Caddies Problem

1319 Words
Abram memijat pelipis sesaat setelah Regan, manager dan juga teman dekatnya sejak kecil menyodorkan air mineral botol dingin. Meneguk cairan tanpa rasa itu dua kali tidak lantas membuat kekesalannya teredam. "Cari caddy lain!" Perintahnya pelan. "Hah?" Regan seolah tuli, lalu duduk disampingnya. "Apa lagi sekarang?!" Matanya mencari wanita lebay yang baru 3hari bekerja sebagai caddy. (Pramugolf atau kedi (bahasa Inggris: caddy atau caddie) adalah orang yang bekerja membawakan tas berisi peralatan pemain golf, sekaligus memberi saran tentang permainan serta dukungan moral untuk pemain yang dilayaninya. Sumber:wikipedia Indonesia) "Kemana tuh si Tere?!". Regan menjulurkan lehernya keluar pintu ruangan khusus para pemain golf. "Balikin dia ke Jakarta malem ini juga!" Sahutnya lagi lalu meneguk habis air mineral itu. "Astaga Bram! Turnamen masih jalan empat hari lagi, sapa yang bakal bantuin??" Pria itu menggaruk rambut gondrongnya. "Gw ga peduli! Suru tu cewek genit angkat kaki dari hotel sore ini! Gw gerah ama kelakuannya." Abram meninggalkan Regan yang masih menyuarakan protes dan berjalan ke kamar mandi. Abram menghela napas kasar, satu tangannya terangkat ke atas bersender di tembok setelah membuka zipper celana. Suara nyaring air mengalir tidak menutupi desahan yang terdengar jelas dari salah satu bilik kamar mandi. "Kamu mau kan jadi caddy-ku, Tere? Tinggalin si songong Abram." "Yah.. aku mauh.. ah..terus...". Abram mengulum bibir mengenali suara perempuan centil yang belum satu minggu itu jadi caddy-nya. Pria itu berdecak, lagi-lagi, caddy yang Regan terima bekerja bukan wanita becus! Hanya ingin berada di lingkatan elite para pe-golf pro. Abram mencuci tangan kemudian mengeringkannya. Suara kencang alat pengering membuat orang yang ada didalam bilik sedikit terkesiap. Lalu pria itu bersidekap menunggu sambil bersender dimeja westafel. Suara geraman dalam pria yang dia kenali itu, Aditya Johan, salah satu atlet golf yang bisa dibilang sebagai saingannya. Dia berada di urutan kedua peringkat Nasional kelas Pro, selama tiga tahun berusaha menggeser posisi Abram sebagai atlet golf nomor 1 di Indonesia, membuatnya terus sibuk berupaya merebut siapapun yang bekerja dengannya termasuk Regan. Untungnya pria itu sahabat yang setia, orang yang tidak bisa dibeli dengan uang atau ketenaran. Seperti caddy-caddy yang Abram pecat walau baru bekerja kurang dari 2 minggu. Karena ya begini salah satunya, dengan mudah tergoda pemain lain, atau memang bertujuan agar bisa memacari pria-pria terkenal seperti Abram dan lainnya. Tidak sampai 5 menit, suara gemerisik pakaian terdengar, di iringi tawa lepas dari kedua mahluk di dalam bilik kamar mandi. Murah sekali, mau saja di ajak bercinta dikamar mandi. Wanita jalang! Suara pintu terbuka, Abram masih menatap lantai. "P...p..pa..pak Bram.." Matanya melirik ke atas saat wajah cewek genit itu berubah pias. Sedangkan Aditya berjalan dengan santai ke arahnya lalu mencuci tangannya di westafel samping. "P..pa sa..saya..". Abram tidak mengatakan apa-apa. "Sorry bro, bukan maksud gw nyicipin caddy lo. Cuma yah, lumayan lah, mencairkan suasana panas siang ini." Sahutnya sambil terkekeh. Abram masih menatap wajah Tere yang masih gugup dan merapihkan rok mininya. "I..itu pak. Saya.." Tere menggeleng tidak percaya Aditya akan mengatakan itu. Abram beranjak, membuat Tere mundur selangkah, lalu keluar dari kamar mandi kotor itu. Dia merasa tidak perlu mengatakan apa-apa, wanita itu pasti mundur teratur, toh dia tidak perlu khawatir kan, Aditya siap menampungnya. "Bram, bentar lagi lo masuk field." Regan menyusulnya sambil menyerahkan sarung tangan golf. "Tolong bantu gw Gan bawain club sampai sore ini." Mereka berjalan ke arah ruang istirahat. (Club: stik golf) "Iya gampang." Abram menghela napas bersyukur ada Regan yang selalu bersamanya. Pria bertubuh gempal itu adalah tetangganya saat Abram tinggal di Malang. Sudah hampir 25 tahun mereka saling mengenal. Sejak itu mereka hampir tidak pernah berpisah. Dimana ada Abram, maka disitu ada Regan. Oleh karena itulah Abram memintanya untuk menjadi manager sejak dia menggeluti dunia golf dengan serius 6 tahun lalu. Dan soal caddy, Abram tidak kapok berganti caddy, awalnya selalu Regan yang menjadi caddy-nya saat ada turnamen atau perlombaan, tapi sejak Abram mulai didapuk sebagai salah satu ambassador brand stik golf P*NG Indonesia, dan tawaran iklan juga lainnya, Regan sedikit kewalahan dengan tugasnya mengatur jadwal, maka Abram menerima tawarannya untuk mencari caddy. Tapi lihat sendiri, semua caddy wanita, 15 hingga 20 orang yang selalu berakhir di pecat tanpa hormat oleh akibat kelakuan mereka yang serba-serbi. Tapi paling banyak adalah oleh rayuan maut Aditya Johan. Suara teriakan penonton di sisi kanan dan kiri saat Abram berjalan keluar sedikit memekakan telinga. Abram dengan gayanya yang terkenal kalem dan cool hanya tersenyum simpul dan sekali mengangkat tangan, lalu riuh kembali terdengar. "Braaam!!!" "Kyaaaaa!!!" "Pukul aku dengan stikgolf cintamu Braaam!!!" Regan tersenyum geli mendengar seruan perempuan-perempuan itu. Padahal semua itu sudah tidak asing ditelinga mereka. Abram mendekat ke arah tee terakhir bola jatuh sebelum break tadi, turnamen hari ini baru setengah jalan dan Abram ingin menampar keras Aditya dengan permainannya. Bukan karena caddy-nya di ambil oleh pria sosialita itu, tapi supaya dia sadar jika posisinya jauh dibawah Abram. (Tee: pasak bola golf) Regan mengambilkan putter (stik golf yang digunakan untuk melakukan pukulan di atas green). Suasana berubah hening, Abram mengambil posisi, mencoba mengayun pelan mengatur tenaga pukulannya. Saat merasa mantap dia menatap bola putih berkilau itu, menarik napas dan memukulnya dengan yakin. Persetan kau Aditya Johan! *_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_* Dua minggu kemudian.. "Lima puluh tiga!" Regan berjalan masuk, membuat pintu berbalik karena dia mendorongnya dengan penuh tenaga sambil menggeleng-gelang lalu melempar berkas tebal ke meja bundar ditengah ruang kerja. Abram tengah menatap laptop membaca berita lokal akhir pekan. Mengerutkan dahi melihat gelagat pria itu yang seperti sapi diberi daging untuk makan. "Lima puluh tiga lamaran yang masuk dalam dua hari ini. Astaga pusing gw!" Dia menjatuhkan tubuhnya di sofa, dan tanpa permisi meneguk lemon soda milik Abram. "Cari aja yang capable." Sahutnya kembali menatap deretan berita. "Yang capable gimana maksud lo? Selama ini gw selalu cari caddy yang capable. Walau tetep harus gw yang ajarin seluk beluk golf sama cewek-cewek dungu itu. Jelas-jelas lowongannya caddy kan? Tapi ga ada satupun yang bermodal otak golf, cuma ada b****g-b****g montok doang!" Regan sudah dibatas kesabaran nampaknya, pria itu jarang sekali emosi apalagi mengenai cewek-cewek seksi. Dia pria tersabar dan terhumoris yang Abram kenal. Abram mengerutkan lengan sweaternya lalu berpindah duduk didepan meja bundar. "Gw bantu pilih deh." Pria itu mengambil lima map teratas dan mulai membaca profile para pelamar. Sebenarnya Abram tidak perlu yang neko-neko, yang penting fokus. Urusan dunia golf bisa dipelajari walau sebenarnya caddy itu harusnya orang yang sudah lebih dari mengerti tentang golf. Regan awalnya hanya memainkan ponsel, tapi kemudian dia membantu Abram memilih pelamar untuk diseleksi. "Terlalu sexy, no." Regan melempar satu map ke lantai. "Terlalu menor, nope!" Satu map lagi terlempar ke lantai. "Terlalu terang-terangan bilang motivasinya adalah ingin mengenal lo lebih dalam, super no!" Regan membolak balik kertas itu dan terus melempar ke lantai. Abram mengambil lima berkas lainnya dan kembali membaca juga menatap foto para pelamar, seolah dengan melihat fotonya dia bisa menebak sifat mereka. Tiba-tiba Regan tertawa. "Haha. Ada cewek gendut jurusan sekertaris ngelamar. Kok bisa nyangkut kesini ya? Hadeh.." Regan kembali melempar map itu tapi bagian atasnya terbuka. Tanpa sengaja mata Abram melirik kearah foto gadis berpipi chubby itu. Entah mengapa tangannya terulur dan mengambil berkas itu lalu membacanya. Katriel Olivia, umur 22 tahun, lulusan SMK bagian manajemen kantor, pernah bekerja sebagai sekertaris di kantor kecamatan. Abram menatap foto yang terpampang, mata bulat besar, rambut sebahu berwarna coklat, mengingatkannya kepada... "Dia aja." Sahut Abram sambil melempar berkas itu ke pangkuan Regan. "Hah?" Regan tergesa membuka map. "Seriusan lo? Ga salah? Apa kata orang nanti kalau...." "Gw ga peduli. Coba panggil n wawancara dia. Langsung sama gw!" Abram melangkah keluar membiarkan Regan terperangah dengan pilihannya yang tidak biasa. Selama ini Abram selalu menyerahkan urusan caddy pada Regan, dia tidak pernah protes walau caddy-caddynya terus membuat masalah. Abram percaya dengan semua keputusan Regan. Makanya kali ini Regan heran, sekalinya Abram ikut memilih, pilihannya jatuh kepada... Regan menghela napas panjang. Kehati-hatian adalah satu hal terpenting yang pria itu utamakan saat memilih orang-orang yang ada disekitar Abram. Karena pria itu memilik banyak rahasia yang akan jadi pertaruhan hidupnya jika diketahui khalayak ramai. *_*_*_*_*_*_*_*_*_*CUT*_*_*_*_*_*_*_*_*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD