaan, dia akan lebih pantas bersanding dengan sesil. Perasaan-perasaan seperti itu yang hanya berdasar asumsi membuat rasa percaya diri Alya semakin menurun. Ia selalu merasa tidak punya hal yang pantas untuk dibanggakan. Katakan saja Alya kurang bersyukur saat ini. Alya yang dari remaja sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri tentang perselingkuhan ayahnya benar-benar merasakan dunianya runtuh. Cinta pertamanya mengkhianatinya, mengabaikannya walau bukan hanya ia saja yang merasakannya tapi juga dengan ibunya. Alya yang tumbuh tanpa sosok ayah selalu merasa terbuang dan terabaikan hingga saat ini. Meski di depan ibunya ia selalu berusaha untuk tetap baik-baik saja, menjadi anak yang membanggakan bagi ibunya. Semua rasa sakit. ia pendam sendiri. Siapa yang akan tahu justru perasaan yang ia simpan baik-baik ini nantinya akan menjadi boomerang bagi Alya sendiri. "Jam istirahat kami sudah mau habis, kalau begitu kami pamit kembali ke kantor lagi mba Sesil." ijin Alya dan Mita. "Tentu, aku juga mau kembali bekerja, sampai jumpa lagi. Aku senang bisa berteman dengan kalian" kata Sesil.   **** "Ada yang belum aku tahu tentang kamu dan Sesil, Al?" Tanya Mita saat mereka kembali ke ruang kerjanya. "Dia itu calon istrinya mas Fahri," jawab Alya datar. "WHAATTT!!!" teriak Mita, "jangan bercanda kamu Al" "Serius Mit, aku juga baru tahu dua Minggu yang lalu." "Ga mungkin, kamu kan juga sebentar lagi mau menikah sama mas Fahri Al, pasti ada yang engga beres ini." Alya cuma menanggapi dengan mengangkat bahu, "mas Fahri engga ngasih aku penjelasan apapun. Sudah ga usah lihat aku seperti itu kerja lagi aja gih." "Huh.. Semoga kamu mendapat ganti yang lebih baik ya Al." ucap Mita prihatin. Mita memang sudah berteman dengan Alya sejak SMA, jadi ia sudah tahu tentang masa lalu Alya. Mita merasa sangat prihatin dengan Alya. Alya yang dulu sangat takut menjalin hubungan lawan jenis. Sekarang saat ia sudah membuka hatinya untuk menjalin hubungan dengan laki-laki justru ditinggal pergi. Ia benar-benar berdoa semoga Alya dipe          rtemukan dengan laki-laki yang benar-benar tulus dengannya. *** "Al," Alya yang menunggu hujan reda di lobby langsung menoleh ke sumber suara, seketika tubuhnya lagsung menegang, dadanya bergemuruh dengan cepat, rasanya sangat sesak untuk bernafas. "Al, ada yang mau aku jelasin ke kamu." Alya masih belum memberikan respon apapun, ia masih berusaha untuk bernafas, ya Alya memang benar-benar mengalami sesak nafas, ditambah dengan keringat dingin yang mulai keluar dan ini baru pertama kali ia alami setelah 7 tahun berlalu. "Al, kamu tidak apa-apa? Kamu pucat," ucapnya sambil memegang bahu Alya. Alya langsung reflek menyingkirkan tangan yang ada di bahunya, ya orang yang memanggilnya adalah Fahri. "Maaf," ucap Fahri dengan sedikit kecewa karena merasa Alya sudah benar-benar tidak mau ia sentuh. "Kamu kenapa Al?" Tanya Fahri lagi. "Sayang, kamu sudah sampai, maaf ya agak lama kamu pasti sudah menunggu lama ya." Sesil tiba-tiba datang. "Tidak, aku juga baru sampai." Kejadian ini terulang kembali seperti beberapa waktu lalu. "Hai Alya, kamu pulang naik apa?" Tanya Sesil yang menyadari ada Alya di sana. Sesil belum tau kalau Alya dan Fahri sebelumnya memiliki hubungan "Saya bareng sama Mita, Mba." "Oh gitu, padahal aku mau ajak pulang bareng tadi, eh tapi kamu kenapa Al?? muka kamu pucet gitu." "Engga apa-apa, Mba," jawab Alya sedikit gemetar menahan rasa sesak yang semakin mendera. "Al, sorry nunggu lama, mules tadi," ucap Mita yang baru datang dari toilet. "Kalau begitu saya sama Mita pamit dulu, Mba Sesil. Hujannya juga sudah reda, mari Pak," ucap Alya. Mita yang baru menyadari ada Fahri langsung melihat Alya, dia tahu Alya ingin segera menghindari dua orang di depannya. "Mari Mba Sesil, Pak," ucap Mita. "Iya, hati-hati di jalan ya kalian," ucap Sesil dengan senyum menawannya. Sedangkan Fahri hanya menganggukkan kepalanya. Mata Fahri mengikuti kepergian Alya, tatapannya begitu sendu, ada banyak hal yang ingin ia sampaikan, tapi sepertinya akan susah karena Alya benar-benar menghindarinya. "Al, kamu engga papa? Muka kamu pucet banget," tanya Mita sesampainya mereka di parkiran mobil. Alya hanya menggelengkan kepalanya, tapi tangannya memegangi dadanya. Sesaknya semakin menjadi, keringat dinginnya semakin banyak yang keluar. Mita yang melihatnya semakin panik. "Al, coba minum ini dulu." Mita menyerahkan sebotol minuman yang selalu ia sediakan di mobilnya. Alya meminumnya untuk meredakan rasa sesaknya. "Aku gapapa mit, ayo jalan aja, anterin aku sampai kerumah ya." Biasanya Alya hanya menumpang sampai ke halte dan meneruskan perjalanan pulangnya dengan naik bus. "Aku temenin ke rumah sakit dulu ya, kamu kelihatan pucat banget." "Aku gapapa ko Mit, ini juga udah mendingan, nanti dibawa istirahat di rumah juga sembuh, tolong ya anterin aku sampai rumah" "Baiklah, aku anterin kamu sampai rumah." Alya hanya menanggapinya dengan senyuman. Di dalam perjalanan pulang suasananya sangat hening, tidak ada yang memulai pembicaraan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Mita fokus dengan menyetir dan Alya memandang keluar jendela. Mita sangat penasaran dengan Alya, setaunya Alya tidak mempunyai riwayat penyakit sesak nafas. Apa ada hubungannya dengan pertemuan tadi dengan Fahri batin Mita, tapi Mita masih sungkan menyakananya ke Alya melihat kondisinya saat ini. Tatapan Alya sangat kosong itu yang dilihat oleh Mita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD