3. Rizal Adikku

1066 Words
Tok! Tok! "Assalamualaikum, Ayu pulang bu." Ayu memberi salam dan membuka pintu rumah. "Waalaikumsalam... kok jam segini baru pulang yu? Bukannya kamu harus berangkat kerja?" "Iya ni bu, mau mandi dulu." sahut Ayu. Ayu langsung meletakkan tas ranselnya dan mengambil handuk untuk bergegas mandi. Dari Ayu pulang hingga selesai mandi, Ayu belum melihat batang hidung Adiknya, bahkan mendengar suaranya pun tidak. " Rizal dimana bu? Tanya Ayu pada Ibunya. "Tadi pamitan sama Ibu katanya mau nonton bola di lapangan dekat sekolahnya" jawab Ibu. "Sama siapa?" Tanya Ayu penasaran. "Dijemput tadi sama Anton." jawab Ibunya lagi sambil tetap menyetrika. "Anton yang anak pak kades itu bu?" Tanya Ayu. "Iya, memangnya Anton siapa lagi?" Jawab Ibunya. "Lain kali jangan dikasih pergi dong bu... si Anton itu kan kalo naik motor ugal-ugalan. Ayu ngga suka bu." Kata ayu dengan nada protes. "Ya orang adik kamu yang mau, masa Ibu larang. Kan tau gimana adik kamu kalo dilarang. Ya udah kita berdoa saja semoga ngga terjadi apa-apa. Berfikir yang baik-baik aja ya nduk." Jawab Ibu Ayu sambil tangannya terus menyetrika. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Ayu sudah siap berangkat bekerja. "Ayu berangkat dulu ya bu." Ayu berpamitan sambil mencium tangan Ibunya. Sambil mengendarai motornya, Ayu memperhatikan sepanjang perjalanan, siapa tau Ayu melihat Adiknya berpapasan di jalan. Ayu betul-betul tidak tenang melihat Adiknya pergi bersama Anton. Anton juga terkenal sebagai anak badung di kampung. Ayu takut adiknya yang polos itu menjadi ikut-ikutan badung. Namun hasilnya nihil, Ayu tidak menemukan Anton di sepanjang perjalanan. Sampai di Hellios cafe, seperti biasa Ayu bersiap diri, meletakkan tas slempangnya di loker, memakai celemek dan menanti pelanggan datang. Entah kenapa sejak berangkat dari rumah perasaan Ayu tidak enak, seperti gelisah dan tidak fokus, pikirannya entah kemana. "Kamu kenapa yu?" Tanya Dewi, partner kerja Ayu di cafe. "Ngga papa kok Wi, cuma kurang enak badan." Sahut Ayu. "Ah, mungkin hanya perasaanku aja." Ujar Ayu menepis perasaannya. Pelanggan datang silih berganti, Ayu yang sedari tadi mondar mandir tak menyadari telepon genggamnya berdering. Hingga enam kali panggilan Ayu baru menyadarinya. Ternyata dari Ibunya. "Assalamualaikum, hallo bu?" Ayu mengangkat telepon dengan rasa penasaran. Tidak seperti biasanya Ibunya menelpon ketika Ayu sedang bekerja. "Ayu…" Suara Ibu di sebrang telpon terdengar getir. "Iya bu, ada apa? Ibu ngga kenapa-kenapa kan bu?" Ayu mulai panik. "Adik kamu yu... masuk rumah sakit. Kecelakaan waktu pulang tadi." Terdengar suara isak tangis Ibunya di ujung telepon. Seketika Ayu lemas mendengar perkataan Ibunya. "Rumah sakit mana bu? Tenang ya bu, ini ayu langsung kesana." Ayu sedikit menenangkan Ibunya. "Panti Rapih yu." Jawab Ibu Ayu "Baik bu, Ayu kesana." Jawab Ayu dengan tergesa-gesa. Bergegas Ayu meminta ijin bosnya untuk menemui adiknya di rumah sakit. Ayu memacu motor mionya dengan kecepatan 70 km/jam. Hatinya kalut, takut terjadi sesuatu yang fatal pada Adik kesayangannya itu. Sesampainya di rumah sakit Ayu langsung mencari Ibunya di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Terlihat Adik Ayu terbaring di salah satu ranjang dengan luka di kaki dan tangannya dan sedikit memar di bagian betis. Ayu langsung mendekat. "Rizal gimana bu?" Tanya Ayu panik. “Kata dokter tulang kakinya patah yu, harus segera dioperasi. Tapi Ibu bingung, Ibu ngga ada simpanan uang yu. Uang Ibu baru saja Ibu pakai untuk melunasi pinjaman kita di bank." Kata Ibu dengan wajah sedih dan menyesal. "Udah bu, ngga usah dipikirin, nanti biar Ayu yang urus. Ayu masih ada tabungan kok." Jawab Ayu menenangkan Ibunya. "Maafin Rizal ya bu, mbak. Gara-gara Rizal, Ibu dan mba Ayu jadi bingung." Ucap Rizal seraya menyesali apa yang terjadi. "Husst, udah ngga usah bilang apa-apa deh, namanya musibah kan kita ngga tau. Paari ada hikmahnya." Kata Ayu sambil mengusap rambut cepak adiknya. "Anton gimana bu?" Tanya Ayu pada Ibunya. "Anton hanya luka-luka di bagian tangan dan wajahnya. Itu di ruangan sebelah" Jawab Ibunya sambil menunjuk ruangan paling ujung. "Ya udah bu, Ayu ke bagian administrasi dulu ya bu." Kata Ayu sambil berlalu. Di lorong Rumah Sakit menuju ruang administrasi, Ayu berjalan sambil berusaha mengingat-ingat isi saldo ATM nya. Dia takut tabungannya kurang untuk biaya operasi adiknya. Sampai di ruang administrasi, hanya ada satu petugas jaga, Ayu sedikit membungkuk mendekati lubang pada kaca yang biasa menjadi pembatas di meja administrasi. "Maaf mas, mau tanya, untuk operasi patah tulang kaki kira-kira biayanya berapa ya mas?" Tanya Ayu kepada petugas jaga di ruang administrasi itu. "Sebentar ya mbak saya cek dulu." Petugas dengan cekatan mengecek di komputernya. "2,5 juta mbak, sudah termasuk tindakan medis dan perawatannya." Jawab petugas. "Oh ya..makasih mas." Ayu berbalik badan dan menuju ATM terdekat dirumah sakit. Di ATM Ayu mengecek isi tabungannya, ternyata masih belum mencukupi. Ayu bingung mencari kekurangan biayanya, tidak mungkin dia harus meminjam uang lagi kepada Bella, sudah terlalu banyak Bella memberikan bantuan untuk Ayu dan keluarganya. Tiba-tiba Ayu teringat motor mio lama yang biasa dipakainya untuk ke kampus dan bekerja. Itulah satu-satunya harapan Ayu, menggadaikannya. Ayu tak keberatan asalkan adiknya sembuh seperti sedia kala. "Alhamdulillah, akhirnya dapat juga uangnya, makasih ya mbak." Kata Ayu kepada petugas di tempat pegadaian di dekat rumahnya. Ayu kembali kerumah sakit dan segera mengurus administrasinya agar adiknya bisa segera ditangani. Jadwal operasi Rizal sudah dijadwalkan jam 9 malam. Ayu mengecek jam tangan miliknya, masih jam delapan malam, satu jam lagi adiknya akan dioperasi. "Rizal takut bu." Rizal sedikit merengek, padahal usianya sudah hampir 16 tahun. "Ngga papa rizal, yang penting kan kamu cepet sembuh, bisa lari-lari lagi." Jawab ibunya Satu jam telah berlalu, waktunya Rizal masuk ke kamar operasi. Wajar pucat menyelimuti wajah Rizal. Tangannya berkeringat dingin. Ini pertama kalinya Rizal masuk ke ruang operasi. "Ayo Rizal kamu pasti bisa!" Ucap Ayu menyemangati Rizal sembari tersenyum dan mengepalkan tangannya ke atas menunjukkan bentuk semangat untuk Rizal. Rizal hanya membalas dengan senyum tipis. Senyum yang menyiratkan ketakutan dan keraguan. Dokter bedah, dokter Anestesi dan perawat sudah lemgkap berkumpul di meja operasi. Lampu Operasi sudah mulai dinyalakan, Rizal semakin takut, namun dia tepis rasa takut itu sendiri. Dokter dan Anestesi mulai bekerja. Ayu dan Ibunya menunggu di depan ruang operasi sembari berdoa. Tiga jam telah berlalu, ibu dan Ayu masih menanti di depan ruang operasi dengan cemas. Setelah berapa lama akhirnya lampu di atas pintu operasi telah dimatikan, tanda operasi telah selesai, dokter keluar ruangan dan memberikan informasi keadaan pasien bahwa operasi berjalan lancar dan pasien dalam keadaan stabil. "Alhamdulillah..." ucap Ibu dan Ayu berbarengan. Setelah proses pemulihan di kamar operasi, Rizal dipindahkan ke ruang rawat Inap untuk dirawat beberapa hari hingga diizinkan pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD