MMB - Part 1
Langkah kecil milik anak laki-laki terdengar masuk ke ruangan yang disediakan oleh panti asuhan tempat anak itu diasuh.
Anak laki-laki itu masih berusia lima tahun, ia berdiri dengan sorotan mata khas anak-anak yang mampu membuat orang-orang yang melihatnya gemas ditambah kedua pipinya yang berisi semakin menambah kesan imut pada dirinya.
“Namanya, Arthur.” ujar seorang ibu- mungkin bisa dibilang sebagai pengurus dari panti asuhan itu kepada kedua pasangan suami istri yang duduk di sofa dan tampak senang ketika melihat Arthur. “Dia di sini sejak bayi, ibunya sendiri yang menitipkannya dan meminta agar merawat dan memberikan orang tua yang lengkap dan mampu untuk menjaganya hingga besar.” Ibu panti tersenyum ke arah pasangan suami istri itu.
“Hai, Arthur.” ujar wanita yang berpenampilan sederhana namun tampak mewah. Ia berdiri-mendekati Arthur. “Sayang, mau tinggal bersama mommy?” ujarnya lagi-berjongkok di depan tubuh Arthur dan memegangi kedua tangan kecil milik anak itu. “Kalau Arthur mau tinggal bersama mommy, nanti mommy akan belikan mainan. Mau tidak?” wanita itu berusaha membujuk Arthur.
Arthur tersenyum ke arahnya dan memperlihatkan giginya yang kecil dan rapi. Ia menganggukkan kepala dan membuat ibu panti cukup terkejut dengan respon yang Arthur berikan. Ibu panti tidak mengira kalau Arthur akan secepat itu menerima orang tua baru untuknya, karena setau ibu panti, Arthur sangat sulit dekat dengan orang baru dan ia akan langsung menangis ketika melihat orang asing mendekatinya apalagi menyentuh tubuhnya. Namun, respon berbeda Arthur tunjukkan kepada pasangan Domarion. Ia langsung menerima keberadaan mereka dan mau diadopsi.
Senyuman ibu panti terbit ketika pasangan Domarion itu menatapnya, ia menganggukkan kepala.
Wanita yang akan menjadi ibu sambung dari Arthur, tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, ia peluk tubuh Arthur dengan erat. “Mommy janji akan menjaga dan merawat mu seperti ibu kandungmu sendiri, sayang.”
23 tahun kemudian
“Arthur!!!” teriakan yang amat keras dari seorang wanita yang saat ini memakai celemek dan memegang spatula membuat seisi rumah reflek menutup telinga mereka.
Pemilik dari suara itu adalah Olivia Domarion, wanita empat puluh delapan tahun itu berlari ke arah tangga menuju kamar putra semata wayangnya yang saat ini masih bergelung di tempat tidur.
Waktu sudah menunjukan pukul 07.00 pagi dan Arthur masih belum keluar dari sarangnya.
“Jangan berlari seperti itu, sayang.” Lucas Domarion, suami dari Olivia dan Ayah dari Arthur mengingatkan Olivia namun wanita itu tidak mendengarnya.
“Sepertinya anakmu sangat suka mendengar suara teriakan mommy-nya,”
Lucas menoleh ke arah ibunya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang memegang segelas air hangat. Pria itu mendekat ke arahnya, mendorong kursi roda yang ia duduki menuju meja makan.
“Itu kebiasaan yang dia senangi, bu. Dan kami pun tidak mempermasalahkannya.” ujar Lucas dengan ekspresi wajah datar.
^^^
“Arthur!!!” Olivia membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, ia sudah bersiap untuk memarahi Arthur, namun urung ia lakukan karena pria itu sudah bangun dan duduk di atas ranjangnya. “Sudah bangun ternyata,” ujar Olivia menurunkan spatulanya lalu melangkah menuju jendela. Ia menarik gorden kamar itu hingga membuat sinar matahari masuk ke dalam kamar Arthur yang didominasi oleh warna abu-abu.
Arthur reflek menutupi matanya, “ aku benci sinar matahari,” gumamnya dan di dengar oleh Olivia.
“Jangan mencela milik Tuhan, Arthur. Seharusnya kau bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk melihat ciptaannya.”
Arthur tidak menjawab, ia menggaruk kepalanya yang gatal dan melihat Olivia yang diam menatapnya.
“Kenapa menatapku seperti itu?”
“Berapa umurmu tahun ini?”
“Kenapa tiba-tiba membahas umur?” Arthur menatap horor Olivia. “Jangan bilang mommy mau menjodohkan aku lagi dengan anak teman mommy?! Aku tidak mau!” tolak Arthur dengan cepat lalu turun dari ranjang dan melangkah menuju kamar mandi.
Olivia menatap pintu kamar mandi yang tertutup, “aku bahkan belum mengatakannya,” gumamnya, lalu ia keluarkan ponselnya yang ada di saku celana lalu menelpon seseorang sembari keluar dari kamar Arthur.
⁎⁎⁎
Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di dalam kamar, akhirnya Arthur bersiap untuk pergi bersama Lucas ke kantor dan sebelum itu ia harus sarapan dulu bersama keluarganya.
Langkah kaki yang terasa ringan itu membawanya menuju lantai bawah, Arthur masuk ke ruang makan, di sana sudah ada Olivia, Lucas dan tentunya sang nenek yang menatapnya dengan datar.
Seperti biasa, wanita tua itu akan menatapnya seperti itu ketika ia merasa jika Arthur sudah membuat kesalahan. Tapi Arthur yang tidak tau dimana letak kesalahan yang telah ia perbuat itu tidak ambil pusing, ia tetap menampakkan senyum manisnya ke arah neneknya itu.
“Pagi, nek.” sapa Arthur dengan ramah ke arah Witna yang masih saja menatap wajahnya dengan datar.
Wanita yang tahun ini sudah berusia tujuh puluh sembilan tahun itu tidak membalas ucapan Arthur dan malah mengalihkan kepalanya ketika Arthur sudah duduk di hadapannya.
Arthur yang melihat respon sang nenek hanya tersenyum kecut, ia benar-benar sudah terbiasa dengan sikap Witna yang memang dari dulu tidak bisa menerima keberadaannya di dalam keluarga Domarion.
“Mau lauk yang mana, sayang?” Olivia bertanya pada Arthur yang duduk di sampingnya.
“Aku mau-“
“Anak sebesar itu tidak perlu kau manjakan lagi, Olivia.” suara Witna keluar.
Lucas, Olivia dan Arthur menatap serentak wanita tua yang duduk di kursi roda itu.
“Ibu-“
“Dia memiliki anggota tubuh yang lengkap. Pasti dia bisa mengambil sendiri makanan yang dia mau,” sambung Witna lagi dengan tatapan yang menyiratkan kebencian ke arah Arthur.
“Dia anakku dan Olivia, jadi terserah kami mau memanjakan dia atau tidak. Tidak peduli kecil atau besar. Di mata kami Arthur tetaplah anak-anak!” ujar Lucas menatap Witna yang duduk di samping kanannya.
Dari dulu, Witna, ibu Lucas tidak pernah menyukai dan tidak bisa menerima keberadaan Arthur di tengah-tengah mereka. Arthur hanya anak adopsi dari salah satu panti asuhan yang menjadi penerima donatur yang disumbangkan keluarga mereka setiap tahunnya. Lucas dan Olivia kesulitan memiliki keturunan, di usia pernikahan mereka yang kedua, Olivia memilih untuk memeriksakan keadaan tubuhnya ke dokter dan di sana pula ia mengetahui jika dirinya tidak bisa memiliki anak sampai kapan pun dan tidak bisa memberikan keturunan untuk Lucas.
Di waktu yang bersamaan pula, Olivia langsung memberitahukan kabar menyakitkan itu kepada Lucas, ia menceritakan tentang kondisi tubuhnya yang tidak bisa memberikan anak untuk suaminya itu dan memintanya untuk menikah kembali. Namun, respon yang Lucas berikan kepada Olivia cukup mengejutkan. Lucas menolak pernyataan yang keluar dari bibir Olivia dan tetap mempertahankan pernikahan mereka hingga usia kelima tahun.
Di usai pernikahan itu pula, banyak permasalahan yang terjadi. Ibu mertuanya mengetahui jika dirinya tidak bisa memiliki anak. Bahkan ibu dari suaminya itu meminta dirinya untuk bercerai dari Lucas.
Lucas yang saat itu langsung mengetahui semua perbuatan ibunya kepada istrinya sendiri, menolak mentah-mentah ucapan Witna dan tetap mempertahankan pernikahan mereka dan memilih mengadopsi anak dari panti asuhan yang menjadi salah satu penerima donasi dari keluarganya.
Kebencian yang tadinya tertuju pada Olivia kini berganti pada Arthur. Lucas tidak mengerti kenapa ibunya itu sangat membenci Arthur. Di awal kedatangan anak itu, Witna sudah memasang benteng tersendiri untuk dirinya. Ia tidak mau dekat-dekat dengan anak itu, dan ia juga benci jika Arthur membuat dirinya menunggu.
Seperti halnya pagi ini, ia sudah membuat suasana tidak nyaman di meja makan.
“Mom, aku bisa mengambil sendiri makanannya.” Arthur bersuara dan mengambil sendok yang ada di tangan Olivia.
“See? Anakmu sendiri yang menolak untuk kalian manjakan-“
“Dia menolak hanya karena tidak enak denganmu, bu.” sambung Lucas lagi. “Percepat sarapanmu, son. Kita harus ke kantor sekarang.” perhatian Lucas ter-arah pada Olivia. “Sayang, tolong siapkan bekal ku dan lebihkan porsinya, ya.”
Olivia mengangguk, ia melangkah cepat menuju dapur dan Arthur pun terus menyantap sarapannya hingga habis lalu berdiri ketika melihat Lucas yang sudah melangkah menuju pintu rumah.
Witna yang melihat Arthur sudah kau beranjak dari tempatnya kembali melanjutkan ucapan kebenciannya untuk Arthur. “Lain kali bersikap serius lah sedikit! Sudah untung kau diadopsi oleh mereka yang memang sangat baik kepada orang lain! Kalau bukan karena mereka kau tidak akan bisa hidup layak seperti sekarang!”
Mendengar perkataan Witna membuat Arthur kembali menyadarkan dirinya, jika keberadaannya memang tidak bisa diterima oleh Nyonya besar Domarion itu.
^^^
Kedua mata yang berwarna hijau itu bergerak menatap fokus jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
Lima
Empat
Tiga
“Rula!!!”
Teriakan itu mampu membuat wanita yang bernama Rula itu memasang wajah kesal sembari berdecak ke arah orang yang meneriakinya. “Apa sih Jane! Kau mengganggu konsentrasi ku!” ujar Rula menatap Jane yang berlari ke arahnya.
“Dia sudah datang Rula!! Pria tampan itu sudah datang!!” teriak Jane dengan bersemangat.
Rula reflek langsung berdiri dari tempat duduknya, tanpa menjawab ucapan Jane, ia melangkah keluar dari ruangannya dan melihat para karyawan perempuan yang sudah berdiri berjejer dan saling berbisik-bisik di depannya.
“Aku tadi melihatnya sudah melangkah menuju ke sini.” bisik Jane, ia berdiri di samping Rula.
Rula mengulum senyumannya, ia rapikan penampilannya dan menyisir sedikit rambut panjangnya dengan jari-jari tangan. Yang ia lakukan saat ini tidak ubahnya dengan para wanita-wanita yang berjejer di depannya ini, mereka melakukan itu guna menarik perhatian anak dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Istri dari boss mereka berusaha keras untuk mencarikan jodoh untuk anak mereka yang diketahui sudah berusia cukup matang dan cukup mapan untuk bisa memiliki keluarga sendiri.
Mendengar kabar itu membuat para karyawan ter-khususnya wanita bersemangat untuk menarik perhatian anak dari boss mereka itu. Apalagi pria itu juga bekerja dan akan menjadi boss mereka sebentar lagi dan itu membuat mereka tampak bersemangat untuk menarik perhatian pria yang mereka ketahui sangat dingin dan cuek kepada orang lain.
Kebanyakan orang lain akan menilai diri kita jika baru bertemu pertama kali, sama seperti anak boss dari Rula itu. Yang Rula tau pria itu memang dingin apalagi ketika kita tidak sengaja menatap matanya yang tampak tajam dan tampak tidak suka melihat orang lain. Tapi mungkin itu hanya dari luarnya saja, kita tidak tau bagaimana di dalamnya, mungkin saja ia sosok yang mudah tersenyum.
“Itu dia, Rula.”
Pandangan Rula langsung ter-arah pada dua orang pria yang saat ini melangkah di lorong ruangan, satunya sudah berumur dan satu lagi cukup muda dan sudah cocok untuk diajak berumah tangga.
Memikirkan kalimat berumah tangga membuat senyuman yang amat lebar terbit diwajahnya, apalagi mata cantiknya tidak sengaja bertatapan dengan mata yang cukup menyihir para kaum wanita itu.
Kau sungguh tampan Arthur!! Aku pastikan, kau akan menjadi milikku.
Rula bertekad, ini bukan karena ia yang ingin mendapatkan anak konglomerat, yang bisa membuat hidupnya bahagia tanpa ada beban, namun karena ia memang sudah menyukai Arthur!! rasa sukanya muncul ketika melihat pria itu yang datang ke kantor dengan mengenakan celana jeans selutut warna coklat dipadukan dengan kaos polos berwarna hitam dan rambutnya yang menutupi keningnya. Dari pertemuan yang sebentar itu pula, Rula bisa merasakan jantungnya yang berdebar dan debaran itu kembali muncul ketika matanya tidak sengaja bertatapan dengan mata Arthur, pria yang terkenal sulit mempercayai orang lain dan terkesan dingin dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
To be continued
----
Sun, 04 Sep 2022