bc

Tik! (Hujan dan Ketakutan adalah Satu)

book_age16+
731
FOLLOW
3.4K
READ
HE
fated
second chance
goodgirl
aloof
sensitive
drama
tragedy
bxg
first love
like
intro-logo
Blurb

Perjumpaan kembali Bidari Atikah Syailendra dengan laki-laki yang menjadi mimpi buruknya membawa perjumpaannya dengan pria tampan, dingin namun baik hati, Putra Nugroho Abimanyu. Laki-laki itulah yang kemudian memberinya perlindungan dari pencarian rasa berdosa kakak tirinya, yang telah merenggut paksa kesuciannya, Angkasa Jaya. Lalu pada siapakah cinta Atikah berlabuh? Putra yang selalu melindunginya ataukah Angkasa yang sebenarnya sangat ia cintai namun telah menorehkan luka?

chap-preview
Free preview
1
"Tik!" Badan Atikah bergetar hebat saat mendengar suara yang selama setahun penuh telah berusaha ia lupakan. Perlahan ia menoleh dan ternyata benar. Laki-laki itu langsung memeluknya namun Atikah justru mendorongnya sangat kuat. "Pergi kau! Jangan kurangajar! Siapa kau main peluk!" "Tik! Aku, Angkasa, aku mencarimu ke mana-mana, maafkan aku yang pernah ...." "Kau salah orang, aku bukan Tik! Pergii!" Badan Atikah bergetar hebat, ingatannya kembali pada malam j*****m itu, saat hujan mulai menyisakan rintik dan ia disiksa secara brutal semalaman oleh laki-laki yang awalnya ia anggap sang pelindung. Laki-laki itu kembali berusaha memeluk Tika lagi dan ... Bug! Bug! Bug! Badan Angkasa tersungkur, ia berusaha bangkit tapi kembali pukulan telak kembali bersarang di rahang dan wajahnya, hidungnya berdarah dan ia melihat Atikah yang langsung diseret menjauh dan hilang dari pandangan matanya. Angkasa menghapus darah di hidung dan sudut bibirnya. Memukulkan tangannya ke lantai dan dua orang satpam menarik paksa Angkasa ke luar dan di dorong secara kasar hingga Angkasa hampir saja terjerembab. "Jangan kembali lagi ke sini! Kau berurusan dengan bos kami tadi! Rejekimu dapat bogem mentah dia, gak biasanya dia datang ke sini dan kamu orang pertama yang dapat bogem gratisan! Huh ada-ada saja!" Angkasa menggeram tertahan, rasanya ia ingin berteriak, di saat pencariannya hampir berakhir, ada saja penghalang yang tak bisa ia duga. "Tik aku akan menebus dosaku, aku minta maaf telah menyakitimu, aku mencintaimu Tik." . . . "Minumlah, tenangkan dirimu." Putra menatap gadis belia yang masih saja terlihat bergetar bahunya itu menyesap perlahan air minum yang ia pegang dengan tangan bergetar. "Makasih ... Pak." Lirih suara Tika terdengar. "Kau pegawai baru ya?" "Iya Pak, sudah satu bulan di sini." Suara Tika masih belum bisa keras. "Sebelumnya kamu kerja di mana?" "Bantu-bantu orang yang buka warung Pak." "Oh. Rumah kamu di mana? Kamu tinggal di mana?" Tika diam agak lama dan menyahut lagi dengan suara semakin pelan. "Tinggal di rumah orang, Pak." Bibir Putra tertarik sedikit. Di mana-mana ya tinggal di rumah orang, masa di rumah hantu ... "Maksudku kamu tinggal sama bapak dan ibu kamu kan?" Atikah menunduk agak lama bungkam dan sekilas menatap Putra dan menunduk lagi. "Mama sama papa saya sudah meninggal Pak." "Ah ya maaf, maafkan aku, lalu kau tinggal dengan siapa selama ini?" "Mama tiri dan kakak tiri saya." "Oh lalu mengapa kau tadi bilang bantu-bantu tetangga?" Atikah menunduk lagi rasanya berat jika harus mengulang kisah hampir dua tahun lalu, kini ia sudah berdamai dengan ketakutannya tapi entah mengapa ternyata ia tetap ketakutan saat bertemu lagi dengan laki-laki itu. "Saya ... melarikan diri dari rumah, sekitar setahun lalu, saya takut, bukan pada kasarnya mama tiri saya, saya sudah biasa dikasari, dimarahi tapi ..." Atikah mulai terisak. "Pasti karena laki-laki tadi kan? Dia kakak tirimu?" Atikah mengangguk. "Kau juga disiksa olehnya? Dia kasar padamu juga?" Tangisan lirih Atikah mulai terdengar. "Dia memperkosa saya Pak, semalaman saya diperkosa hingga badan saya sakit semua, entah setan mana yang membuat dia seperti itu, dia menyukai saya, saya awalnya pun begitu karena saya lihat dia baik tapi entah ada apa mengapa malam itu ia seperti kesetanan menjamah saya ... saya ... saya masih ingat bagaimana saya disakiti dia dengan alasan mencintai saya, saya kotor karena dia, saya ...." "Ssstttt ... sudahlah, tidak usah kamu ingat, kau sudah aman, begini saja kau pamit pada orang yang punya warung yang biasanya kau bantu itu, kau ikut aku ke rumah, kerja di rumah." Atikah mengusap air matanya, lalu menggeleng perlahan. "Tidak Pak terima kasih, saya lebih baik di warung itu, hanya Bi Supik yang saya bantu di sana, saya merasa aman karena ... kami sama-sama perempuan." Putra menghela napas ia paham apa yang ada di kepala Atikah. "Di rumahku pun kau aman, ada Bi Siti dan Bi Minah, kau jangan beranggapan semua laki-laki akan memperkosamu, aku hanya kasihan padamu, laki-laki tadi akan terus menguntitmu, dia sudah tahu kau kerja di sini, dia pasti akan mengikuti ke mana kau pulang, dan bisa membawamu pulang lagi, jika kau bekerja di rumahku kau akan aman, dia tidak akan bisa menjangkau rumahku, kalaupun tahu dia tak akan bisa masuk, jadi pikirkan ini untuk keamananmu, aku tidak mempekerjakan sembarang orang, kedua pembantuku itu salah satunya pembantu lama yang ikut keluarga kami sejak kedua orang tuaku masih ada hingga saat ini hanya tinggal mama saja, kalo pembantu satunya masih baru sih paling ya setahunan, hanya yang perlu kau tahu mama tidak tinggal bersamaku lagi, dia berada jauh bersama kakakku satu-satunya di Jepang sana, jadi bagaimana? Kau ikut aku apa tetap tinggal di warung itu?" Akhirnya Atikah mengangguk pasrah, baginya saat ini yang terpenting adalah menjauh dari orang itu. "Saya ikut Bapak saja." "Baiklah, lebih baik sekarang mumpung belum terlalu malam, kau kuantar ke warung itu dulu, bawa barangmu seperlunya saja, lalu ke rumah, kita lewat pintu samping ini saja." "Iya Pak." Dan Atikah mengekor di belakang Putra, berjalan pelan karena tubuhnya masih lemah setelah melihat kembali laki-laki yang sangat ingin ia lupakan. . . . "Ini kamarmu, Bi Siti bantu Atikah ya, dia akan bekerja di sini, bagi tugas saja, ajari dia dulu." "Baik Tuan, akan saya beri tahu dia nanti." Putra meninggalkan Atikah dan terdengar langkahnya menjauh. "Kamu sangat cantik Nak, kamu terlihat lebih pantas jadi juragan kami, kenapa kau terlihat ketakutan? Di sini aman, nanti Bibi ajari kamu masak ya?" "Saya sudah bisa masak Bi, nanti saya pasti bantu-bantu Bibi." "Iya sudah istirahat saja ya, besok pagi-pagi bangun nanti bantu Bibi, ada si Minah juga." "Iya, terima kasih Bi." Atikah melihat wanita bertubuh gempal itu keluar dari kamarnya, kamar mungil yang hanya ada satu kasur dan lemari kecil. Sebenarnya ia lapar tapi ia tahan, sudah lama Atikah terbiasa menahan lapar. "Ini sudah lebih dari cukup, terima kasih Tuhan masih ada yang mengasihi aku." Atikah kembali menangis ia mengingat almarhum mama dan papanya, juga masa-masa bahagia saat ia hidup dalam kecukupan, ia bukan anak orang tak punya, papanya pengusaha kaya hingga suatu saat sebulan setelah mamanya meninggal, ia melihat papanya membawa wanita yang dikenalkan sebagai mama baru, dan sejak saat itu Atikah semakin percaya cerita yang ia baca saat kecil, jika ibu tiri hanya akan menganggap ia manusia saat papanya ada di dekatnya. Dan caci maki semakin menjadi setelah papanya juga meninggal karena serangan jantung. Awalnya Atikah masih lumayan merasa aman saat laki-laki yang ia anggap seperti kakak sering membelanya, saudara tiri yang amat memahami kondisinya, kelemahannya dan rasa sedih karena hanya dianggap benalu oleh ibu tirinya. Tapi entah mengapa malam itu seolah laki-laki itu bukan laki-laki lembut yang ia kenal. Membuka pintu kamarnya secara kasar dan dengan napas berat, wajah memerah, membuka baju Atikah secara paksa, menyakiti semua yang ada di tubuhnya, semalam ia disiksa, yang membuat Atikah heran diantara siksaan itu sempat terucap di mulut Angkasa. "Minuman laknat apa ini? Aku tersiksa, ah aku harus ... mengapa ... mengapa Maaaa mengapa seperti ini?" Saat subuh dan semua masih terlelap termasuk laki-laki j*****m itu, Atikah bangkit menahan sakit, ia bawa baju seperlunya dan keluar diam-diam, hanya pembantu setia keluarganya yang mengantarnya sampai pagar. Atikah tak tahu harus kemana, ia merasa bersyukur saat makan di sebuah warung, pemilik warung yang sabar menangkap kebingungannya dan memberinya tempat berteduh selama hampir setahun, ia hanya membantu memasak dan mencuci piring. Suatu saat nanti, saat ia telah mampu secara finansial, Atikah berjanji akan membalas semua kebaikan Bi Supik. Tok tok tok! "Yaaa?" Suara Atikah terdengar takut. "Aku, Putra, makan dulu, kamu kan belum makan malam." "Iya." Dan Atikah melihat Putra yang sudah membuka pintu kamar. "Cepatlah kasihan Bi Siti dan Bi Minah, tadi aku suru mereka menyiapkan makan untukmu." "Iya iya Pak, eh iya Tuan." Putra yang tadinya melangkah jadi berbalik kembali. "Siapa yang nyuruh kamu panggil tuan?" "Maaf kalau salah, kan saya kerja di sini?" "Nggak usah panggil tuan, kayak biasanya aja." "Iya maaf." Atikah mengekor di belakang Putra menuju ruang makan yang terlihat sangat besar. "Duh saya jangan makan di sini ... saya ..." Dan salah satu pembantu yang ada di sana berbalik lalu berteriak histeris. "Non Tikaaaah ya Allah Nooon." Pembantu itu menghambur memeluk badan kecil Atikah. "Biiii, Bi Minaaah." Keduanya berpelukan sambil menangis. Sedang Putra dan Bi Siti saling berpandangan, sama-sama berpikir bagaimana mereka bisa saling mengenal.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.7K
bc

My Secret Little Wife

read
97.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook