Chapter 2 : Ruby Dianty/ Lily Delima

1620 Words
Apartment Ruby.. Sepulangnya dari taman tadi sore Ruby kembali ke apartment yang di tempati olehnya itu dan sekarang mendapat telephone dari rekan kerja sekaligus sahabat Ruby dari kecil. Drrtttt Drrttt “Ya. Hola?” “Heii.. Ruby, sedang apa kau?” tanya Karin diseberang sana. “Baru akan makan. Ada apa?” “Apakah kau sedang ada di apartment mu?” “Ya.” “Aku pikir kau sedang ada kencan.” “Dengan siapa?” “Febby.” “Ck. tak usah merancau.” “Hei.. kau saja yang tidak peka.” “Jika tidak ada kepentingan. Tidak usah telephone.” “Hei..heii tunggu aku! Aku akan segera sampai. Jangan dulu makan!” “Kenapa?” “Kita makan bersama. Apa boleh aku minep?” “Kesini saja!” “Terima kasih! Aku tutup dulu” Tak lama kemudian, terdengar nyaring suara bell pintu yang ditekan. Ting Tong.. Tak menunggu lama muncul sosok Ruby dari balik pintu. “Ruby, aku bawakan seruit untuk mu.” Ucapnya sambil mengangkat tinggi plastik putih ditangannya dan senyum mengembang di bibirnya. “Ayo masuk!” titah Ruby. Ruby dan Karin berjalan menuju meja makan di sana sudah tertata rapi berbagai menu makanan yang akan disantap Ruby sebelum mendapat telephone dari Karina. “Ruby kau makan dengan sayur apa saja?” “Kau bisa lihat sendiri Karina. lihat ini ada Sup bakso jamur, sambal terasi dan dadar telur. Hanya itu saja, maaf jika kau harus repot-repot bawa makanan. Tapi aku rasa ini sudah lebih dari cukup untukku.” Rancau Ruby. “Ck. kau marah padaku? Sudahlah jangan merajuk macam itu? Ayo makan.” Ucapnya. “Wah.. mantap sekali, cuaca dingin seperti ini sangat nikmat minum kuah sup bening ini!” Lanjut Karin. “Ya. Pastilah nikmat. Siapa yang membuatnya aku lah.” ucap Ruby dengan nada sombong. “Oya.. tak lupa kita hidangkan seruitnya. Tadaaaa... Hahehee.” ucapnya sambil menaruh kantung kresek di meja dan membuka tutup tapperwer seruit ikan itu. “Apa hari ini ada hal penting? Pastilah acaramu yang tidak mesti harus ku ketahui segala agendamu. Karena aku bukan sekertaris mu.” Rancau Ruby sambil memperhatikan sahabatnya menata makanan yang dia bawa. “Hmm.. ahh tidak! Ini aku tadi habis mampir ke villa Tante Rani Danin Mittiu.” “Ohh..” respon Ruby singkat langsung duduk di kursi. “Ya. Tadi di villa Mittiu ramai Ruby. kau tahu tidak?” tanyanya. Spontan Ruby menggeleng cepat seraya berkata. “Mana aku tahu. Kau belum mengatakannya!” “ Hehee.. oke oke, dengar Ruby!” perintahnya. Ruby menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Tadi pagi aku mendapat telephone dari Tante Rani. Dia mengatakan bahwa dia sedang berlibur di kota ini. Tante Rani menyuruh ku untuk menemaninya hingga malam. Kemudian aku berpikir untuk menginap di apartment mu.” “Hmm.. begitu?” seraya mengangguk. “Ya. Kau tahu?” “Tidak!” jawab Ruby spontan. “Ihh Ruby, jangan seperti itu responnya. Dengarkan aku dulu jangan langsung menyela!” “Baiklah. Lanjutkan aku tak akan menyela. hanya akan menjawab pertanyaan mu saja.” “Mmm.. sebenarnya tadi Tante Rani menyuruh ku untuk tetap tinggal dan minep di sana. Menemaninya.” “Lalu kenapa kau malah kesini?” “Ruby..” pekiknya geram. Sampai Ruby tak dapat menahan tawanya melihat wajah kesal temannya itu. “Maaf, sekarang tidak lagi.” “Tidak lagi apa?” “Hehee..” Ruby hanya menunjukkan cengir kuda. “Ya. Tadi sore aku membantu Tante dan Mbok Iyem menyiapkan hidangan untuk makan malam. Awalnya aku heran kenapa membuat makan malam yang banyak. Ternyata ada Darren dkk yang akan ikut berlibur di Villa keluarga Mittiu bersama Om Zen dan Tante Rani.” Ruby masih setia mendengarkan sambil mengangguk kan kepalanya. “Saat aku, Mbok Iyem dan Tante Rani sedang berbincang untuk diskusi menu untuk makan malam. Om Zen pergi ke Taman Monyet untuk menjemput Darren dkk. Setelah kami bertiga selesai menyiapkan menu makan malam, Om Zen, Daren dkk sampai villa.” Karin menjeda ceritanya, kemudian melanjutkan kalimatnya. “Dan.. dan.. donggg!!!” serunya dengan suara sedikit terputus-putus. d**a yang naik turun mengatur napas. Tak lupa senyum lebar menunjukkan deretan gigi putihnya yang tak dapat di sembunyikannya ada rasa senang. Dengan mata yang berkaca-kaca. Sementara Ruby menatapnya sedikit menaikan alis di wajah datarnya. “ Coba tebak. Ada berapa kawan-kawan Darren?” tanyanya. Seketika itu raut wajah Ruby berubah menjadi kesal. “Kau pikir, aku cenayang?” sarkasnya. Karina terkekeh. “Ada empat dong.” Serunya sambil mengangkat empat jarinya. “Jadi mereka ada lima orang berikut Darren. Dan semuanya tampan-tampan Ruby, aku lupa wajah Darren kecil, tapi dewasanya sangat tampan. pastilah kecilnya juga sudah tampan.” Lanjutnya. “Terus?” tanya Ruby dengan wajah datar. “Kamu bayangin, bagaimana perasaan mu jika dikelilingi oleh pria-pria tampan itu. Arrgh.. wajah tampan mempesona, tubuh seksi, otot kencang. Sempurna sekali pria bertubuh proporsional itu.” Celotehnya. “Ayo Ruby coba bayangkan. Aku sendiri sudah tak mampu hanya sekedar membayangkan.” Imbuhnya. “Harus?” tanya Ruby dengan wajah datar menatap Karin. “Ihh.. kamu gak asik loh.” Ketusnya dengan mengerucutkan bibir dan alis yang ditautkan. “Udah ahh, aku mau tidur saja.” Ucapnya seraya berjalan menuju kamar Ruby. “Heii.. putri manja! Kau belum merapihkan tempat makan ini!” pekik Ruby seraya tersenyum jahil tersungging di bibirnya. Kemudian dia merapihkan meja makan. *** Mata sipit dan bulu mata tipis sedikit lentik itu mengerjap perlahan. Sinar matahari mulai muncul dari celah gordeng. Gadis itu terdiam sejenak, mungkin lagi ngumpulin nyawa. Lalu dia beranjak dari ranjang menuju pantry dan mulai berkutat disana. “Wah.. masak apa nona?” tanya gadis yang baru muncul dari balik pintu kamar. “Hhmmhh.. ahh, wangi sekali nona.” Godanya. “Ahh.. kau sudah bangun? Mari kita sarapan.” ajak Ruby. “Ya. Kau masak apa Ruby?” “Nasi goreng saja. Tidak apa kan?” “Memang harus makan apa?” “Saya pikir tuan putri akan marah. Karena menginginkan masakan lain.” “Sebenarnya aku marah.” Rajuknya. “Uuh.. maaf tu..” belum sempat melanjutkan ucapannya Karin langsung memotongnya. “Karena kau menyebalkan semalam. Aku kesal!” Ruby nyengir kuda mengingat semalam. Kemudian mereka menyantap sarapan yang sudah siap santap diatas meja. Setelah selesai sarapan. Karin merapihkan meja makan dan mencuci piring. Ruby bergegas masuk kamar dan bersiap mandi terlebih dahulu. Tak lama kemudian Ruby keluar dari kamar mandi dengan wajah yang segar dan wangi menyeruak di tubuh Ruby. “Wah.. segar sekali ya!” seru Karin. “Ya dong, sana mandi! jangan merajuk saja.” Ruby menanggapi. Karin memanyunkan bibir seksinya berjalan langsung masuk kamar mandi. Dan Ruby melangkahkan kakinya ke meja rias mengeringkan rambut dan merapikannya lalu memakai handbody, memoleskan tipis bedak dan memakai lip blam. Kemudian beranjak menuju walk in closet. Mengenakan dress pink dan blezer hitam. Setelah selesai Ruby duduk di sofa panjang yang ada dikamar dan memainkan ponselnya dengan serius membaca berita terkini dan lelucon di IG nya sembari menunggu Karina selesai mandi. “Serius amat nona?” sapa seseorang tiba-tiba. “Eh? Kau? Mengejutkan!” “Hehee maaf..habis ku perhatikan kau sangat serius.” Ucap karina tergelak melihat Ruby yang terkejut. Sampai Ruby tak mengetahui kapan Karina keluar dari kamar mandi. “Aku tidak bawa baju kemarin.” Gumamnya pelan yang masih terdengar ditelinga Ruby. “Huft. Kayak sama siapa aja sih?!” serunya. “Cari di walk in closet” lanjutnya. “Hehee oke deh aku salin dulu.” ucap Karina. “Ya. Jangan lama-lama sudah telat kita akan ada meeting hari ini.” “Ya.” Balasnya. Selesai mengenakan pakaian. Karin menuju meja rias memakai bedak dan lip blam. “Ruby kau tidak punya lipstick?” “Kau pegang apa?” tanya Ruby. Karina menatap lip blam di tangannya. “Lip blam. Ini bukan lipstick.” Jawabnya seraya mengerucutkan bibirnya. “Sama saja intinya dipakai di bibir.” “Tapi aku akan pucat jika hanya pakai ini.” Lirihnya. “Hmm.. aku tidak punya Karina. Aku pakai itu saja sudah merah bibirnya. Sudah pakai saja dari pada tidak sama sekali.” Ucap Ruby. Mata Karina tertuju pada tiga botol Parfum berbeda. Kemudian di angkat keduanya. “Ruby ini parfum mu?” tanya Karina. Ruby mendongak menatap Karina dan mengangguk. “Wangi. kau masih sering memakai parfum baby?” dengan senyum mengejek ke arah Ruby. “Lebih baik kau tinggalkan sementara. Sampai kau punya baby.” Imbuhnya. “Kenapa begitu? Aku suka wanginya lembut dan menyegarkan gak bikin pening.” “Hmm.. memang sih. Wangi, parfum baby. Tapi sekian banyak parfum baby kenapa kamu suka yang botol bening dengan warna green?” “Ya karena aku suka yang green.” Jawabnya santai. Karin berdecak kesal mendapat jawaban yang tak puas dari Ruby. “Tapi, kenapa di meja rias mu ada dua parfum kau boros sekali dan tak setia.” “Dari mana kau tahu kalo menyukai lebih dari satu parfum tak setia?” “Itu hanya menurutku saja.” Jawab Karin dengan tampang masa bodoh. “Kau menyukai dua parfum kau tahu, bau mu berubah ubah. Meski tetap wangi.” Tambahnya. “Ck. Memang kau setia pakai parfum?” “Setia lah aku pakai Baccarat rouge. Dan.. kau kenapa pilih parfum yang sama dengan nama kecilmu. Nama panggilan yang diberikan keluargamu Lily Delima dan sekarang nama mu menjadi Ruby Dianty?” tanyanya sambil mengangkat Parfum Lily. “Hmm.. itu aku jatuh cinta dengan parfum itu dari kecil diberi nenek. Aku suka wanginya. Lagian soal nama aku tidak masalah.” Jelasnya sambil tersenyum manis. “Ouch. Begitu ya?” “Aku menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi. Tapi direspon sesingkat itu.” Rajuk Ruby. “Ya. Sudah selesai ayo kita berangkat.” Bagaimana, aku menyebutkan merek nih, dapat endorse gak nih novel, wkwk
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD