6. Dosa Ternikmat

1901 Words
Warning! 21+. Bab ini mengandung adegan dewasa. Bijaklah dalam membaca. ****** Pagi itu Hari bangun lebih awal dari biasanya. Setelah sholat subuh ia mendekati putri kecilnya yang masih tertidur lelap di kamarnya. Malam itu ia memilih tidur di sofa sederhana di depan televisi karena ia takut aroma alkohol masih menempel di tubuhnya. Ia tak mau putri kecilnya itu mencium bau yang tidak semestianya ia kenalkan. Hari mencium lembut kening Ayu, membuat gadis kecil itu menggeliat dan memiringkan tubuhnya karena terbangun lalu tidur kembali. Ia mengelus rambut Ayu, ia merasa bersalah karena kemarin ia mengabaikannya. Permen lollypop yang kemarin pagi ia janjikan kepadanya saat pulang kerja pun tak ia penuhi. Semua berantakan dengan pemecatannya yang mendadak. Membuat Hari begitu terpukul dan frustasi karena ia merasa itu bukanlah kesalahannya. Namun semua sudah terjadi, ia berusaha menerima apa yang sudah digariskan. Semoga ada rejeki lain yang sudah disiapkan Allah untuknya dan keluarga kecilnya, pikirnya. Hari keluar dari kamar dan mendekati Diana yang sudah dari jam tiga pagi tadi berkutat di dapur. Hari ini ia membuat kue lebih banyak dari biasanya agar uang yang didapatpun sedikit lebih banyak untuk menutupi kebutuhan sehari-hari mereka. Dengan Hari diberhentikan dari pekerjaannya otomatis mulai bulan depan mereka tidak mempunyai pemasukan uang yang tetap. Kue itu nantinya tidak hanya ia titipkan di warung sayur milik mbak Minah seperti biasa, tapi juga di warung kelontong di depan jalan besar. Kebetulan kemarin Diana sudah minta ijin dan pemilik warung pun mengizinkannya. “Maafin aku ya bu, kamu jadi harus kerja lebih keras lagi gara-gara aku dipecat.” Hari duduk di samping Diana yang sedang membungkus kue lumpur yang sudah matang, di sebuah bangku kayu di samping kompor. “Udah lah mas, aku kan juga udah tiap hari bikin kue. Ini juga cuma ditambah sedikit aja kok. Aku mau coba titipin kue nya di warung yang dekat jalan raya itu, siapa tau lebih banyak yang beli daripada di warung mbak Minah, disana kan warungnya lebih ramai.” Kata Diana sambil terus membungkus kue lumpur dan meletakkannya di sebuah nampan besar. “Aamiin…” jawab Hari. “Hari ini aku mau coba cari kerjaan ya bu. Daripada kelamaan di rumah nanti jadi semangatnya hilang. Doakan ya bu.” Hari tidak mau buang-buang waktu. Masih ada dua orang yang menjadi tanggung jawabnya yang harus ia hidupi. “Iya mas… semoga mas cepet dapet kerjaaan lagi.” Jawab Diana memberi semangat *** Siang itu begitu terik, matahari seakan bersinar tepat di atas kepalanya. Peluh membasahi sebagian raganya yang letih memperjuangkan masa depan. Masa depan yang ia perjuangkan untuk putri kecilnya yang begitu ia sayangi. Ia tak sendiri, banyak pejuang keluarga lainnya yang sedang mengais rejeki dengan cara yang bebeda untuk sesuap nasi. Sudah tiga perusahaan yang ia datangi namun tak juga mendapatkan kabar baik. Ada yang menolak dengan alasan tidak membutuhkan pegawai baru, ada pula yang harus menunggu panggilan tanpa kejelasan. Hari sangat memaklumi itu, karena di perusahaannya yang lama pun bagian HRD menolak banyak pelamar dengan alasan yang sama. Namun, ia tak akan menyerah begitu saja. Hari mengambil motornya di parkiran sebuah perusahaan yang terakhir ia datangi. Ia memacu motornya ke jalan raya dan memilih berhenti di sebuah warung makan kecil yang tak jauh dari perusahaan itu. Ia memarkir motornya di samping warung, di depan pintu gerbang sebuah pabrik yang sudah tidak digunakan untuk lalu lintas kendaraan. Ia memasuki warung dan memesan satu gelas es teh manis untuk melepas dahaga yang dari tadi membuat tenggorokannya terasa kering. Tak berapa lama penjual warung memberikan segelas es teh lengkap dengan sedotan plastik warna biru. Tatapan penuh tanya dari si penjaga warung membuat Hari balik bertanya. “Kenapa mba?” tanya Hari pada gadis penjaga warung. “Ngga papa mas. Cuma kayanya saya pernah liat mas. Kalo ngga salah di tempat karaoke. Waktu itu teman mas memesan minuman ke saya. Saya sih ngga yakin karna tempatnya kan agak remang.” Jawab gadis penjaga warung itu sedikit ragu. “Iya betul mba, itu saya. Jadi mba nya yang kemarin anter minuman? Maaf mba, saya ngga perhatiin.” Jawab Hari merasa tidak enak hati. “Iya ngga papa kok mas. Keliatan mas waktu itu sepertinya sedang banyak pikiran.” “Ya begitulah mba. Namanya juga hidup, ngga semua berjalan mulus seperti apa yang kita mau.” “Betul mas. Silahkan mas saya mau lanjutin cuci piring dulu” Jawab gadis itu sambil berlalu ke dalam. Sebuah warung kecil berukuran kurang lebih 5x5 meter dan terbagi dalam dua ruangan. Satu ruangan untuk menaruh nasi dan lauk pauk di sebuah etalase kecil, serta beberapa meja dan bangku. Di sudut ruangan terdapat rak besi sederhana untuk meletakkan minuman dan beberapa camilan. Satu ruangan lagi dengan ukuran lebih kecil tempat untuk memasak, tempat mencuci piring dan sebuah ranjang kecil untuk satu orang sebagai tempat untuk beristirahat. Setelah menghabiskan minumannya, Hari memanggil gadis itu untuk membayar satu gelas es teh dan dua buah pisang goreng yang sudah dimakannya. Kemudian ia mencari masjid terdekat untuk menjalankan sholat Dhuhur dan melanjutkan mencari pekerjaan ke beberapa perusahaan lagi yang sudah ia rencanakan. Namun hingga perusahaan yang terakhir, usahanya belum membuahkan hasil, ia kembali pulang kerumah dan akan melanjutkannya esok hari. “Yayaahhhh…” teriak Ayu sambil berlari keluar dari dalam rumah ketika mendengar suara motor Ayahnya. Suara motor yang sudah sangat dikenalnya. Hari turun dari motor dan langsung menggendong Ayu yang menghambur ke pelukannya. “Iya sayang… Ayah pulang. Nih, janjinya yang kemarin Ayah tepati. Ayah belikan Lollypop untuk Ayu.” Kata Hari sambil mengeluarkan dua bungkus lollypop rasa strawberry kesukaan Ayu dari kantong celananya. “Aacii yah…” jawab Ayu dengan suaranya yang masih cedal. “Cium ayah dulu dong.” Kata Hari sambil menyodorkan pipinya yng langsung disambut Ayu dengan kecupan bibir mungil Ayu. *** Mencari pekerjaan saat ini bukanlah perkara yang mudah. Ini adalah hari ketujuh Hari mencari pekerjaan, sudah lebih dari 20 perusahaan menolaknya hingga ia nyaris putus asa. Ditengah keletihan yang mendera, ia memacu motornya ke warung milik Siska untuk sekedar beristirahat. Ini adalah kali keempat Hari mengunjungi warungnya. Di pertemuan kedua itulah mereka terlihat sudah lebih akrab seperti sudah mengenalnya sejak lama, mungkin karena Siska adalah teman Arif, rekan kerjanya dulu. Sekarang mereka lebih banyak bicara hingga telah memperkenalkan nama masing-masing. Tidak ada yang spesial, Hari hanya ingin sekedar melepas lelah dan menginginkan teman bicara karena selama ini Hari merupakan orang yang kurang bergaul dan tidak memiliki teman dekat. “Lho, udah mau tutup?” tanya Hari ketika sampai di depan warung Siska. Warung tempat Siska bekerja lebih tepatnya. Ia melihat Siska tengah menutup warungnya dengan papan kayu yang sebagian sudah terpasang. “Iya mas… kurang enak badan.” Jawab Siska seadanya. Hari tak begitu memperdulikan Siska, ia tetap masuk dan duduk di bangku panjang depan etalase makanan. Siska pun dengan sedikit malas mengikuti dan membuatkan satu gelas teh manis tanpa Hari minta. “Makasih ya.” Kata Hari sambil menyeruput es teh manisnya. “Baru berapa kali kesini tapi sudah hafal aja pesananku.” Kata Hari sedikit memecah kegusaran hati Siska. Siska hanya diam mendengar ucapan Hari. “Kamu kenapa sih de’?” tanya Hari melihat wajah Siska yang sedari tadi dilipat seperti jemuran kusut. Sejak perkenalannya dengan Siska, Hari lah yang memilih untuk memanggilnya dengan sebutan “De” karena usia mereka yang terpaut cukup jauh. Hari berusia 31 tahun sedangkan Siska baru berusia 25 tahun. Menurutnya panggilan itu terkesan lebih menghormati daripada memanggil dengan sebutan nama, walaupun Siska menginginkan Hari memanggilnya dengan namanya saja. “Aku habis diputusin sama pacar aku mas, dia lebih milih perempuan lain daripada aku.” Jawab Siska dengan nada sedikit emosi. “Kebetulan mas disini. Aku mau minta tolong mas buat balas dendam sama mantan pacar aku.” Kata Siska memohon. Hari sedikit terkejut dengan permintaan Siska. Ia mengernyitkan dahinya karena tidak begitu mengerti maksud Siska. “Balas dendam gimana maksudnya?” tanya Hari sambil memandang wajah Siska. “Ya mas Hari pura-pura jadi pacar aku.” Kata Siska masih dengan nada dan mimik wajah memohon. Hari hanya tertawa mendengar permohonan Siska yang menganggapnya hanya lelucon. “Kamu ini ada-ada saja. Mana bisa begitu. Aku kan udah punya anak istri.” Kata Hari dengan santai karena menganggap Siska hanya bercanda. Kembali Hari menyeruput es teh manisnya. “Ayolah mas, sama siapa lagi aku minta tolong.” Kata Siska sedikit merengek dan dengan santainya ia memohon dengan menggenggam tangan Hari. Hari yang tak biasa bersentuhan dengan wanita lain yang bukan muhrimnya tiba-tiba membuat jantungnya berdesir. Tangannya seperti kaku dan sulit untuk digerakkan. Melihat hal itu membuat Siska menjadi geli menahan tawa. Tak bisa dipungkiri Hari adalah sosok yang tampan dan gagah. Di awal pertemuannya dengan Hari di tempat karaoke waktu itu memang Hari lah yang berhasil menarik perhatiannya, bukan hanya terlihat asing, tapi juga paling gagah diantara semua laki-laki di ruangan itu. Awalnya Siska hanya bermaksud menggoda Hari dengan bergelayut manja di pundaknya, ia merasa lucu dengan reaksi Hari yang seolah seperti tidak pernah dekat dengan wanita, namun justru berakhir dengan godaan setan yang semakin menyesatkan. Siska yang sakit hati dengan perlakuan mantan kekasihnya menjadi gelap mata, sedangkan Hari yang sedang putus asa dengan pekerjaannya membuat setan begitu mudah bermain-main di hati dan pikirannya. Siska perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Hari dan akhirnya bibir mereka pun saling berpagut. Tidak ada penolakan dari Hari, entah apa yang merasuki hati dan pikiran Hari. Laki-laki yang dikenal setia dan tak pernah berfikir untuk menyakiti perasaan istrinya tiba-tiba seperti tak punya daya untuk menolak sebuah kenikmatan yang ada di depan mata. Siska mulai memejamkan matanya menikmati permainan hari yang semakin berani. Tiba-tiba Siska melepaskan pagutannya. “Tunggu mas, aku tutup warung dulu ya.” Tanpa menunggu jawaban Hari, Siska mulai menata papan-papan penutup warungnya dan mengunci pintu dari dalam. Siska mengajak Hari masuk ke ruang belakang dan duduk di sebuah ranjang kecil yang tergeletak disana. Hari dan Siska melanjutkan permainannya yang sempat tertunda. Nafsu dunia mulai merasuki keduanya hingga rasa malu pun mereka abaikan. Tangan Hari mulai bergerak ke area terlarang milik Siska yang paling berharga. Deru napas yang beradu mulai terdengar di ruangan yang sempit dan sedikit pengap itu, namun tidak sebanding dengan kenikmatan yang mereka dapat. Hingga Siska akhirnya kehilangan keperawanannya. Hari duduk diam di pinggir ranjang dengan sprei yang sudah berantakan karena pergumulan mereka, ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Ya! Dia teringat anak dan istrinya di rumah. Mereka yang berharap laki-laki yang mereka cintai pulang dengan kabar gembira, tapi justru membawa sebuah dosa besar dan penghianatan yang begitu menjijikkan. Terlebih wanita yang telah menuntaskan nafsu nya adalah seorang gadis yang masih belum terjamah lelaki manapun. Betapa bersalahnya Hari pada perempuan yang masih terlentang tanpa busana di balik punggungnya. Penyesalan memang selalu datang telambat, tapi tetap tak ada gunanya. Saat ini Hari benar-benar bingung. Ia memilih untuk pergi dari tempat laknat itu. Ia memakai bajunya lengkap dengan cepat dan mengambil baju Siska yang berserakan di lantai, ia berikan pada Siska tanpa menatapnya sama sekali. “Maafin aku De’, aku pergi dulu, besok aku kesini lagi. Kita perlu bicara.” Kata Hari sambil meninggalkan Siska yang terdiam sejak tadi. Entah apa yang dipikirkan gadis itu. *** Malam itu Hari tak bisa tidur. Rasa bersalah terus membayangi pikiriannya. Tak hanya merasa bersalah pada keluarganya tapi juga pada Siska. Hari merasa sudah merusak masa depan Siska. Entah apa yang harus ia katakan pada anak, istri, dan keluarga besarnya nanti, juga pada keluarga Siska yang ia tak tau persis siapa mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD