Chapter 1: Karina Maharani Guhau

1514 Words
Terdengar suara deheman dalam mobil itu “Ehmm..” dua pemuda duduk di kursi depan itu saling tatap, yang satu terkejut dan satunya lagi berwajah datar. “Eh? Taman ini indah juga ya, sejuk, damai..” celotehnya sambil mengangkat wajahnya ke atas seraya memejamkan mata dan menyunggingkan senyum untuk menghilangkan rasa terkejutnya. Ya dia adalah Egi Mahardika. Sedangkan pemuda berwajah datar itu Darren Rahardian Mittiu terlihat dia kembali fokus pada jalan. Setibanya di tempat parkir dia langsung mengambil tempat untuk memarkirkan kendaraan itu. Lima pemuda tampan bak aktor-aktor yang ada di Tv itu keluar dari mobil Jeep hijau itu. Mereka tampan dan gagah, siapapun yang melihat pasti akan terpesona dengan tubuh yang proporsional dan memiliki perut yang sixpack. Itu perut ditempeli roti jordan apa yak? makanya kotak-kotak. Haha! Maafkan aku terlalu mengagumi perut roti jordan itu. “Mittiu, lihatlah es krim di tangan anak itu hampir terjatuh. Dia makan sangat belepotan sekali persis kamu sewaktu kecil.” Ucap Egi senyum jahil mengembang di bibir manis itu seraya melirik Darren Rahardian Mittiu. Ya, dia adalah sepupu Darren yang tumbuh bersama. Tentu mereka saling tau kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. “Hmm.. berhentilah mencibir atau kau takkan pernah menyangka saat kau merasa kalah telak nanti.” Jawab Darren dan melanjutkan langkahnya. “Cepatlah sedikit atau aku akan kena omel oleh mama lagi.” Lanjutnya. “Baiklah.” Ucap Egi. “Hei Mittiu, apakah kau tidak bisa merubah raut wajah jelek mu itu menjadi sedikit lebih ramah?” lanjutnya seraya menyamakan langkahnya dengan Darren. Langkah kaki Darren tiba-tiba terhenti menatap Egi sedangkan Egi hanya nyengir kuda “Hehee”. “Auu..Shit! Darren, bisakah kau beri aba-aba terlebih dahulu sebelum berhenti tiba-tiba?” terlihat Syahir sedang bertanya sekaligus mengumpat saat tubuhnya menghantam tubuh Darren yang telah melangkah lebar kini berhenti tiba-tiba. “Ahh.. ini sudah menjadi kebiasaannya, mana bisa.” Celoteh Zhaka masa bodoh. Kemudian mereka melanjutkan langkah kaki bersama menuju tengah-tengah taman. Ada sebuah bangku panjang berwarna putih ditempat itu. Dan sudah ada seorang pria paruh baya yang sedang duduk disana. “Assalamualaikum..” salam lima pemuda itu bersamaan. “Walaikumsalam..” jawab pria paruh baya itu. “Bagaimana perjalanan kalian? Menyenangkan?” lanjutnya dengan tersenyum ramah. “Sangat menyenangkan paman.” Sahut Josep Ahmad. “Ya ternyata disini masih sangat asri paman!” seru Syahir Ramadhani. “Saya tidak akan pernah menyesal paman telah membujuk Darren agar bisa ikut dengannya ke sini.” Kali ini Egi Mahardika yang bicara. “Tentu saja, itu sebabnya saya dan mama Darren menjadikan tempat ini sebagai tempat melepas lelah setelah banyaknya aktifitas.” Ucap Zen Suhendra Mittiu pria paruh baya itu yang tak lain adalah papa dari Darren. “Bibi tidak pernah salah tempat paman. Itulah salah satunya aku sangat memuja Bibi, paman.” Ucap Zhaka Ikhsan. “Jangan bilang ini pertama kali Darren berkunjung ditempat ini paman?” tanya Josep. “Ya. Memang pertama kali karena sejak kecil tiap kali diajak berlibur kesini dia selalu menolak.” “Wah.. Mittiu, kau sungguh melewatkan setiap hal terindah ditempat ini!” seru Syahir. “Ngomong-ngomong kenapa paman sendiri? Dimana bibi?” tanya Egi. “Bibi mu tidak ikut. Saat paman hendak pergi menjemput kalian. Bibi mu sedang berbincang dengan Karin dan pengurus villa disini. Jadi paman pergi sendiri untuk menjemput kalian.” Jawabnya. Mereka lagi tengah ber’oh’ria sekarang. “Baiklah. Ayo, sekarang kita kerumah atau kalian ingin mengambil beberapa gambar dulu?” tanya Zen. “Ahh.. sebaiknya kita langsung pulang saja paman. Membersihkan tubuh dan beristirahat sejenak. Jika hanya untuk mengambil gambarkan besok juga bisa.” Jawab Zhaka. “Ya. Zhaka benar paman, saya rindu masakan Bibi.” Seru Syahir tiba-tiba yang mendapat toyoran dari Josep. “Dasar kau ini makanan saja number one.” Cibir Josep. “Hehee..” Syahir membalas cengir kuda. “Mari kita pulang, hari semakin gelap.” Ajak Zen. *** Vila Keluarga Mittiu.. Akhirnya mereka kembali ke mobil dan pergi mengikuti kendaraan Zen papa Darren menuju Villa Mittiu. Setibanya di villa sudah ada mama Rina di depan pintu menyambut mereka. “Halo bibi Rina.” “Ya. Hai semua." balas sapa Rina pada semuanya. "Bagaimana sayang perjalanan mu kemari? Menyenangkan atau membosankan?” tanyanya pada Darren dan melirik seolah menuntut jawaban pada semuanya, dan menggiring mereka hingga sampai di ruang makan. “Tentu menyenangkan bibi. Kami tidak akan pernah menyesal untuk membujuk Darren agar kami ikut berlibur kesini.” Sahut Josep. “Ya. Itu benar bibi. Apa lagi sampai sini disuguhi banyak hidangan lezat.” Ucap Syahir dengan mata berbinar menatap meja makan panjang yang sudah tersaji banyak hidangan. Sampai air liurnya akan menetes rasanya. Yang disambut galak tawa mereka yang menyaksikan tingkah Syahir. “Hm.. mandi dulu!” celetuk Darren sambil menoyor kepala Syahir yang meringis. “Sudah.. sudah, ayo ransel kalian letakkan dulu di kamar. Setelah itu turun untuk makan malam.” Titah Rina. Sedangkan Zen hanya mengulum senyum melihat tingkah Darren dan teman-temannya. Karina yang baru selesai dari dapur terkejut matanya tak dapat lepas melihat pemandangan di ruang makan ada lima orang laki-laki tampan dengan pahatan yang sempurna itu menaiki anak tangga hendak ke lantai atas. Karina Maharani Guhau, gadis cantik dari keluarga Guhau. Saat reonian keluarga Guhau dan Mittiu, melihat ke akraban kedua anak kecil itu, saat itu umur Darren berusia 5 tahun dan Karina 2 tahun lebih 7 bulan. Icha Mahadewi Guhau yang merupakan sahabat Rani Danin Mittiu, memiliki keinginan untuk menjodohkan kedua anak itu. Biar bagaimana pun, tetap mereka akan memberikan keputusan pada anak-anak mereka kelak. Akhirnya mereka bertemu kembali setelah 23 tahun lamanya tidak bertemu. Mungkin Karina juga sudah lupa kejadian itu dan lupa seperti apa wajah Darren. “Tante, mereka sudah sampai?” tanyanya dengan lembut. “Hei sayang. Iya baru saja naik ke atas.” Jawabnya, Sambil menarik kursi untuk duduk, Sedangkan Zen sudah bertengker diatas kursi meja makan. “Ayo, Karin duduklah disamping Tante. Kita makan bersama.” Kemudian karin duduk di sebalah Rina. “Mmh.. Tante, aku ingin minep di apartemen teman kerja ku. Boleh aku pergi?” “Hah?” sahut Rina terkejut dengan rasa tak percaya apa yang di ucapkan Karina. “Tante pikir kau akan menemani tante malam ini sayang?” ucap Rina lembut membuat Karina ada rasa tak enak hati. “Maaf Tente..” ucap Karina tak kalah lembut terlihat sedikit memohon. “Ya sudah, kita makan malam dulu setelah itu minta antar mang Asep ya.” Ucap Zen. Lalu kembali mengotak atik benda pipih di tangannya. “Iya Karin kita makan malam dulu ya. Lagian kamu belum pernah bertemu Darren kan, anak Tante?!” tutur Rina yang membuat Karina terdiam. "Dulu kalian pernah akrab loh, sewaktu kecil. pasti Karina lupa ya? biar sekarang kalian berkenalan lagi ya." tambahnya. “Maaf Om, Tante.. aku sangat ingin sekali bisa makan malam dengan kalian semua. Tapi Karin sudah janji akan minep ke apartemen Ruby. Kami ada tugas untuk persiapan latihan besok, Te..” alasan Karina. “Ohh.. begitu? Ahh ya sudah kalo begitu kau bawa saja seruit ya, sekalian buat kalian berdua makan malam.” Kemudian Rina beranjak dari duduk dan mengambil tupperware dan plastik memasuk kan seruit dan diberikan pada Karin. “Mbok Iyem..” panggil Rina. Munculah sosok mbok Iyem. “Ya bu.” “Ahh.. mbok, mana mang Asep?” “Ada bu di depan. Saya panggil dulu.” Tak lama munculah sosok mang Asep. Kemudian Rina memberi tugas mang Asep untuk mengantar Karin sampai ke apartment temannya. Saat Karin dan mang Asep akan pergi, muncul Darren dkk menuruni anak tangga. “Ma.. siapa?” tanya Darren. “Eh? Darren sayang, sini!” titah Rina. Karin tersenyum manis pada Darren dan kawan-kawannya. “Wah bibi, siapa gadis cantik ini?” tanya Egi sumringah. “Ini loh Karin, dia anak teman bibi disini sewaktu SMA! Cantik ‘kan?” “Cantik bibi..” “Ya. Mirip sama Icha dulu waktu masih muda.” Dan mereka ber‘oh’ria. Karina tersenyum dan langsung pamit pergi diantar mang Asep sampai ke depan apartment Ruby. Setelah Karina hilang dari balik pintu. Rina melirik Zen, suaminya dan juga Darren bergantian. “Ehm..ehm...” suara deheman Zen mengalihkan pandangan orang-orang yang ada di ruang makan tersebut. Rina tersenyum menatap Darren penuh arti. “Siapa yang buat seruit ma? Enak loh.” Celetuk Darren mencoba mencairkan suasana yang menurutnya canggung itu. “Oh.. ini loh gadis cantik bernama Karina Maharani Guhau.” Jawab Rani penuh semangat dan tersenyum ramah. Aduh! Sepertinya Darren salah ngomong nih. Niatnya untuk menghindari itu tapi malah mengarah kesitu nih. Hee.. “Hah.. semoga memang berjodoh ya ma, gak sia-sia kita berharap sedari mereka kecil.” Ucap Zen sambil meletakkan gawai yang sejak tadi digenggamnya. “Iya Pa, biar Mama bisa secepatnya gendong cucu, ya kan Pa? Soalnya Mama belum punya cucu juga sampai sekarang.” Celoteh Rina. “Mama.. kan udah ada dua Noah sama Nino.” Ucap Darren. “Iya, ada Noah sama Nino tapikan Mama pinginnya punya cucu kandung darah keturunan Mittiu.” Rajuk Rina. Zen hanya menghela nafas pasrah dan mulai menyuapkan nasi yang sudah bertengker lauk dan sayur di piringnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD