Sulit Di Percaya

1615 Words
Hari pertama ini aku dan Owie fokus latihan lagu ' Talking To The Moon'. Mencari improvisasi yang cocok dan juga permainan gitar Owie yang menurutku sangat enak didengar. "Aku nggak nyangka kamu hebat main gitarnya. Aku kira cuma bisa basket aja." "Kalo basket aku bisa karena latihan dari kecil. Kalo gitar selain bakat, aku latihan lihat di Youtube. Ini gitar punya almarhum papaku dulu. Adikku Nino nggak bisa main gitar, sepertinya dia nggak bakat juga." "O jadi kamu sudah nggak punya papa juga?" "Sekarang ada papa sambung, mama udah nikah lagi, Ana adikku dari papa yang sekarang. Kalo kamu?" "Aku udah nggak punya papa, mama nggak mau nikah lagi katanya." "Emang udah lama meninggalnya?" "Belum, baru tiga tahunan deh." "Kalo aku sudah lama sekitar tujuh tahunan, kamu berapa bersaudara Pris?" "Aku berdua, abangku namanya Dimas udah mau lulus kuliah di Brawijaya. Jadi adik kamu namanya Nino ya? Terus Ana juga?" "Iya mereka berdua itu adik-adikku." "Enak nggak punya adik?" "Enak-enak aja. Tapi kalo denger mereka berantem berdua, sakit juga kepalaku." "Masak sih beda gender dan umur sejauh itu masih berantem?" "Nino orangnya usil banget. Dia kayaknya senang banget kalo denger Ana teriak apalagi sampe nangis. Kebetulan Ana kalo udah nangis jeritannya kedengeran satu komplek kayaknya." Owie tertawa mengingat Ana yang hobby nangis. Untung saja Ana sudah diajak tidur siang oleh mbak Tina tadi, bisa protes dia kalo diomongin begini. "Adik kamu cantik banget, pinter lagi. Kalo dikasih adik kayak gitu aku juga mau." "Kamu bagi dua aja adiknya sama aku, boleh kok." Aku tertawa mendengar ucapannya.Berbagi hidup aja aku mau, apalagi cuma berbagi adik Wie... murah aku tuh sama kamu. "Adik aku Ana ya, kan aku sudah punya kakak laki-laki." "Iya boleh, kalo kamu punya adik kayak Nino, abis kamu nanti dikerjain juga sama dia." Kami tertawa lagi dengan kelucuan ini. "Eh Wie, kita udahan nih latihannya?" "Iya udah." "Kalo gitu aku pulang deh." "Sebentar." Owie meminta waktu untuk menerima panggilan telpon entah dari siapa. Tapi dia menjauh dan masuk ke dalam rumah. Sepuluh menit bukan waktu yang sebentar kalo sedang menunggu. Karena tidak jelas Owie akan keluar lagi jam berapa, aku langsung memesan ojek online karena hari semakin sore. "Mbak Tina, saya pamit dulu ya, ojek sudah datang. Owie tadi masuk ke dalam menerima telepon takutnya lama, nanti saya Wa dia aja," ucapku ke mbak Tina yang berada di dekat teras belakang sedang meletakkan pot bunga kecil di luar. "O iya mbak...hati-hati dijalan. Nanti saya bilangin juga ke aa'." Aku langsung keluar melalui pintu masuk ku tadi lewat garasi. Abang ojek sudah duduk manis dekat pos satpam rumah Owie ini. Aku langsung menaiki ojek dan pergi meninggalkan rumah Owie. Setelah sampai di rumah, keadaan masih sepi karena mama belum pulang kalau jam lima sore begini. Aku langsung mandi karena selain memang badan berdebu dan juga bercampur keringat tidak enak rasanya. Aku pun merasa lelah sekali . Dari pada nanti aku ketiduran, lebih baik segera membersihkan diri. Parfum Owie sudah tidak tercium lagi di bajuku, Bagus bukannya parfum abang ojek tadi yang ikutan nempel dibajuku. Aku memakai body lotion wangi favoriteku setelah selesai mandi. Ketika baru saja selonjor enak, ada suara panggilan di hapeku. Aku mencari benda tersebut di dalam tas sekolahku. Ada nama Owie di layar hapeku. "Ya Wie." "Kok kamu main pulang aja, kan tadi aku suruh tunggu." "Kamunya lama, aku nggak tahu kapan kamu akan keluar. Maaf ya." "Kamu naik apa tadi?" "Naik ojek online. ini sudah sampe rumah dan udah mandi, sekarang lagi santai, capek juga ternyata." "Padahal aku mau antar kamu tadi." "Nggak apa-apa kok Wie." "Yaudah..istirahat deh sampe ketemu besok di sekolah ya." "Oke," jawabku dengan senyum manis yang tentu saja Owie tidak bisa lihat. Aaahh...telpon pertama dari ayang Owie, perlu dicatet tanggal dan jam nya nggak yaaah? * Setelah makan malam dan membereskan buku buat besok aku membaringkan tubuh lelahku sambil menaikkan kaki ditembok supaya rileks. Tiba-tiba nada panggil di hapeku berbunyi. "Napaaaa ... penasaran lo yaaa," sapaku pada penelpon malam ini. "Buruan cerita, gimana Owie? Eh sebentar...ganti video call aja," perintah nya. Aku pun menerima permintaan video call dari Wendy. "Kenapa muka lo senyum-senyum gitu." Tatapnya penuh curiga. "Lo mau interogasi gue apa gimana nih, segala senyum gue aja lo permasalahkan." "Gimana Owie, mau ngomong nggak dia sama lo? Apa masih kayak kanebo ke jemur?" "Hm ... gimana ya mau ceritanya." "Hadeeuh sok mikirin lagi, biar gue tebak ... pasti dicuekin lo ya?" "Diiihh...sorry menyorry my friend, Owie manis banget sama gue tauuk. Kalo bisa dia ngarep gue nggak usah pulang kali Wen, nginep aja di rumahnya." "Mulai halu kan lo?" "Kayaknya suatu hari nanti gue bakal nikah sama dia deh Wen," jawabku sambil tersenyum dengan kedua alisku naik turun didepan layar hape. Tampak Wendy memutar bola matanya malas. "Baru sehari lo latihan udah pinter bo'ong sama gue." Aku tertawa mendengar tuduhan Wendy. "Itukan bukan kebohongan, tapi prediksi gue. Kadang yang cantik itu bisa kalah sama yang asyik lho Wen." "Jadi lo mau klaim bahwa lo orang yang asyik gitu? Trus sekalian mau bilang lo nggak secantik Luna kan?" "Untuk pertanyaan pertama, gue nggak ngeklaim ... tapi bisa aja Owie menganggap gue asyik, kalo pertanyaan kedua ... kok gue yakin bahwa gue cantik ya Wen ... Owie bilang gue cantik kok," aku menjawab sambil tersenyum simpul. "Booo'oong kan looo ... demi apa Owie bilang lo cantik?" "Demi apa aja deh ... dia bilang suara gue bagus dan wajah gue cantik, ternyata bener kata nyokap bahwa gue cantik ... lo doang yang nggak percaya bahwa gue cantik." "Gue pengen cerita yang sebenarnya Priska Aminta binti Ivan Ramadhan, jangan lo karang seolah-olah lo bahagia apalagi sampe halu tingkat dewa. Yang sejujurnya aja. Gue nggak bakal ketawain lo deh..." Aku menurunkan kakiku dari tembok dan mengambil posisi tengkurap. Aku sampirkan rambut depanku yang berantakan di sela kuping. "Gue nggak halu Wendyyy ... gue juga nggak bohongin elo. Sumpah itu Owie di sekolah beda banget sama Owie di rumah. Sweet banget diaaa ...Ya Allah, kuat nggak ya dia nggak selingkuh dari Luna karena sering ketemu gue?" Wendy ketawa sinis. "Sungguh iba gue lihat lo ... udah-udah tidur deh, mulai error lo kayaknya. Besok gue hibur lo deh ... kesian banget teman gue." "Lo nggak percaya omongan gue Wen?" "Pengen percaya tapi aku tak mampuuuu." "Nanti gue tunjukkan ke elo bahwa gue nggak bohongin elo." "Oke..oke...kita lihat aja nanti. Betewe rumah Owie kayak apa? Gede ya, beneran dia anak orang kaya?" "Bukan gede Wen..tapi gede buangettt. ada kolam renang, ada lapangan basket juga." "Itu rumah apa Gor? lo yakin nggak dibawa Owie ke Gor tadi?" "Serius gue, halaman belakangnya luas banget. Kalo mau nikahan nggak usah sewa gedung kali, disana aja cukup." "Tambah susah digapai tuh Pris, ganteng, tajir, baek hati pula." "Nggak ada yang sulit, gue yakin dia jodoh gue." "Hellllooow ... mon maap ya, situ baru bergaul beberapa jam sama dia udah maen yakin aja. Baek-baek nyungsep kalo kelewat halu." Aku tertawa mendengar ucapan Wendy. "Iya ... iya ... becanda aja neeng. jangan sewot doong, doa in kek gitu." "Berdoa sih berdoa tapi nggak kelewatan juga kali Pris. Nggak enak kan kalo doanya terlalu tinggi, kalo dikabulkan takut yang lain ngiri .. tapi kalo nggak dikabulkan kok kesian sama elo." ucap Wendy lalu terkekeh. "Tapi serius Wen...dia bilang gue cantik." "Mulaiiii." "Ya Allah Wendy ... gue serius banget." "Lo ngomong gini gue sambil ngebayangin muka Owie tau nggak ... nggak matching banget deh, mukanya kan lempeng banget, ngomong sama kita aja seperlunya ... gimana bisa gue ngebayangin dengan wajah begitu bisa-bisanya dia bilang lo cantik?" "Yaudah deh kalo lo nggak percaya. Gue juga rasanya nggak sebudeg itu dengerin dia bilang gue cantik." "Iyain aja deh asal lo bahagia." "Wendy gitu ih." "Terus saiyaah harus bagaimanaaa? Lo ketemu keluarganya juga?" "Cuma adeknya yang TK, adeknya yang nomer dua cowok yang namanya Nino gue tadi nggak ketemu. Papa mamanya juga nggak ada tadi." "Kapan lo latihan lagi?" "Maunya gue malam minggu nanti ... sekalian melatih jalan bersama biar biasa." Jawabku santai. "Serius gue!" "Galak banget temen gue ... nanti Selasa. Kan dua kali seminggu." "Nah gitu dong, kalo ditanya jawab tuh yang bener." "Dari tadi gue udah jawab semua dengan benarrr ... lo aja yang nggak terima. Gue cuma bohong soal latihan malam minggu kok. Beneran lho Wen." "Terserah lo ngomong apa aja deh tapi bagi gue semua cerita lo sulit dipercaya. Pasti pulangnya lo naek ojekkan? Nggak mungkin bangetkan dia mau anterin lo pulang." Sindir Wendy. "Dia pengen banget nganterin gue pulang, tapi gue pesen ojek aja sendiri, trus gue tinggal deh dia." "Lo kenapa jadi gini sih Pris ... sampe pulang tadi aja lo masih resah nggak karuan mau pulang sama Owie. Sekarang abis latihan tiga jam aja lo berasa Owie perhatian banget sama lo, kenapa siih? Nggak bisa biasa aja ya? Senang sih boleh, tapi jangan sampe halu kelewatan banget dong. Sumpah gue khawatir sama lo kalo kayak gini, kalo sama gue lo bebas deh ngehalunya. tapi gue cuma mau ingetin jangan sampe Luna denger lo ngoceh begini, repot urusannya nanti." Ucap Wendy panjang lebar. "Gue nggak halu Wen." Sahutku agak pelan takut Wendy ngoceh lagi. "Diomongin sediihh ... gue tuh sayang sama lo Pris, gue takut lo bablas ngarang cerita yang nggak bener, nanti kalo ada yang denger cerita model gini bukan cuma Luna yang eneg sama lo, Owie juga kesel kali." "Iya deh maaf. " "Nah gitu dong. Yaudah tidur deh lo...besok kita ketemu di sekolah , bye" "Bye Wen." Aku memutuskan sambungan video Call dengan Wendy. Bahkan sahabat terdekatku sendiri tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan tadi. Ini pasti karena dia melihat sikap Owie selama ini kepadaku. Kalo tiba-tiba nanti Owie lebih ramah kepadaku mungkin Wendy akan percaya. '
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD