Bab 2

2032 Words
 “Hellen, kau yakin tetap menungguku di sana?!” seruku dari dalam kamar mandi. Kami kini berada di toilet pria. Aku perlu membasuh tubuhku untuk menghilangkan bau kari itu. Dan Hellen berada di luar bilik kamar mandi. Aku yakin gadis itu tengah mencuci bajuku saat ini di wastafel.   “Apa lagi yang bisa kulakukan? Sudah cepat selesaikan mandimu itu. Kita masih ada satu pelajaran yang tersisa setelah ini,” sahut Hellen.   “Aku tahu. Tapi aku tidak membawa baju ganti hari ini. Lebih baik aku pulang saja setelah ini. Bagaimana denganmu?” balasku. Aku memakai celanaku kembali, dan lalu keluar dengan bertelanjang d**a. Aku melihat Hellen telah selesai mencuci bajuku. Tapi tetap saja baju itu basah seperti seharusnya. Mana mungkin aku memakai baju itu untuk kelas selanjutnya bukan?   Hellen membalikkan tubuhnya dan menoleh ke arahku. Dia menyandarkan pantatnya di sisi wastafel dan melipat kedua lengan di depan d**a. Hellen memerhatikan penampilanku dan lalu menghembuskan napas lelah.   “Sampai kapan kau akan tetap diam Danny? Apa kau akan membiarkan Jason melakukan hal ini padamu sampai lulus nanti?”   “Lalu aku bisa apa? Kau lihat dia memiliki koneksi bukan? Aku tidak ingin membuat masalah hingga hari kelulusan nanti,” jawabku dengan raut wajah malas. Aku tahu, berhadapan dengan Jason itu hanya akan membuang waktu saja. Ingat, dia memiliki koneksi dan disukai banyak orang karena koneksi itu. Apa yang bisa kulakukan dengan itu huh?   “Hahh aku juga tahu itu. Tapi tidak bisakah kita melakukan sesuatu dengan itu? Kau terlihat bodoh jika bertemu dengannya. Aku tidak suka melihat itu!” sungut Hellen dengan wajah kesalnya. Aku tertegun mendengar hal itu. Aku merasa Hellen mengunggulkan Jason dari pada aku.   Apa aku terlihat sebodoh itu di hadapan Jason? Baiklah, satu tambahan lagi alasanku membenci Jason. Aku lebih merasa kesal saat ini. Aku memilih mendekati Hellen dan mengulurkan tangan untuk meminta bajuku kembali. Dan Hellen hanya melihat uluran tanganku dengan wajah datar.   Tanpa kuduga, gadis itu justru membuka kemejanya di depanku dan menyisakan kaos ketat yang dipakainya di balik kemeja itu. Aku merasa bingung dengan apa yang dilakukan Hellen saat ini. Terlebih ketika gadis itu menyerahkan kemejanya padaku.   “Apa?” tanyaku dengan tampang bodoh menatap ke arahnya.   Hellen memutar kedua bola matanya dengan malas mendengar pertanyaanku. “Pakai ini, apa lagi?!”   “Tapi ini bajumu Hellen. Warnanya pink dan ukurannya kecil, kau lihat? Kau menyuruhku memakai baju itu? Tidak. Aku lebih memilih pulang saja, oke?!” protesku sambil mengangkat kedua tangan menolak kemeja itu.   “Danny, pakai saja ini! Apa salahnya dengan warna pink? Ini lucu, apa kau tidak melihatnya?!”   “Ya Hellen. Aku sangat bisa melihatnya dengan jelas. Kemeja ini lucu sekali. Dan bagaimana jika Jason and the gank melihatku memakai kemeja itu huh?! Tidak, tidak. Aku tidak mau membayangkan dia menertawaiku habis-habisan nanti!” Aku bergidik ngeri membayangkan hal itu.   “Astaga Danny. Tidak akan! Lagi pula apa kau akan melewatkan tes dari profesor Robert nanti?! Bisa-bisa kau tidak akan lulus sekolah karena itu!”   “Oh s**t! Kenapa harus profesor Robert dari semua pelajaran hari ini?!” umpatku. Mau tidak mau aku terpaksa harus menerima tawaran baju milik Hellen. Dengan perasaan dongkol aku memakai kemeja itu. Dan semakin merasa dongkol ketika melihat sendiri betapa pas kemeja itu pada tubuhku. Ini menunjukkan bahwa tubuh priaku, berukuran sekecil tubuh Hellen. Betapa kurusnya aku jika dibanding dengan tubuh Jason yang terlihat ... aku tidak ingin menyebutnya bagus. Yah .. cukup lumayan.   Tubuhku tinggi, tapi begitu kurus. Berapa kali aku makan dan sebanyak apa pun porsi yang aku buat, semua makanan itu tidak membuat lemak di tubuhku mengembung. Dan itu terkadang membuatku frustasi. Penampilanku yang kurus semakin membuatku terlihat lebih lemah di hadapan Jason. Kenapa aku selalu kalah dengan pria b******k seperti Jason?!   “Hmm tidak buruk. Kau cocok dengan warna itu.” Entah itu berarti pujian atau tidak, yang jelas aku tidak suka mendengarnya.   “Oh diamlah, Hellen. Ayo cepat pergi!” Aku melangkah lebih dulu keluar dari tempat itu. Yang lalu disusul Hellen yang kini sibuk ketawa ketiwi meledekku dari belakang.   Hellen adalah gadis berkaca mata yang telah menjadi temanku sejak kami berusia kecil. Kami berteman karena rumah kami yang hanya bersebalahan saja. Orang tuaku dan orang tua Hellen sangat dekat. Tidak jarang kami mengadakan acara makan bersama untuk mengakrabkan diri. Terlebih sejak kecil aku juga sering kali dititipkan kepada keluarga Hellen.   Wajar bukan jika kami menjadi teman dekat hingga sekarang. Hellen mengetahui semua rahasiaku. Dari hobi kecilku hingga sekarang yang mengagumi banyak tokoh super hero. Dan aku juga tidak memiliki rahasia di belakang Hellen. Lebih tepatnya, aku tidak pintar menjaga rahasia jika berada di depannya.   Hellen selalu memiliki caranya sendiri untuk mengulik semua yang ada dalam pikiranku. Aku seperti pria polos jika di hadapan gadis itu. Sebaliknya, semakin dewasa aku mulai menyadari bahwa banyak yang tidak kumengerti mengenai Hellen. Entah sejak kapan gadis itu menyembunyikan diri di belakangku.   Aku merasa gadis itu memiliki banyak rahasia yang tidak kuketahui. Seperti, dia pernah berkencan dengan Jason mungkin? Aku tidak tahu apa itu benar atau tidak, tapi beberapa kali aku pernah melihat Hellen bertemu dengan Jason di belakangku.   Dan aku merasa kesal dengan itu. Maksudku, kenapa Hellen harus bersama dengan Jason? Dan bukan pria lain yang pastinya jauh lebih baik dengan pria manja itu? Terlebih Hellen tahu bahwa Jason sangat tidak menyukaiku.   Yah itu hanya kejadian yang cukup lama. Entah mereka sudah putus atau tidak. Yang jelas aku sudah tidak pernah melihat mereka bersama lagi. Aku cukup senang melihat itu. Hellen adalah gadis yang manis dan baik. Di balik kaca mata bulatnya, Hellen juga sebenarnya memiliki wajah yang cantik.   Rambutnya pirang panjang dan bergelombang indah. Namun gadis itu lebih sering mengikatnya kuncir kuda. Gadis itu juga sedikit tomboi yang justru semakin menambah kesan manis pada dirinya. Menurutku begitu. Tentu saja dia tidak akan pantas jika harus disandingkan dengan Jason. Semua orang tahu, kalau Jason adalah pemburu wanita-wanita cantik. Aku tidak akan rela jika teman kecilku menjadi salah satu korban pria b******k seperti Jason.   TRIIINGGG! Suara bel sekolah berbunyi. Aku bernapas lega walau sebenarnya juga merasa tidak yakin dengan hasil ujianku sendiri. Waktu terasa begitu cepat sekaligus lambat selama tes ujian berlangsung. Ingin berharap cepat pulang, namun juga tidak berharap waktu berlalu cepat karena aku belum menyelesaikan jawaban dari tesku sendiri.   Dan sekarang aku telah pasrah. Aku membereskan alat-alat tulisku dengan lemas. Tenagaku terasa seperti terkuras habis hanya karena melaksanakan satu ujian Ilmiah dari professor Robert. Kelas begitu berisik akan suara siswa-siswa lain yang juga tidak kalah leganya denganku.   “Danny Peter, bisakah kau mengumpulkan semua tugas-tugas itu? Dan pergilah ke ruang kerjaku. Ambil map coklat yang ada di sana. " Aku terkejut ketika professor Robert sudah berdiri di sebelah mejaku. "Ikutlah ke tempatku. Ada yang ingin kutitipkan kepadamu. Kau bisa kan?” lanjut professor Robert. Mendapat tugas seperti itu, aku lalu menoleh ke arah Hellen yang duduk tidak jauh dariku. Kulihat gadis itu menganggukkan kepala, membiarkan aku pergi bersama Professor. Biasanya kita pulang bersama. Dan kali ini sepertinya tidak.   “Baiklah, Prof,” jawabku pada akhirnya. Professor tersenyum tipis ke arahku dan menepuk bahuku sekilas.   “Aku akan memberimu tumpangan. Temui aku di depan,” ucap professor Robert sebelum melangkah pergi keluar kelas. Aku kembali membereskan semua barangku dan mulai mengumpulkan semua tugas-tugas itu.   “Kau ingin kutemani?” tanya Hellen yang kini berdiri di sebelahku. Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil.   “Tidak perlu. Kau pulang saja lebih dulu.” Hellen mengangguk kecil dan lalu melangkah pergi.   Aku menuju ruang kerja professor Robert lebih dulu dan mengambil amplop coklat yang berada di atas meja professor. Lalu kemudian keluar untuk menemui professor di dalam mobilnya. Kami hanya berdua pergi menuju tempat Professor.   Suasana terasa begitu canggung bagiku. Sejujurnya aku tidak pernah sedekat ini dengan Professor. Dan ini juga pertama kaliku mengunjungi rumah Professor. Tidak kusangka, rumah Professor cukup besar. Aku memerhatikan bangunan megah yang berada di area cukup jarang penduduk milik Professor Robert.   “Ayo masuk, Danny!” panggil professor Robert yang baru saja membuka pintunya. Aku melangkah memasuki rumah tersebut. Dan langsung tercengang tidak percaya melihat apa yang ada di dalamnya.   Rumah ini ternyata jauh lebih besar dan luas dari yang aku perkirakan. Bahkan kau langsung bisa melihat kerangka imitasi dari hewan purba yang sengaja dipajang di tengah-tengah ruangan. Tidak sebesar yang ada di museum. Hanya saja tetap menakjubkan jika melihatnya secara langsung.   “Woww apa anda membuatnya sendiri Professor?” tanyaku. Aku melangkah mendekati kerangka imitasi itu, dan melihatnya secara langsung. Ini kerangka buatan dari Tyrannosaurus. Tingginya dibuat sekitar 3 meter. Dan ada beberapa kerangka dino lainnya yang berukuran lebih kecil di sekitar yang satu ini. Aku memerhatikan dengan lekat detail-detail kerangka yang dibuat. Luar biasa. Bahkan detail sekecil yang seharusnya, bisa dibuat dengan lebih detail.   “Ya. Aku suka merangkai hal-hal seperti itu. Kau tertarik dengan hewan purba?”   Professor Robert datang mendekatiku. Pria paruh baya itu berdiri di sebelahku sembari memerhatikan hasil karya buatannya sendiri. Aku tidak bisa menyembunyikan kekagumanku sendiri setelah mendengar professor merangkainya sendiri.   “Sungguh?” seruku yang masih tidak percaya. Professor menoleh ke arahku dan tersenyum kecil. Kini aku yakin bahwa professor Robert bukan sembarang Professor.   “Kau ingin melihat hasil buatanku yang lainnya?” tawar professor Robert kemudian. Aku semakin menahan napas mendengarnya. Mana bisa aku melewatkan salah satu kesempatan yang luar biasa ini? Tentu saja aku mengangguk setuju menjawabnya.   Profesor Robert membawaku semakin masuk ke dalam bagian rumahnya. Dari tempat kerangka itu, profesor membawaku mengarah pada sisi bagian bawah tangga yang menuju ke atas. Aku sempat merasa heran kenapa kami harus ke sana, bukan menuju ke atas.   Dan ketika aku melihat professor Robert meraba dinding dengan telapak tangannya, untuk ke sekian kali aku terkejut. Satu kotak dinding bergerak membalik permukaan dan menampilkan tombol merah di sana. Professor menekan tombol merah itu, dan lalu bagian bawah tangga secara otomatis bergeser ke samping, menampilkan bagian pintu di baliknya.   Dadaku berdebar dengan kencang. Ini seperti kau tengah menemukan sebuah pintu rahasia yang akan membawamu ke dalam ruang harta karun yang tersembunyi. Aku mengikuti professor Robert yang membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.   Terdapat sebuah lorong kecil yang berukuran seperti satu pintu rumah sederhana. Lorong yang lalu membawaku pada sebuah ruangan menakjubkan dengan dipenuhi oleh tabung-tabung ilmiah di dalamnya. Aku tidak bisa menahan ketakjubanku lagi melihat itu semua. Inikah rumah dari seorang Professor?   Ini seperti ruang penelitian yang pernah aku lihat di tiap film-film Science. Mata biruku langsung melihat dengan antusias ke sekeliling. Ruangan ini tidak kalah luasnya dengan ruang utama tadi. Semua terlihat begitu canggih di sini dengan pencahayaan yang sedikit minim.   Tabung-tabung besar dengan cahaya yang bersinar terang di dalamnya sudah cukup membantu menerangi sekitar tempat ini. Di bagian ujung sana, aku bisa melihat sebuah ruang kaca yang hanya berisi kursi besar seperti kursi operasi dengan beberapa alat-alat canggih di sekitarnya. Apa Profesor juga melakukan operasi? Atau penelitian? Batinku bertanya-tanya dalam hati.   “Berhati-hatilah untuk tidak menyentuh barang-barang lainnya,” pesan Professor Robert kepadaku. Aku langsung mengangguk mengiyakan ucapannya. Lalu pria paruh baya itu melangkah pergi hendak meninggalkanku. Professor tanpa kata pergi menuju ke salah pintu yang berada di lorong lainnya. Sontak aku merasa bingung sekaligus heran sendiri. Apa dia akan membiarkanku berada di ruangan sepenting ini sendirian?   “Professor Robert? Ke mana anda akan pergi?” panggilku yang lalu membuat professor Robert menoleh ke arahku. Kulihat professor Robert sudah memegang handle pintu di bagian pintu itu.   “Tunggulah di sini. Aku akan mengambil berkas yang akan kau bawa nanti. Besok aku tidak bisa datang ke sekolah, karena itu, aku memanggilmu ke sini untuk menitipkan itu padamu,” jelas professor Robert yang lalu benar-benar berlalu pergi dari tempat itu.   Aku tertegun sejenak mendengarnya. Lalu mulai kembali melihat ke sekeliling. Aku memerhatikan tiap cairan yang berada di dalam tabung-tabung besar itu. Tidak ada isi di dalamnya. Hanya berupa cairan yang memunculkan gelembung-gelembung besar dengan warna cahaya yang terlihat indah dalam pencahayaan yang remang-remang ini.   Ketika mataku sibuk memerhatikan gelembung-gelembung itu, aku tanpa sengaja menangkap sebuah akuarium-akuarim kecil yang ditata rapi di bagian dinding. Mata rabunku tidak cukup membantu untuk melihat lebih jelas dari jarak sejauh itu. Akhirnya aku memilih untuk datang mendekat ke sana. Dan apa yang kulihat saat ini? Ternyata professor juga memelihara beberapa hewan melata yang nampak luar biasa dalam akuarium itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD