Good Feeling

1771 Words
Abram memperlambat langkah larinya saat sudah mulai mendekati belokan blok rumahnya. Rutinitas lari pagi yang tidak pernah terlewat setiap hari, tapi pagi ini pria itu bangun terlambat. Biasa pukul 6.40 Abram sudah sampai dirumah, menikmati air jahe lemon dan egg benedict yang bu Mun, ART dirumah siapkan. Lalu mandi pada pukul 07.00, kemudian membaca berita dan melakukan rutinitas terstruktur lainnya. Abram bukanlah pria yang tidak tahu apa yang harus dia lakukan setiap hari. Tapi sekarang, sudah hampir pukul 7.30 dan Abram baru selesai lari pagi. Gara-gara semalam bermimpi buruk tentang sang Mama yang sudah lama tiada. Kilasan kenangan buruk yang membuatnya gelisah semalaman, membuat pria itu tidak bisa tidur lelap hingga pukul 3 pagi. Abram merenggangkan kakinya didepan rumah, lalu pinggangnya ke kanan dan ke kiri. Sudah lama dia tinggal dikomplek ini, tapi tidak banyak yang tahu dia tinggal disini kecuali pak RT dan pak RW. Jika sedang lari pagi pria itu menggunakan jaket yang zippernya dinaikkan hingga ke bawah hidung. Pria itu juga tidak pernah mengikuti kegiatan komplek, selalu Regan yang mewakilinya. Abram tinggal dengan Regan, 3 ART dan 1 tukang kebun merangkap satpam. Bu Mun adalah pekerja yang ikut Mama Abram sejak dulu. Dua ART lainnya adalah anak perempuan bu Mun, Tina dan Tini, sedangkan tukang kebun itu keponakannya, Toni. Mereka juga merupakan orang-orang pilihan yang sangat loyal pada Abram. Selama ini Regan-lah yang menjadi supir Abram, mengantarnya kesana kemari. Abram jarang menyetir sendiri kecuali sedang ada keperluan pribadi, kebanyakan hari-harinya dipadati dengan jadwal yang tersusun rapih. Pria itu tengah menunduk mengikat tali sepatunya yang lepas saat sudut matanya menangkap gerak gerik mencurigakan seorang perempuan yang berjalan menatap rumahnya. Awalnya Abram tidak menghiraukan, tapi perempuan itu terus bolak-balik. Untuk ukuran penggemar, sikap cewek itu terlalu kelihatan cemas daripada excited, tidak mengeluarkan ponsel untuk memotret, malah meremas map coklat yang dia dekap didadanya. Abram berdiri kemudian menatapnya, ingin tahu apa yang sebenarnya perempuan itu lakukan. Kemudian dia teringat foto pelamar kemarin itu, ah.. si chubby. Tatapan mereka bertemu membuat si perempuan terkejut, tapi kemudian mendekat. "Mm, ma...maaf mau tanya. Apa ini rumah pak Regan?" Dia bertanya ragu-ragu. Abram hanya mengangguk membuat perempuan itu terlihat gugup. "Ng..saya mau ngelamar kerja, tapi kok disuruh datangnya kerumah. Ng.. Om kenal?" Apa katanya? Om. Ck.. Abram berdecak kemudian tidak menjawab lagi lalu membuka pagar. Dia berbalik saat tidak melihat perempuan itu mengikutinya. "Ayo masuk!" Sahut Abram. Perempuan itu menggigit bibirnya ragu tapi kemudian dia melangkah masuk. Abram membuka pintu dan menyuruhnya duduk. Lalu berjalan ke lantai dua ke kamar Regan. "Gan, bangun!" Abram mengguncang kaki Regan dengan kakinya. Regan masih ngorok, hanya bergerak sedikit lalu kembali lelap. "Buset!" Abram melirik ke meja dan menemukan kaus kaki Regan tergeletak dikarpet. Abram mengangkatnya menggunakan pulpen kemudian menaruhnya di wajah Regan. "Groook!! Hék!! Ohoook ohok!!". Regan langsung terduduk tegak dan membuka mata lebar-lebar. "Buset ama kaos kaki sendiri aja keselek lo!!" Abram menggeleng menahan tawa. "Apaan sih Bram, duh ganggu aja lo pagi-pagi!" Regan terduduk sambil menggaruk perut buncitnya. Matanya masih terpejam satu. Dia menghempas kaus kaki busuk itu ke lantai. "Lo noh yang kerajinan! Tuh yang ngelamar kerja udah dateng. Lo janjiin jam berapa emang? Pagi-pagi udah bolak balik depan rumah orang." Abram nyeloyor pergi tanpa menunggu jawaban Regan. Entah pria itu sudah nyambung atau belum otaknya. Yang pasti saat Abram turun tangga, perempuan itu seolah sedang menghapal, kepalanya manggut-manggut kecil, bibirnya berkomat kamit. Abram lalu berjalan ke dapur dan menikmati teh juga telurnya. "Nanti siang mau masak apa Den?" Bu Mun meletakkan gorengan pisang kedoyanan Regan dimeja. "Apa aja bu, yang penting banyakin sayur." Jawab Abram. Baginya, beliau bagaikan pengganti kehadiran sang Mama. Bu Mun sangat akrab dengan Mama seperti saudara. Saat Mama Abram meninggal, wanita itu bersikeras ikut dengan Abram, katanya Mama menitipkan Abram padanya dan dia tidak ingin meninggalkan Abram seditikpun. Suaminya sudah meninggal karena sakit beberapa tahun lalu. Jadi Abram mengijinkan bu Mun membawa anak kembarnya untuk ikut bekerja dirumah. Bahkan saat mereka sekolah SMP, Abram-lah yang menyekolahkan mereka. Bu Mun tidak meneruskan pendidikan anak-anaknya ke SMA, katanya tidak enak pada Abram. Lagipula mereka merasa sudah terjamin kehidupannya dengan tinggal dan bekerja pada Abram. Tidak lama kemudian suara Regan terdengar menyambut perempuan bernama unik itu. Setengah jam kemudian Abram tengah menggulung lengan kemejanya saat Regan mengetuk pintu kamarnya. "Bram, doski tinggal ketemu lo aja noh.. biar berasa feelnya." Regan lalu berlalu. Abram menyemprotkan parfum kemudian menata rambutnya dengan tangan. Kemudian dia berjalan ke arah ruang kerjanya. Pintu terbuka, langkah Abram yang tidak terlalu kentara rupanya membuat perempuan itu tidak menyadari bahwa Abram sedang menatapnya. Selama ini bermacam hawa yang diwawancara memanfaatkan waktu seperti ini untuk berfoto dan menyentuh berbagai benda. Terutama selfie dengan piala Abram. Tapi berbeda dengan perempuan bertubuh berisi itu, dia memejamkan mata seolah berdoa, sambil terus memajukan bibirnya menghembuskan napas membuat pipi bulatnya menggembung. Entah mengapa Abram merasa sedang menatap Regan versi wanita. Pria itu menunduk sambil tersenyum simpul, lalu masuk kedalam. Katriel mengerjap gugup, tadi dia diberitahu oleh Regan yang katanya adalah manager orang yang akan mempekerjakannya. Dia akan langsung wawancara dengan si owner. Rupanya Katriel salah mengira, sebelumnya dia hanya terus melamar sebagai sekertaris dilowongan apapun, hingga tidak memperhatikan jika sekarang dia melamar untuk perorangan. Tapi apa daya, dia memang butuh pekerjaan secepatnya, jadi dia tetap datang sesuai informasi yang diberitahu Regan sebelumnya. Wajah Katriel berubah sedikit bingung, dahinya berkerut. Pria ini kan yang tadi ketemu di depan? Walau saat bertemu tadi rambut Abram kebawah dan sekarang naik ke atas, tapi Katriel ingat dengan matanya. "Loh..Om kan yang tadi....". Katriel tanpa sadar menunjukkan jarinya ke arah Abram. "Ah.." Regan masuk ke dalam. "Ini dia Katriel, bos kamu, Abram Luis." Katriel mengerjap gugup, entah kenapa dia malah membungkuk didepan Abram. "Saya Katriel, siap bekerja dengan bapak!". *_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_* Tiga minggu sudah Katriel bekerja untuk Abram, dan kali ini pria itu merasa mendapatkan orang yang tepat. Dan Regan tidak bisa tidak menyetujui pendapat Abram kali ini. Katriel juga sangat membantu meringankan pekerjaan Regan. Katriel ditempatkan di ruang perlengkapan Golf Abram, tepat disamping ruang kerjanya. Walau masih masa trial, tapi gadis itu sangat rajin. Dia membantu membersihkan ruangan itu, yang biasanya Regan lakukan seminggu sekali. Abram tidak membiarkan sembarang orang menyentuh peralatan golfnya yang berharga. Terutama hadiah dari sang Mama saat Abram pertama kali mengikuti les golf di usianya yang ke 15tahun. Tapi melihat Katriel bukanlah tipe asisten yang centil dan narsis, Abram bersedia menyediakan meja dan kursi untuknya bekerja. Sesekali Abram lewat melihat Katriel sedang membaca buku tentang golf, lalu beberapa hari kemudian saat pria itu hendak ke dapur mengambil kopi, Katriel sedang mengamati satu-persatu club golf-nya, sambil menatap ke arah buku, sedang menghapal jenis-jenis club rupanya, pikir Abram. Sedikit banyak Abram merasa puas, Katriel bekerja dengan sungguh-sungguh, bukan hanya terus bercermin dan memulas make-upnya. Abram dapat melihat apa yang gadis itu sedang kerjakan melalui monitor di meja kerjanya, 12 titik CCTV menampilkan setiap sudut rumahnya kecuali kamar mandi dan kamar ART. Bulan depan mereka akan berangkat ke Thailand mengikuti Turnamen Golf All Thailand yang akan di selenggarakan di Phuket. Itu akan menjadi tugas pertama Katriel sebagai caddy. Regan memberi target pada gadis itu agar menguasai dasar-dasar tugas caddy agar dapat turun ke lapangan nantinya. Abram juga menyarankan agar Katriel berolahraga agar tidak mudah lelah saat berjalan belasan kilometer nanti. Sudah dua kali Katriel meng-asisten Abram latihan Golf. Sejauh ini Abram menganggap gadis itu fast learner. Dia tidak sibuk merapihkan bedaknya, melainkan berusaha cepatr tanggap walau seskali melakukan kesalahan saat diminta mengambil club, mungkin Katriel masih sedikit kebingungan melihat banyaknya stik yang terlihat mirip. Abram mengetuk pintu ruangan Katriel saat gadis itu sedang menulis dibuku kecil, Abram penasaran apa yang Katriel tulis. "Oh, siang Pak." Katriel mengangguk. "Kamu lagi apa?" "Hah?" Katriel mengerjap, dia sedikit kikuk, menduga apakah bosnya tau apa yang sedang dia lakukan. "Mmm... lagi bikin note Pak." Abram diam menatap lurus pada gadis yang terlihat tegang sekarang. "Ikut saya ke taman." Sahut Abram tanpa menunggu jawaban. Katriel menggigit bibirnya berpikir apakah dia melakukan kesalahan, tapi gadis itu langsung beranjak dari duduknya mengikuti Abram. Abram duduk di bawah gajebo di bagian belakang rumahnya. Pria itu menyuruh Katriel duduk. Abram menyilangkan satu kakinya di atas kaki lainnya. "Regan udah suruh kamu ukur seragam?" Katriel mengangguk. Seragam yang Abram maksud adalah pakaian caddy untuk Katriel pakai nanti saat mendampingi Abram turnamen. Baiasanya para caddy memakai rok di atas lutut, tapi Katriel meminta untuk menggunakan celana panjang saja, dia tidak mau paha besarnya terekspos kemana-mana. Abram tidak mempermasalahkan itu, toh pakaian caddy tidak menjadi penilaian Abram sebagai partisipan turnamen. "Kamu tulis-tulis apa tadi?" Katriel menelan salivanya, ternyata sang bos memperhatikan kegiatannya. "Mmm, cuma catatan kecil untuk pengingat aja Pak." "Saya lihat." Abram mengulurkan tangannya dengan telapak tangan ke atas, Katriel sedikit ragu mengambil buku kecil dari balik saku belakang celananya, lalu menyerahkannya ke Abram. Abram membuka buku kecil berisi tulisan kecil-kecil itu, sudut bibirnya terangkat samar hingga Katriel pun tidak akan sadar jika Abram tersenyum senang. Selanjutnya Abram seperti seorang guru, mengajukan pertanyaan yang di jawab Katriel, seolah di uji sampai mana pengetahuannya tentang golf. Regan sedang lewat sehabis dari dapur, langkahnya terhenti, matanya membelalak tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Seorang Abram rela meluangkan waktu untuk mengajar! Jangankan mengajar, caddy-caddy sebelumnya hampir tidak pernah berbincang dengan Abram jika sedang bekerja. Abram tidak peduli dengan apa yang dilakukan para caddynya, memanggil mereka kerumah satu minggu menjelang turnamen. Itu yang sebenarnya menjadi alasan kenapa para caddy sebelumnya tidak becus menjalankan tugas mereka, mereka tidak serius belajar tentang golf, hanya ingin mendadak tenar. Regan tersenyum puas, sepertinya setelah ini pencarian akan seorang caddynya berakhir, mereka telah menemukan orang yang tepat. Dan Regan berharap feeling Abram tentang Katriel membawa dampak baik untuk suasana hati pria itu. Sudah waktunya Abram mulai membuka hati untuk orang-orang baru. *_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_* Ponsel Abram berbunyi, mereka baru saja sampai di salah satu hotel bintang 5 di Phuket. Perjalanan yang cukup panjang sedari pagi membuat Abram sedikit lelah, berbanding terbalik dengan asisten sekaligus caddynya, Katriel. Gadis itu terlihat tidak tidur disepanjang perjalanan. Menurut Regan ini perjalanan pertama Katriel menggunakan pesawat. "Hallo..." "________________" "Aku baru sampai, kamu dimana?'" Suara yang Abram nantikan sedari tadi terdengar membuat perasaannya membaik. "Oke, aku kesana sekarang." Regan hanya diam menggeleng kecil mendengar sahabat sekaligus bosnya itu terdengar bersemangat. Abram tidak bicara lagi pada Regan, langsung melangkah keluar dan mengetuk pintu ddi depan kamarnya. Suara langkah kaki terdengar lalu tidak lama wajah cantik seorang wanita terlihat. Tanpa basa-basi, wanita itu langsung menarik tangan Abram dan mereka langsung berciuman mesra. Abram mereguk mata-airnya, satu-satunya orang yang dia paling cintai sekarang. Satu-satunya orang yang mengenal dalam tentang siapa Abram, satu-satunya alasan Abram memiliki perasaan lain selain dendam. *_*_*_*_*_*_*_*_*_*CUT*_*_*_*_*_*_*_*_*

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD