bc

Pelukan Terakhir

book_age16+
1.0K
FOLLOW
8.7K
READ
possessive
BE
second chance
friends to lovers
arrogant
goodgirl
tragedy
sweet
bxg
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Cinta bisa datang kapan saja. Akan tetapi tidak semua memiliki cinta, tidak semua bisa merasakan cinta dengan mudahnya. Seperti halnya Aira Salsabila Khairunnissa, wanita itu memutuskan menikah tanpa cinta. Bukan juga karena paksaan tetapi karena ia memang mau. Terlebih pernikahan juga terjadi karena perjodohan.

Menjalani kehidupan pernikahan, menjalani kewajibannya sebagai seorang istri. Tetapi, ia masih tak bisa merasakam cinta. Kejadian masa lalu membuatnya menutup rapat-rapat hatinya. Gibran Angkasa—suaminya itu juga tak cinta padanya.

Banyak para lelaki dan wanita yang mendekati keduanya, namun tak ada yang cemburu. Hanya saling mengingatkan tugasnya masing-masing. Aira yang benci pengkhianatan dan Gibran yang hanya mau menikah satu kali seumur hidup.

Hingga, Aira dinyatakan hamil. Akankah Gibran mau menerima anaknya? Disaat Aira belum siap menjadi seorang ibu. Disaat Gibran tak ingin memiliki seorang anak.

Kisah kehidupan tanpa cinta, namun ada anak yang harus membuat keduanya menghadirkan cinta. Membubuhkan kasih sayang walaupun nyatanya begitu sulit.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Ketika dua insan dipersatukan tanpa adanya cinta. Saling mengenal dalam waktu yang lama namun hanya sebagai teman. Dengan sikap maupun kepribadian yang sebelas dua belas. Akankah mereka bisa hidup bersama selamanya dengan menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing? Terlepas takdir yang memang menyatukan. Senja mulai tampak, para tamu masih saja ramai memasuki khawasan perumahan elite. Sang pengantin wanita hanya bisa mendengus pasrah duduk di pelaminan setengah hari. Kaki yang pegal karena memakai high heels yang setinggi 7 cm dengan gaun yang membuatnya sesak. Belum lagi make up yang menempel di wajahnya, ia sungguh benci akan hal tersebut. Tetapi, apa daya mau memberontak pun hanya akan menambah masalah saja. Sedangkan, sang pengantin lelaki hanya bisa menatap datar para tamu undangan. Ia juga sudah lelah ingin segera mengistirahatkan tubuh. Akan tegapi keinginannya harus ia tunda sampai para tamu tak lagi datang ke acara pernikahannya ini. Pernikahan ini bukan atas dasar keterpaksanaan, bukan juga karena saling cinta. Pasangan pengantin fenomena malam ini membuat para orang tua hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya. Begitu dingin dan cuek. Tidak ada gugup ataupun malu. Padahal malam ini adalah malam pertama keduanya. "Sampai kapan, sih?" Sang wanita berdecak kesal. Ia ingin segera berganti baju. Belum lagi lisptik merah ini membuatnya kaku untuk sekadar berbicara. "Sabar kali. Saya juga capek." Sang wanita akhirnya diam. Ia tidak sendirian dalam keluh kesahnya ini. "Pasangan pengantin kok gak ada senyum-senyumnya," celetuk Mama Sari—mama kandung pengantin lelaki. "Kapan selesainya, Ma?" "Gak sabar, ya," goda sang mama sambil menaik turunkan alisnya. Sang pengantin lelaki hanya menatap heran ke arah mamanya. Ia tidak mengerti sama sekali apa yang dimaksudkan. "Mama, aku izin ke belakang dulu," ujar pengantin wanita. Ia ingin ke kamar mandi sekalian beralasan berlama-lama di sana. Ia butuh air untuk mendinginkan pikiran. "Ayo, biar mama anter!" Sang pengantin lelaki melerai, "biar sama aku saja, Ma." "Ih, romantis sekali. Ya sudah, temani istrimu sana." Mama Sari mengizinkan keduanya turun dari pelaminan. Pasangan pengantin tersebut tentu bersorak bahagia. Apalagi mereka sudah mengambil banyak foto, sehingga tidak ada lagi alasan untuk kembali ke sana. Lebih memilih menikmati udara di luar. "Akhirnya, bebas juga," ujar sang pengantin wanita sambil mengipaskan wajahnya dengan tangan kanannya. Pernikahan yang diadakan di rumah dan halaman depan rumah yang kebetulan luas. Diadakan di rumah sang mempelai wanita. Kini keduanya memilih duduk di belakang rumah sambil menikmati udara. Sang pengantin wanita merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan kedua mata. "Kamu tahu apa tugas seorang istri?" tanya pengantin lelaki sambil memejamkan kedua matanya. Keduanya duduk bersebelahan dengan saling memejamkan mata. Namun, pikiran keduanya melayang akan kegiatan sehari-hari yang tentu beda dari sebelumnya. "Tahu." "Kamu tahu jika saya tidak mencintai kamu?" "Sangat tahu." Ia juga tidak menyukai bahkan mencintai lelaki yang duduk di sebelahnya yang telah berstatus sebagai suaminya itu. "Saya akan menjalankan tugas saya sebagai seorang suami." "Ya, dan jangan berharap saya bisa memasak makanan dengan enak. Saya tidak sepintar itu dalam mengolah bumbu menjadi makanan yang enak." "Saya kaya, punya pembantu. Kita tinggal menikmati makanan saja." Sang pengantin wanita menganggukkan kepala. Usianya baru 25 tahun, tetapi bagi para kalangan wanita umur segitu sudah sangat matang untuk menikah. Jika tidak akan dapat banyak pertanyaan atau lebih parahnya hinaan bahwa tidak laku. Huh, begitulah hidup banyak perkataan buruk disaat banyak juga kebaikan yang ada. "Kamu benar-benar tidak memiliki kekasih atau orang yang kamu cintai?" "Tidak," jawab sang pengantin lelaki dengan singkat. "Bagus, aku tidak suka pengkhianatan." "Lalu kamu? Pasti memiliki seseorang yang .... " "Tidak," selanya memotong perkataan sang lelaki. "Bagus." Lalu hanya keheningan yang ada. Suara angin bagaikan melodi indah di telinga keduanya. Hingga membuat salah satunya tertidur. Entah lelah atau memang karena sedari tadi menahan kantuk. ******* Seorang wanita bangun sambil menoleh ke kanan-kiri. Ia sedang berada di sebuah kamar yang mewah dan luas. Bisa dibayangkan ada kamar mandi dan walk in closet. Luasnya tiga kali lipat dari kamarnya. Ia  membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Bajunya sudah berganti, ia mengerutkan dahi. Seingatnya tadi ia berada di halaman belakang dan masih menggunakan gaun pengantin. Sekarang yang tertempel di tubuhnya yakni baju tidur lengan panjang. Dengan langkah pelan ia berjalan ke luar kamar. Memastikan bahwa rumah ini milik suaminya. Sekaligus memastikan siapa yang meggantikan bajunya juga menghapus make upnya walaupun tidak begitu bersih. Masih ada sisa make up yang menempel. "Udah bangun?" Suara Mama Sari menyambut indera pendengarannya. "Iya, Ma." "Papa sama Gibran masih di Masjid." Aira Salsabila Khairunnisa—itulah namanya. Hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari mertuanya. Ia sedang datang bulan sudah dua hari. Sedikit beruntung karena ia bisa santai tanpa memikirkan ketakutannya soal malam pertama. Akan tetapi entah bagaimana hari-hari selanjutnya setelah ia selesai datang bulan. Ia takut akan malam pertama yang katanya teman-temannya yang sudah menikah sakit. Lagipula ia juga tidak sedekat itu dengan lelaki yang menjadi suaminya itu. Dulu hanya sebatas menjadi teman dan sekarang menjadi teman hidup. Begitu klise tetapi ini kenyataannya karena memang sudah takdir. Aira menatap Mama Sari yang sedang mengiris wortel. "Mau masak apa, Ma?" "Sop ayam." "Biar aku bantu," ujatnya menawarkan diri. Soal iris mengiris ia pandai. Tetapi soal memasak masih perlu diasah lagi kemampuannya. Jika sedang naik tangga, diibaratkan yang lain sudah sampai tangga ke sepuluh ia justru masih ditangga 3. Sangat jauh sekali. "Tidak usah, Aira. Pasti kamu capek sekali." Dirinya memang capek. Acara pernikahannya itu sangat menguras tenaganya. "Kamu cuti berapa lama?" "1 minggu, Ma." Aira mengambil pisau yang lain dan ikut mengiris bawang merah dan bawang putih. "Aduh, gak usah bantuin mama. Kamu istirahat saja." "Enggak papa, Ma." Mana mungkin dirinya hanya tidur saja di rumah mertua. Beda lagi jika di rumah Gibran sendiri. Ya, katanya Gibran Maheswari memiliki rumah sendiri yang baru selesai dibangun satu bulan yang lalu. Bertepatan dengan sibuknya mempersiapkan acara pernikahan ini. Mama Sari menghela nafas. Membiarkan Aira membantunya. "Kamu ambil cuti sebentar, Nak. Tidak mau menambah?" "Tidak, Ma. Karena Aira pernah cuti bulan yang lalu seminggu karena sakit." Mama Sari mengangguk mengerti. Aira memang pernah sakit tipes dan harus dirawat di rumah sakit. Penyebabnya karena kecapekan juga tidak menjaga pola makan dengan baik. "Kamu yang teratur makannya. Oh ya Gibran juga susah dibilangin makan. Sukanya makan buah terus. Kamu harus sering ingatin anak mama itu supaya makan nasi juga." "Iya, Ma."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook