Perhatian Tipis-Tipis

1439 Words
Hari ini aku sangat terburu-buru ke sekolah. Semalam setelah Wendy telpon, aku benar-benar tertidur,.Walhasil jam tiga dini hari aku sudah terbangun dan baru sadar belum sholat Isya semalam, langsung saja aku berwudhu untungnya masih ada waktu. Dan aku tidak tidur lagi hingga waktu sholat subuh. Tapi setelah subuh aku tertidur lagi dengan masih memakai mukena dan baru terbangun setelah jam enam kurang ketika kamarku di gedor oleh mama. Dengan terbirit-b***t dan tanpa sempat sarapan aku pergi ke sekolah. Hanya selisih sekian detik sebelum gerbang ditutup aku tiba di sekolah. Gerbang biasanya ditutup setelah lima menit bel tanda masuk. Jadi masih ada sedikit toleransi. Aku masuk ke dalam kelas bersamaan dengan pak Ganjar guru agama. Semua murid sudah duduk dengan rapi, kecuali aku tentunya yang masih berjalan dibelakang pak Ganjar. Aku langsung duduk disamping Wendy dengan menghela nafas lega. "Kebanyakan ngayal sih lo, jadi telat kan." Wendy membuka kultum mendahului pak Ganjar. "Laper gue Wen, bawa roti gak?" aku tidak memperdulikan sindiran Wendy. "Nggak ada. Soalnya di rumah gue sarapan nasi goreng tadi." "Permen deh." "Nggak ada." "Apa sih yang lo ada?" "Pulpen, mau?" "Gue bukan makhluk pemakan pulpen!" jawab ku kesal. "Mungkin aja ... eh Owie kenapa lihat-lihat kebelakang sih?" "Kangen sama gue kali," jawabku cuek. "Gue rasa juga begitu. abis ini dia mau nembak lo kayaknya," sahut Wendy sarkas. "Ngenyeeek ... eh tuh pak Ganjar mau ngajar apa duduk doang sih Wen, laper nih gue." "Lo tanyain deh." "Kan kalo dia cuma duduk doang gue bisa makan bubur ayam dulu di kantin." "Belum buka kantin jam segini." "Gue gedor -gedor aja lapaknya biar buka." "Anak-anak... hari ini saya kasih tugas untuk mengerjakan halaman tiga puluh tiga ya, ada sepuluh soal dan kerjakan sendiri-sendiri. Saya dipanggil pak Kepsek dulu. Jangan berisik karena kelas sebelah lagi belajar." Pak Ganjar tiba-tiba memberi kami tugas. "Pak ... kalo sudah selesai boleh ke kantin nggak?" tanyaku sebelum pak Ganjar keluar kelas. "Kamu tadi telat datangkan ... pasti nggak sarapan," tebak Pak Ganjar. "Iya pak." "Ya boleh, tapi tetap tidak boleh berisik." Akhirnya Pak Ganjar benar-benar meninggalkan kelas. Aku langsung mengerjakan tugas yang diberikan pak Ganjar dengan segera karena aku mau secepatnya ke kantin. "Semangat banget sih Pris ... takkan datang kang bubur dikejar, belum mateng masakannya." "Apa aja kek yang ada di kantin," jawabku. "Ada air diember cucian piring kali." "Ya ntar gue tenggak sekalian," jawabku sambil terus menulis. "Pris ... makan nih buat ganjel." Owie memberikan bungkusan putih diatas mejaku. "Eh ... apaan ini Wie?" Tanyaku sambil mendongak melihatnya berdiri dihadapanku. "Sandwich, tadi Aku bawa." "Ini kan bekel kamu kok malah kasih ke aku?". "Aku udah sarapan, tadi iseng aja bawa. ternyata kamu yang butuh," jawabnya. "Makasih banget ya Wie, rejeki banget nih." "Iya, makan dulu baru kerjain tugasnya, nanti sakit maag kalo nggak diisi secepatnya." "Iya," jawabku. Aku meletakkan pulpen lalu mulai membuka sandwich sedangkan Owie kembali ke mejanya. Aku melirik Wendy yang bengong melihat ke arahku. "Aku? kamu? sejak kapan?" bisiknya dengan muka yang sulit aku jelaskan. "Salah denger loo ... jangan halu," jawabku santai sambil menikmati sandwich dan menulis tugas lagi. "Demii apaaa?" Wendy mencubit pelan tanganku. "Lo kan nggak percaya sama gue, ngapain penasaran? Kan lo bilang gue haluu." "Jawab yang bener," ujarnya. Aku rasa Wendy sangat terkejut tadi makanya sekarang keponya maksimal. "Lagi makan nggak boleh ngomong ... eet dah enak banget sandwich dibawain ayang ya Wen." bisikku sambil terkekeh kepada Wendy yang masih melotot. Aku terus menikmati sandwich yang dikasih Owie, bentukannya sih sama seperti sandwich yang ada tapi karena Owie yang kasih kok rasanya jadi spesial ya? atau cuma perasaan aku saja? "Mukanya biasa aja deh, nggak usah kayak nikmat banget gitu." Wendy menyindirku tanpa melihat kearahku. "Rasa makanannya sih sama aja Wen, tapi perhatiannya yang luar biasa," bisikku ke telinga Wendy yang langsung membuatnya menoleh kepadaku. "Pelet lo yang satu lagi mulai bereaksi?" tanyanya dengan muka serius. "Kayaknya." "Bisa secepat itu dia berubah, kayak cuma menjentikkan tangan? kok bisa?" Wendy benar-benar tidak terima. Aku tertawa melihat raut wajahnya penuh dengan rasa penasaran. "Jadi yang gue ceritain ke elo semalam seratus persen benar, kecuali soal malam minggu." Mata Wendy mengarah ke satu titik. Setelah Aku ikuti ternyata dia melihat Owie keluar kelas. "kemana tuh dia?" tanyaku ke Wendy. "Insaf kali dia, sekarang mau minta maaf ke Luna sudah khilaf ke elo." Aku ngakak sambil memukul bahunya pelan. "Jangan kejam banget sama gue, gini-gini kan gue sohib lo Wen." "Walau ada perubahan tetap belum terima gue," sahut Wendy lagi. Tiba-tiba masuk notifikasi dihapeku. Owie Kamu bawa minum nggak? Aku lagi di kantin. Aku memperlihatkan Chat Owie ke Wendy. "Whaaatt? Bener-bener dahsyat banget pelet lo ya." "Masih nuduh gue halu apa mau minta maaf?" "Iya ... iya maaf ... walau sulit dipercaya si kanebo kering bisa lembab juga." Aku tersenyum sambil membalas wa Owie. Me Aku bawa minum Wie... makasih udah nanyain. Btw makasih ya, sandwichnya bikin otakku cemerlang nih. Owie Kamu makan sandwich apa ngunyah sabun cuci sampe cemerlang gitu? Aku ketawa ngakak. Wendy langsung mendekat dan ikut membaca chat ku. Me iihh..ntar kalo Aku Modar karena ngunyah sabun cuci kamu nggak ada temen duetnya lho. Owie Kok gitu ngomongnya, Aku nggak suka ah. Me iya maaappp kamu ngapain ke kantin? Owie Nih si Ario minta ditemenin. Me Oooo Owie Beneran nih nggak mau dibeliin minuman? Aku mau balik ke kelas. Me Nggak usah wie ... thanks Owie Oke "Kenapa sih langsung berubah gitu dia?" Tanya Wendy lagi. "Jangan ge er ah ... dia punya pacar cantik lho Wen, gue tuh bukan ancaman buat Luna. mungkin Owie mau dapat chemistry sama gue supaya lebih menghayati lagu dengan baik dan duetnya sukses. semalam gue tuh bercanda aja kok bilang dia jodoh gue." "Ya ... ya ... bagus kalo mental lo udah siap begitu ... jadi nggak nyungsep pas saat manisnya hilang." Aku tersenyum kecut menanggapi omongan Wendy. Apa iya aku siap mental? baru dimanisin dikit aja udah klepek-klepek. Owie masuk lagi ke dalam kelas bersama Ario. Aku sama Wendy masih ngobrol dan didatangi Nandi. "Shay... pulang sekolah temenin ke Gancit dong." "Mau ngapain Cong?" "Mau beli skincare gitu," ucap Nandi yang kalo ngomong ribet sama kawat giginya. "Asal ditraktir makan mau deh," jawab Wendy. "Iya..gue traktir makan ntar." "Gue bimbel hari ini, nggak bisa ikut," ucapku. "Jam berapa sih bimbel, kan kita pulang jam dua." "Jam empat sih, tapi mepet nanti...besok aja yuk sekalian malam mingguan. Lumayan ngilangin gabut." "Lo bisa Wen? Gue traktir nonton kalo besok. gue baru dapet duit dari om gue." "Om baru kenal apa om beneran?" selidik Wendy. "Gila lo ya ... adek nyokap gue, dari lahir gue udah kenal!" Nandi kumat emosinya. "Santai siih...pake nyolot lagi, jelek tau nggak.". "Abisnya nanyanya gitu amat, nggak percayaan deh Wendy." "Udah ... udah, iya percaya, besok kita ngumpul di rumah Priska aja," usul Wendy. "Jam dua ya, kita cari skincare dulu abis itu nonton jam lima aja, trus makan malam, jam delapan bisa pulang." "Setuju." "See you tomorrow ya," teriak Nandi meninggalkan bangku kami. "Mau malam minggu kemana lo miss Nandi?" Tanya Ario yang mendengar teriakan Nandi tadi. "Malmingan sama duo gadis gue dwoong." "Gue sama Owie ikut boleh nggak?" "Lo berdua pergi pacaran aja, ngapain ikut gue?" "Pelit lo." "Beneran lo ya ... gue ajak tapi nggak boleh bawa pacar," tantang Nandi. "Nggak deh, pacar gue ntar ngambek." "Bacot doang lo!" Ario tertawa menanggapi ocehan Nandi. Sementara lelaki disebelahnya hanya tersenyum menyimak obrolan mereka. Aku juga menyimak obrolan singkat mereka, kira-kira Owie mau malam minguan sama aku nggak ya? Eh maksudnya sama kami. "Depan rumah gue kemarin mati gara-gara lagi ngelamun trus dipatok ayam." Aku melirik Wendy, "Bisa gitu dipatok ayam mati?" "Ya bisa lah karena ngelamun nggak sadar udah ditengah jalan, ada ayam mau nyebrang trus dipatok, eh pas juga ada Angkot ugal-ugalan lewat, mati deh ketabrak." Wendy tertawa setelah bercerita. Aku baru sadar bahwa dia bohong dan sebenarnya mau menggangguku yang habis melamun menghayal malam mingguan sama Owie. Aku meliriknya tajam. "Nggak bisa ya kalo nggak nyindir gue? nggak bahagia hidup lo kayaknya kalo sehari nggak ngeledek gue?" "Lagian lo kayak orang jatuh cinta akut. sebentar ngelamun, sebentar senyum-senyum, padahal gebetan punya orang lain, bikin stres diri sendiri aja lo, awas jadi pelakor." "Nggak ... mana mungkin gue jadi pelakor, pertama nggak bakat, kedua nggak mungkin, ketiga nggak ada kesempatan". " kalo ada kesempatan?" "Hehe...nggak tau deh." "Dasaaar ... kesempatan ada tapi dianya nggak naksir lo gimana?" "Ihh..nggak udah diperjelas juga kali, lo tuh ibarat udah buka pintu langsung dijeblakin lagi depan gue ... kejam banget sih," rajukku yang membuat Wendy tertawa. "Nanti lo bakal dapat jodoh yang terbaik Pris ...sabar aja." "Lo juga gue doa in ya Wen..." "Amiin"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD