Suara Kamu Bagus

1478 Words
Ternyata rumah Owie itu tidak jauh dari sekolah. Dalam waktu 10 menit kami sudah tiba di rumah yang bisa dibilang luas di daerah elite di Kebayoran Baru ini. Tampak beberapa mobil merk terkenal berjejer di garasi. "Ayo masuk," ajaknya menyudahi lamunan sesaatku. Aku mengikutinya masuk kedalam rumah yang besar ini melalui pintu samping dekat garasi. "Assalamualaikum," Owie mengucap salam ketika masuk rumah. "Aa' pulaaaang." Tiba-tiba seorang gadis kecil mungkin usianya sekitar lima tahun berparas cantik datang menghampiri kami dan langsung minta digendong oleh Owie. "Ini kakak siapa," tanya gadis kecil tersebut sambil melihat kepadaku. "Ini kak Priska ... temen aa'. Nanti kak Priska mau latihan nyanyi sama aa'," jawab Owie. "Temen kak Luna juga?" "Iya, nama adek siapa?" kali ini aku yang bertanya. "Ana," jawabnya. Lalu Owie mengajakku menuju ke halaman belakang, tampak kolam renang, lapangan basket versi single ring dan gazebo. Ana ikut dengan kami dan tetap digendong Owie. "Kamu tunggu disini ya, aku mau ganti baju dulu sekalian ambil gitar," ucap Owie. Aku mengangguk mengiyakan. "Ana disini sama kakak Priska ya," bujukku. "Iya," jawab Ana. Aku sangat senang dengan Ana, karena ternyata gadis kecil ini sangat mudah didekati. Aku ngobrol sama Ana selama kurang lebih 15 menit. Lama juga Owie ganti baju. Tapi berbicara dengan Ana seperti ngobrol sama anak seumuran. Maksudnya bukan membahas tentang fashion atau percintaan anak sma ya, tapi lebih ditanya apapun dia bisa menjawab dengan lancar dan aku tidak perlu berakting sebagai anak TK. "Ana sekolah dimana?" "Di Sun Bright kelas kecil," jawabnya. "Oww ... kakak kira Ana udah kelas besar." "Aku maunya di TK besar kak, tapi belum boleh karena aku baru 5 tahun. Aku bosen kelas kecil ... nyanyi-nyanyi terus, aku maunya belajar beneran. Aku sudah bisa baca sama tulis lho." "O ya ... siapa yang ajarin Ana baca dan menulis?" "Mama." "Wuih hebat lho ... tapi ini serius mau belajar yang beneran sekarang?" "Iya mau kak." "Wah kalo kak Priska malah bosen belajar tulis-tulis terus ... maunya nyanyi-nyanyi terus," ucapku sambil tertawa. "Kakak mau tukeran sama aku?" "Iih nanti kakak dibilang ibu guru dooong." Lalu kami tertawa dan tidak menyadari Owie datang. "Jangan ngajarin Ana yang nggak-nggak ya," ucapnya. ."Nggak kok ya dek." "Nggak kok a'.. aku mau tukeran sekolah sama kak Priska." Owie mengerutkan dahinya. "Emang Ana udah mau jadi anak sma?" "Kak Priska yang mau jadi anak tk ... katanya maunya nyanyi terus, bosen nulis-nulis." "Bisa jadi ketua genk kalo Kak Priska masuk tk lagi ". Owie tersenyum mungkin membayangkan kelakuanku sehari hari yang memang selalu ceria. Geer dikit boleh dong. "Kita makan dulu ya ... lagi disiapin mbak. Nanti di antar ke sini," ucapnya lagi. "Wah menang banyak nih gue, datang nebeng eh dapat makan juga." "Kok Kak Priska bilangnya gue sih? Nggak boleh ngomong sama aa' begitu. Bilangnya a k u," protes Ana tiba-tiba. "Nggak apa-apa Ana ... Kak Priska selalu bilang begitu sama aa' kalo di sekolah," jawab Owie. "Kak Luna juga bilangnya aku, kan kak Priska temennya kak Luna." "Iya deh maafin kak Priska ya dek. Sekarang kakak bilangnya aku dan kamu sama aa' yaaa," sahutku mengakhiri perdebatan. "Toss doong." Ana memberikan telapak tangannya. Duh dek... kakak tambah baper kalo giniiii. Tidak berapa lama makan siang soto Betawi datang diantar seorang wanita yang sepetinya sedikit lebih tua dari kami yang aku duga ART di rumah ini. "Makasih mbak Tina," begitu Owie menyapanya. Aku pun mengucapkan hal yang sama. "Ana mau makan juga gak? Kakak suapin mau?" tanyaku ke Ana. "Aku sudah makan tadi di mal sama mama dan eyang," jawab Ana. "kok di mall Na... kan di rumah ada makanan enak gini," tanya Owie. "Tadi mama sama eyang jemput aku ke sekolah, trus eyang mau makan di mal." "Oowh.. makan apa tadi?" "Makan Sushi." "Enakan soto Betawi Na." "Sushi juga enak kok a'," jawab Ana. "Ana suka makanan Jepang?" tanyaku "Suka bangetttt," jawabnya sambil nyengir. Aku dan Owie menghabiskan makanan yang ada tanpa banyak bicara. Hanya terdengar Ana bersenandung kecil. Setelah menyelesaikan urusan makan siang, baru kami membahas soal nyanyi. "Kita mau bawain lagu apa wie?" Aku membuka pembicaraan dengan pertanyaan setelah kami menyelesaikan makan siang. "Kita nyanyi satu lagu, tapi kita latihan buat tiga lagu supaya ada cadangan kalau ada permintaan penonton," jawab Owie. "Lagu slow?" "Iya. Pasti mereka pengen slow melow gitukan..? Kita siapkan dua lagu slow, yang satu nya agak ngebeat." "Lo udah, eh kamu udah punya kandidat lagu? Aku belum mikir sama sekali." tanyaku sambil melirik ke Ana yang sempat melotot ke arahku. "Kenapa sayang? kakaknya belum biasa," ucap Owie sambil tersenyum ketika melihat Ana melotot. Boleh nggak sih bilang sayangnya ke aku jugaaaa, please. "Belum ada sih ... coba kamu nyanyi apa dulu gitu, aku pengen tau jenis suara kamu. Biar bisa tau cocoknya nyanyi apa." "Hmmm.. apa yaaa.. " aku berpikir sejenak. 'I know you're somewhere out there Somewhere far away...' Aku mulai menyanyikan lagunya. I want you back I want you back Owie pun mulai memetikkan senar gitarnya mengikuti nyanyianku. Aku menyelesaikan lagu 'Talking to the moon' dan menunggu pendapatnya. "Suara kamu bagus, enak didenger," ucapnya. Ya ampuun... Kalo suaraku jelek nggak bakal aku dipilih nyanyi sama seus Nandia, Bambaaaang. Puji yang lain kek... Kamu cantik gituuuu. "Aku mau bisa nyanyi kayak kak Priska dong.. " Ana ikutan menanggapi. "Beneraaan..? Nanti Aa' bisa ajarin Ana." "Iya a'?" tanya Ana penasaran. "Kak Priska dong yang lebih hebat nyanyi nya ... aa' nanti yang main gitarnya aja.". Ana mengangguk - angguk percaya. "Jadi kamu mau pilihkan lagu apa untuk aku?". "Lagu tadi aku suka versi kamu. Kita pake aja itu, sama lagu Indonesianya coba lagu Tulus deh.". "Yang mana? Gajah? Monokrom?" Tanyaku. "Yang Adu rayu. Kamu versi Glen, aku yang Tulus." "Aaiih serius kita duet?? wahh surprise bangett," sambutku gembira. Owie hanya senyum-senyum. "Denger kamu nyanyi tadi nggak tahan pengen duet, siapa tahu kamu jadi penyanyi terkenal nanti. Paling nggak aku pernah ngerasain duet sama Artis top," ucap Owie lalu tertawa. Ya Allah...jangan duet nyanyi.. duet hidup aja aku pasraaahh Baang. Aku tersenyum malu. "Aku nggak bercita - cita jadi artis kok. Cuma nyanyi untuk kesenangan pribadi. Ya bisa disalurkan di karaoke atau kamar mandi aja deh." "Serius? Aku pikir orang yang punya suara bagus dan paras cantik pasti pengen jadi Artis." Wait.. Dia bilang apaaa? Suara bagus dan Paras cantik... Wendyyyyy... dia bilang aku cantiiikk...Yeaaayyy. "Nggaklah ... Itu bukan bagian dari cita-citaku. Cuma hobby aja. Aku pengennya jadi Public relation aja. Nanti kuliah Komunikasi untuk bisa kesana," ucapku. "Bagus itu, tapi nyanyinya jangan ditinggalkan. Kamu berbakat banget Pris, nggak semua orang dianugrahi suara yang bagus seperti kamu." "Ya kan karena itu hobby, pasti aku salurkan ke dua tempat yang aku bilang tadi," ucapku dilanjutkan dengan tawaku. "Kalo gitu nanti aku rekam ya, biar nanti bisa tetap dikenang sepuluh tahun lagi, kalo nanti aku mau dengar kamu nyanyi aku nggak perlu berdiri dekat pintu kamar mandi kamu." Kami tertawa lagi mendengar ucapannya. Sementara Ana serius memperhatikan kami. "Ya nanti sepuluh tahun lagi aku numpang mandi disini aja biar kamu bisa dengerin aku nyanyi." Owie menanggapi dengan tawanya lagi. "Kamu mau kuliah di mana Pris?" "Paling jauh Bandung lah, nggak mau jauh-jauh dari Jakarta." "Itb atau Unpad?" Kini aku yang tertawa mendengar pertanyaannya. "Ya kali ITB wie ..lo pikir gue secerdas itu apa? Nggak lah, kalo gue beruntung bisa di komunikasi UI kalo nggak komunikasi Unpad." Owie melirik ke arah Ana yang rupanya tatapannya tertuju padaku. "Eh maaf ... maaf, kakak lupa." Aku memasang muka penyesalan karena tidak sengaja menyebut elo gue lagi. "Kalo kamu mau melanjutkan sekolah kemana wie... Kan tinggal 3 bulan lagi kita udah lulusan." tanyaku. "Mau sekolah Pilot di Australia." "Wooow.. Keren banget jadi Pilot. Nanti ajak aku naik pesawat kamu ya." "Ya boleh.. Tapi selama terbang kamu harus menghibur aku ya, nyanyi di pesawat." Lagi-lagi aku tertawa ngakak. "Ya.. ya.. aku ngamen di pesawat kamu ya, ala penyanyi Cafe." Dia pun tertawa mendengar ucapanku. "Bisa nggak konsen aku nanti liatin kamu nyanyi terus atau nanti aku bikin Cafe trus kamu jadi penyanyinya disana." "Harus banget dibikinin Cafe cuma karena supaya bisa lihat aku nyanyi?" "Iya dong, Suara merdu begini jangan di sia-siakan." "Nggak kepikiran sih kalo nyanyi didengar semua orang apalagi tampil secara profesional gitu, tapi nggak tahu kalo nanti berubah pikiran ya, tapi untuk saat ini aku nggak mau." "Ini tampil diacara sekolah mau." "Ya kan lingkungan terbatas, terus sekali doang tampilnya, terus semua penonton juga aku kenal," aku membeberkan alasanku. Baru beberapa saat saja aku bisa berkomunikasi lancar dengan Owie. Kenapa di sekolah susah sekali, apa harus sering-sering ketemu diluar sekolah ya? Ehm...bingung aku tuh. Ternyata Owie itu sangat asyik diajak ngobrol. Bukti nya aku banyak tertawa dari tadi. Eh tapi dia juga terlihat bahagia kok, wajahnya sumringah dan banyak tertawa juga. beda sekali kalo dibanding dengan di sekolah. Semoga mulai hari ini dia nggak kaku lagi berbicara denganku. Aaah... nggak sabar pengen cerita ke Wendy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD