Bab 7. Dijual

1685 Words
Setelah berhasil membuat nyali Karina ciut dengan gertakan dan tatapan mata elangnya, Brahm menegakkan diri, melangkah dan kembali duduk. Tatapannya masih tidak berpindah menunggu reaksi wanita yang masih duduk di ranjang untuk memutuskan menemaninya makan siang atau tidak. Dengan mata sayu, Karina diam menjulurkan kedua kakinya turun dari ranjang menuju meja tempat makanan disediakan. Dirinya bersikap seperti gadis manis penurut, bagaimanapun tubuhnya memerlukan tenaga untuk mengikuti panggung sandiwara kehidupannya bukan. Senyun kemenangan terbit dari wajah Brahm yang sudah berhasil menaklukkan Karina. Walaupun ia masih harus memakai cara memaksa dan ngancam seperti tadi, setidaknya wanita ini tidak mengamuk ataupun berteriak. Inilah yang Brahm suka dari sifat Karina. Sebesar apapun rasa marah dalam diri Karina, wanita ini tidak akan mengumpat ataupun berteriak mengamuk menjadi-jadi, bertolak belakang dengan sifat Meira yang sering kali mengamuk dan memecah barang-barang di rumah. Setelah selesai makan, Brahm meninggalkan kamar Karina dan tidak lupa kembali mengingatkannya untuk mandi. Sedangkan Karina segera beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamar tersebut. Mata Karina dibuat kagum dengan dekorasi yang cantik, cukup lengkap kebutuhan yang diperlukan, ia menikmati sejenak berendam dalam bathtub yang diisi air hangat dan sabun aroma vanilla. Membantu merengganggkan otot-otot syaraf yang menegang sejak pagi karena masalah baru yang dihadapinya. Setelah itu ia memakai gaun yang sudah disiapkan di ruangan itu, gaun yang cantik dan sangat pas dengan ukuran badannya. Peralatan makeup lengkap juga sudah tersedia di atas meja rias. Entah kapan mereka menyiapkan semua ini, atau jangan-jangan ruangan ini memang kamar yang biasa di pakai Brahm untuk menampung para wanita simpanannya. Mencoba bersikap tidak peduli, Karina mulai memoles tipis make up di mata dan pipi serta bibirnya. Tiba-tiba sebuah pemikiran menghinggapinya, seringai di wajah Karina berbinar memikirkan satu perbuatan yang akan membuat Brahm jijik melihatnya. ‘Gua ada ide, gua makeup menor aja biar dia ilfill, jijik trus dia bakalan buang gua kan, setidaknya gua bisa terlepas dari laki-laki ini.‘ Dalam hatinya berbicara sendiri mencari cara agar Brahm tidak tertarik dengannya. Namun, rencananya sia-sia belaka. Baru saja Karina mengambil kembali palet eye shadow unutk menebalkan riasan mata, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar lalu seorang wanita dan pria tinggi kekar masuk ke dalam kamar. Karina bisa menebak siapa yang akan merias dirinya. “Halo, Nyonya. Perkenalkan nama eike Frank. Panggil saja Franky. Ini asisten namanya Jumi.” “Juni, Franky..” Protes sang asisten karena namanya salah disebut. “Ish, bodo amat, mau gue manggil Jumi, Cumi. Suka-suka gue, bacot aja loe nyaut mulu.” Bukannya merasa takut mendengar omelan Franky, Karina malah terkekeh karena tingkah laku laki-laki berbadan tinggi besar yang sayangnya mempunyai sisi feminism jauh lebih banyak dari tingkat kemacoannya. Setelah selesai mengomel, Franky menatap Karina kembali dengan kepala sedikit miring. “Jangan di lihatin asisten eike ini, emang suka banyak protes. Udah bagus eike pungut dia dari selokan kumuh di pinggiran bantar kali gerbang.” “Panggil Karina saja, Franky.” “Oh! No..no..no!” Umpatan Franky membuat Karina memundurkan tubuhnya bingung dengan sikap laki-laki jejadian ini. “Bisa dipenggal mahkota cantik eike. Yeay itu nyonya di sini. Kurang ajar kalau manggil nama. Yuk berdiri, biar eike lihat dulu bagusnya diapain Nyonya Karina yang cantik ini.” Karina berdiri mengikuti perintah Franky, tubuhnya di putar ke kiri ke kanan, begitu juga dagunya. Franky seperti seorang seniman yang sedang mencari angel terbaik wajah Karina dengan membuat bentuk segi empat dengan jari jemarinya dekat pipi Karina. Kemudian bahasa aneh entah dari planet mana yang diungkapkan Franky kepada asistennya itu, dan lucunya Juni mengerti maksud ucapan Franky. Sedangkan Karina benar-benar bingung kalimat apa yang terucap dari mulut Franky barusan. Selagi wajahnya di rias dan rambutnya di tata, Karina yang masih penasaran bertanya kembali pada Franky. “Ehm, Franky.” “Akika.” “Oh, sekarang jadi Akika namanya?” Tanya Karina merasa takut salah memanggil. Franky malah tertawa karena kepolosan wanita cantik yang sedang disulapnya ini. “Akika itu artinya saya. Besok-besok aku beliin kamus bahasa ngondek yah.” “Hah! Ada yah kamus bahasa ngondek, memangnya dari negara mana?” Spontan Franky dan asistennya tertawa geli menanggapi pertanyaan Karina. “Jum, coba jelasin sama Diana biar ngak peniti si pere cekos. (Jum, coba jelasin sama dia biar ngak pusing si cewek cakep).” Memerintah pada sang asisten. “Gini, Nya. Sis Franky ini ngomongnya pake bahasa salon, jadi harap maklum kalau agak bingungin.” “Trus kamu ngerti, Jun?” Percakapan mereka bertiga setidaknya mengobati rasa sedih di hati Karina. Kelakuan absolut Franky selalu mengundang tawa Karina selama 1 jam ke depan. Brahm POV Malam itu di mana Karina pertama kali berada di salah satu rumah milikku. Aku menunggu sebuah hadiah besar dari seseorang, tepatnya hadiah yang begitu kunanti-nantikan. Katakanlah diriku laki-laki brengsekk, tapi apa dayaku kalo aku mempunyai kebutuhan sebagai seorang laki-laki. Dulu aku sudah berniat melupakan Karina sejak menikahi Meira, namun kesalahan Meira ditambah dengan kemunculan Karina, menumbuhkan kembali sesuatu dalam diriku yang sudah mati dan memiliki Karina adalah obat yang mujarab. Di dunia ini benar-benar terdapat berbagai macam sisi gelap manusia yang tidak pernah kita duga. Seperti Charles yang dengan mudahnya menyerahkan istrinya kepadaku, padahal mereka baru menikah beberapa bulan, kejam dan tega. Namun memang lebih baik jika Karina diberikan kepadaku dari pada ia harus menemani suami egoisnya itu ke dalam penjara. Leon membawa Karina masuk ke dalam salah satu kamar di rumahku. Aku sama sekali tidak ingin melihat wajah Charles, darahku bisa mendidih membayangkan sikap laki-laki pengecut itu. Memasuki sebuah kamar yang tidak terlalu besar, aku melihat tubuh Karina di ranjang tertidur sambil tersenyum. Bibir nya begitu menggoda, jangan di tanya lagi dengan tubuhnya, walaupun ia tidak menggunakan pakaian ketat namun tetap terlihat sexi dimataku. Ku belai pelipis pipinya, halus sekali wajahnya seperti dalam khayalanku belakangan ini. “Sayangnya nasibmu tidak secantik wajahmu. Tapi setelah hari ini, aku janji akan merubah nasibmu menjadi wanita yang lebih baik lagi dan aku akan memberikan segalanya untukmu melebihi dari mantan suamimu, asalkan kamu patuh sebagai istriku.“ Aku memperlakukan Karina dengan lembut malam itu layaknya seperti seorang suami kepada istri. Sempat terkejut ketika Karina bangun dan membayangkan diriku adalah suaminya. “Kamu benar-benar cantik dari dekat, tidak sejudes awal kita berjumpa waktu itu. Ahh, andai saja kamu tahu berapa lama aku menginginkan dirimu sebagai istriku.“ Ku kecup bibir ranum itu, namun bahuku tertahan dengan mata terkejut. Ternyata Karina memelukku dalam ketidaksadarannya sampai tubuhku benar-benar di atas tubuhnya. Mungkin Karina berhalusinasi sedang b******u dengan mantan suaminya. Tidak kusia-siakan kesempatan ini, aku melanjutkan apa yang sudah sedari tadi kutahan, bahkan adik kecilku di bawah sudah mulai menendang nendang meminta keluar dari peraduannya mencari pasangan kegelapannya. Sedikit merasa bingung, yang ku tahu wanita ini hanya diberi obat bius, tapi mengapa tingkahnya dalam ketidaksadarannya seperti dalam pengaruh obat lainnya yang kucurigai sebagai obat perangsang, apa mungkin Leon yang memberikannya sebelum aku masuk. Ah, aku tidak peduli, kunikmati momen yang sudah lama kunantikan, walaupun bukan namaku yang didesahkan dari bibir Karina, aku tidak perduli. Kami bermain semalaman beberapa kali, sampai ia terkulai lemas dan tertidur. Aku keluar dari kamar itu, membiarkan wanita itu setelah menyelimutinya, menguncinya dari luar, dan kembali ke dalam kamar pribadiku, mandi dan tiduran karena lelah bercintaa dengan wanita yang kucintai. Entah bagaimana reaksinya besok pagi. Siang itu, kubuka pintu kamar Karina, wanita yang menjadi istri sahku sekarang, kulihat matanya sembab karena menangis dan ku tahu apa penyebabnya. Entah mengapa ada bagian dari hati ini yang terluka melihat mata indah itu menangis, seharusnya mata itu tidak boleh dibanjiri dengan air mata kesedihan terus menerus. Cukup aku saja yang pernah membuatnya berderai air mata. Cinta?? Pastinya hanya Tuhan dan diriku yang tahu saja, walaupun aku tidak mempunyai rasa lagi dengan istri pertamaku namun dengan Karina ada yang berbeda dalam dirinya, merasa nyaman terutama saat menatap matanya. Disisi lain, aku memikirkan kalau perasaan ini hanyalah sebuah rasa bersalah akan perbuatanku di masa lalu. Aku mencoba bersikap baik dan menahan semua emosiku jika memikirkan ulah mantan suami Karina yang tidak membayar hutangnya kepadaku, terlebih lagi dengan egois menjual istrinya, sungguh bukan manusia. Walaupun tanpa setahu Charles, permasalahan yang terjadi di kantornya murni karena rencana licikku sendiri. Lagipula uang 20 Milyar tidak akan membuatku bangkrut seketika. Bagaimanapun, ia tetap harus membayar hutangnya. Sore ini kulihat Karina keluar dari kamarnya sudah mengganti pakaian dan memakai riasan, sedikit terkejut melihat riasannya yang tebal. Sudah bisa ditebak, kalau semua ini adalah ulah Franky, peñata rias kepercayaanku yang juga sering menggodaku. Andai tidak memikirkan kesetiannya selama ikut denganku, sudah ku mutilasi tubuhnya yang palsu tersebut. Jantungku berdebar menatap wajah Karina, ditambah tubuhnya yang Nampak sempurna dalam balutan gaun pemberianku. Sungguh bagai menatap seorang malaikat dihadapanku. Berusaha menutupi kecanggunganku dengan merubah tatapanku menjadi dingin. "Akhirnya kamu keluar juga dari kamar. Ternyata wajahmu lumayan juga setelah memakai riasan." Franky yang mengetahui pujian dibalik ucapan meledekku, merasa bagai di awan-awan karena kecantikan Karina adalah hasil polesan jari-jemarinya. “Udah pasti cantik dong, Bosque. Babi aja di dandanin sama Franky, langsung banyak yang mau ngawinin. Apalagi nyonya bosque, udah cantik dari asalnya, disulap sama eike macam bidadari ke tujuh turun dari loteng kan.” Kulihat Karina terkekeh dengan ucapan Franky yang memang sering mengundang decak tawa disekelilingnya. Aku memberikan lenganku agar ia mau merangkulnya, konyol memang tapi yah tidak ada salahnya mencoba jadi pria gagah untuk Karina bukan? "Ayo kita pergi sekarang. Terima kasih, Frank. Upahmu ditansfer Leon, sekalian sama bonusnya." Franky melonjak kegirangan, merasa usahanya kuhargai dengan memberinya bonus. “Makasih, Bosque yang ganteng. Andai dirimu kayak eike, udah ku kejar-kejar jadi suami deh. Eike pamit dulu yah. Muach. Bye semua…” Setelah Franky pergi, Karina yang sudah menggandeng lenganku menanyakan kemana aku akan mengajaknya. Cukup terkejut dengan sikap Karina saat ini, nembuatku tersenyum geli. "Kita mau kemana? Kamu ngak akan jual aku ke klub malam kan?" “Ikut saja denganku, sudah kukatakan jangan banyak bertanya." Ku pegang tangannya dan meletakkan tangan mungil itu di lenganku. “Tapi, aku ngak mau kalau kamu jual aku ke klub. Ini didandanin sampai heboh begini pasti ada maksud terselubung kan. Kamu pasti mau jual aku. Ayo ngaku!” Melihat kekhawatiran dan sikap memelas Karina, aku malah gemas dengan pemikiran ngaconya itu. Sepertinya, mengerjai Karina sebentar dapat membuat hari ini semakin menarik dengan kepolosannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD