1

1696 Words
Lagu Indonesia Raya menggema di pagi nan cerah ini. Para pria dan wanita berseragam loreng berbaris rapi untuk Apel Pagi. Setelah apel selesai mereka mulai kembali ke tugas masing-masing. Alvaro kembali ke barak dan mengemasi barang-barangnya. Hari ini ia akan menempati rumah dinasnya yang baru. Alvaro membenahi rumah dinas barunya dengan bantuan junior-juniornya. Bagian lain selain kamar menjadi sasaran mereka dalam melakukan operasi pembenahan rumah dinas baru Alvaro. Sedangkan sang empunya rumah sibuk mengangkuti barang-barang pribadinya ke dalam kamar. Kamar yang awalnya berwarna hijau telah berubah warna menjadi warna abu rokok dan putih. Klasik, satu kata yang menggambarkan kamar minimalis ini. Alvaro mulai memposisikan meja yang ada di kamarnya dan sebuah bean bag yang dibawanya sendiri, yang tak akan pernah mau ia tinggal jika pindah tugas kemanapun. Baju-bajunya yang ada di dalam koper sudah berpindah tempat ke lemari dari kayu jati. Kasur yang awalnya tak memiliki seprei kini sudah terbungkus rapi dengan seprei putih bersih, pun bantal serta gulingnya. Adapula sebuah boneka berbentuk minion seukuran bayi yang tergeletak di tengah-tengah ranjang. Parfume, deodoran, sunblock, serta alat kosmetik ala pria sudah tersusun rapi di atas meja yang di ujungnya terdapat lampu baca. Foto-foto sudah tergantung rapi di dinding. Alvaro tersenyum puas dengan hasil karyanya. Kini langkah kakinya membawa ke kardus coklat bertuliskan Privacy yang tergeletak di pojok ruangan. Senyumnya tersungging ketika mengangkat sebuah baret. Baret itu ia sematkan di atas sebuah foto. Lantas ia tersenyum lagi. Di tangannya kini ada sebuah lampu hias yang jika dinyalakan dan keadaan gelap akan menampilkan bintang-bintang cantik yang bergemerlapan. Kini lampu tersebut sudah berada di meja tepat di samping tempat tidur. Alvaro keluar dan mendapati ruangan tengah sudah hampir selesai dibenahi. Tinggal meletakkan rak tv berserta tvnya yang kini tengah diangkut Roni dan Erza. Alvaro menepuk pundak Roni dan melangkah ke dapur. Bagian dapur sudah benar-benar rampung. Tentara memiliki kecepatan diatas rata-rata untuk pekerjaan ecek-ecek seperti ini. Kini Alvaro beralih ke halaman belakang. Ada Ado yang tengah memotong rumput dengan mesin pemotong rumput. "Do, kamu capek? Gantian sama saya sini," teriak Alvaro agar didengar oleh Ado. "Siap. Tidak, Komandan. Terimakasih," Ado menjawab dengan lantang dan posisi badannya yang tegap. Alvaro menggelengkan kepalanya dan mendekati Ado. Mesin pemotong rumput sudah dimatikan oleh Ado agar suaranya tidak mengalahkan suara Alvaro yang terdengar seksi. "Sudahlah. Kita gantian, ya? Kamu istirahat aja. Sana minum dulu sana!" usir Alvaro setelah mesin pemotong rumputnya sudah berada di tangannya. Ado mengangguk canggung, ia membeli hormat pada atasanya sebelum melangkah pergi. Menuruti perintah si komandan untuk istirahat lebih baik daripada disuruh untuk ambil jatah. Alvaro memasang aerphonenya dan mulai kembali memotong rumput yang sisa setengah halaman. *** Naufa terbangun karna lehernya yang nyeri. Matanya mengerjap-ngerjap dan menyadari bahwa semalaman ia tertidur di meja belajarnya. Ia meregangkan lehernya yang terasa nyeri secara berlahan. Ia milirik Kinan yang berbaring nyaman dengan selimut yang membungkus tubuh idealnya. Naufa tersenyum masam melihat teman satu kamarnya itu. Dengan langkah pelan menahan nyeri di seluruh badan terutama leher Naufa melangkah ke dapur. Meminum segelas teh ataupun s**u kedelai sudah menjadi ritual wajib yang dilakukannya ketika baru bangun. Dengan sikat gigi yang berada di mulut serta busa pasta gigi disekitar mulutnya Naufa mulai membereskan buku-bukunya dengan satu tangan kiri yang bebas. Naufa kembali ke kamar mandi untuk berkumur-kumur dan mencuci muka. Untung saja hari ini jadwal kuliah Naufa siang jadi ia bisa berleha-leha sebentar di kasur. Tidur satu jam lagi tak ada salahnya. Handphone yang dimatikan selama semalaman ia hidupkan kembali. Berbagai notifikasi masuk ke handphonenya tepat saat ia menghidupkan data ponselnya. Ia mulai membalas pesan dari ibunya yang menanyakan kabar dan alasan kenapa handphonenya mati. Beralih ke notif-notif lainnya, ia mengernyit ketika melihat notif **. Varo.tama started following you Ia tak mengenal orang yang bernama Varo Tama, yang ia tau Alvaro Wiratama dan itupun baru dua kali bertemu secara tak sengaja. Mengabaikannya Naufa menghidupkan alarm dan tidur di sebelah Kinan. *** Alvaro nampak segar setelah keluar dari kamar mandi. Hanya dengan boxer dan anduk kecil untuk mengeringkan rambutnya ia keluar dari kamar mandi setelah beberapa jam membereskan rumah dinasnya dan dilanjut dengan latihan fisik. Ia tersenyum ketika melihat novel yang dibelinya bersama Naufa. Tersenyum tanpa alasan yang jelas. Sepertinya dia jatuh cinta. Alvaro meraih handphonenya dan melihat berbagai macam notifikasi. Ia tersenyum ketika melihat akun ** Naufa. Hanya ada enam foto di feed instagramnya yang tersusun rapi dengan tone seirama yang memanjakan mata. Caption yang menyertai foto-foto tersebut pun puitis dengan porsi yang pas. "Siap!" "..." "Siap, laksanakan!" "...." "Siap. Selamat malam." tubuh Alvaro langsung dalam posisi siap dan tegap ketika menerima telpon atasannya. Malam ini sepertinya ia harus begadang untuk membuat bahan presentasi besok untuk disosialisasikan. Dengan cepat Alvaro mengambil baju dan memakai celana olahraga panjang. Mengerjakan itu di barak dengan berteman para tentara yang lain lebih baik daripada sendirian di rumah dinas ini, pikir Alvaro. Ia mengambil laptopnya dan berjalan keluar rumah. Di luar ia berpapasan dengan teman satu angkatannya yang kebetulan juga berpangkat sama. "Mau kemana kau, Tam?" "Ke barak, Ken. Kau pula mau kemana?" "Mau keluar aku sebentar. Beli keperluan rumah tangga. Biasalah~" jawab Ken. Alvaro tertawa ketika Ken memperagakan sesuatu. "Tak mau cepat punya anak kau rupanya, Ken." canda Alvaro yang diangguki oleh Ken. "Ya mau-mau ajalah aku, tapi istriku yang belum siap. Habis wisuda katanya baru mau punya anak," curhat Ken. Ken memang sudah berkeluarga, ia resmi menyandang status suami orang dua bulan yang lalu. "Ya sudahlah, sabar saja kau," setelah berbasa-basi Ken melajukan motornya dan Alvaro berjalan menuju barak yang bisa ditempuh 10menit dengan berjalan kaki dari rumahnya. "Fatih, bantu abang ya bikin bahan buat ditampilin besok?" pinta Alvaro dengan juniornya. "Siap, bang!" sahut Fatih tegas. Ya, besok dan untuk beberapa hari kedepan, Alvaro dan beberapa orang bawahannya akan berkeliling ke sekolah-sekolah maupun kampus untuk mensosialisasikan materi tentang Menjaga Keutuhan NKRI. Apalagi sekarang banyak kasus yang dapat memecah belah bangsa ini, sebagai tentara yang tugas utamanya adalah menjaga keutuhan NKRI tentu saja harus mengambil langkah pencegahan perpecahan tersebut. Sekarang, para TNI berperang tak harus menggunakan s*****a, tapi pemikiran dan mulut. Karena para tentara Indonesia yang tinggal di sebuah negara yang aman dan damai. Tak seperti di negara lain, seperti Palestina maupun Suriah. Beruntunglah kita yang hidup di negara ini. Jadi, tolong jangan rusak kedamaian negara ini dengan isu-isu yang sedang panas sekarang. Kita adalah bangsa Indonesia yang terkenal akan kemajemukkannya. Tetap pertahakan hal itu dan jangan mencoba untuk menodainya. Alvaro membagi tugas pada bawahannya. Ia membuat powerpointnya, sedangkan yang lain kebagian tugas mencari materi, foto-foto, maupun video sebagai bahan pelengkap. *** Bagi Naufa hal yang menyebalkan adalah ketiga Rangga, sahabat kentalnya sejak SMP memintanya untuk menjadi volunteer secara paksa dalam acara PKKMB lanjutan kampus.  Kali ini dengan menyebalkannya Rangga si mahasiswa terpopuler di kampus ini sudah nangkring di depan kelasnya dan mengatakan bahwa Nuafa menjadi anggota sie acara. "Rangga!! Gue kan udah bilang gue gak mau ikut-ikutan acara-acara kampus! Lo mah ah!" rajuk Naufa ketika mendengar berita buruk baginya. "Ya elah, sekali ini aja lagi. Lagian, kerjaan lo entar cuman dibagian sosialiasi gitu-gitu doang, Nau. Nggak bakal ribet kok, lo cuman tinggal eksekusi pas hari H. Yang ngetuain juga Mas Theo, sekalian PDKT lo ama dia," bujuk Rangga. Naufa menatap Rangga yang notabennya sahabatnya sendiri datar. Semenjak kegiatan makrab yang diadakan kampusnya satu tahun yang lalu, Rangga jadi sering menjodoh-jodohan Naufa dengan Theo, senior tingkat mereka karna suatu insiden. "Sekali lagi lo ngomong PDKT gue lakban mulut lo pake lem Korea!" seru Naufa sangar. Rangga terkekeh mendengar kalimat Naufa. "Nama lo udah masuk SK dan kebetulan sangat udah ditandatanganin sama big boss," tutur Rangga santai. Naufa mendesis tak suka. Entah dengan rencana dan rayuan apa Naufa yang bukan anggota dari orkem mana pun di kampus ini bisa masuk dalam kepantian acara lanjutan dari PKKMB ini. Padahal tak sekali pun ia pernah terlibat dalam acara fakultas bahkan prodinya sendiri. Naufa lebih memilih menjadi mahasiswa kupu-kupu ketimbang kura-kura. Lebih memilih tenggelam bersama novel-novel dan drakor favoritnya ketimbang urusan orkem. Ia tau bahwa sosialisasi hanya diadakan selama dua hari dan ada satu sosialisasi lagi  yang dilaksanakan untuk mengakhiri kegiatan PKKMB lanjutan para MABA tersebut yang berarti setelahnya pun akan banyak acara ini itu. Tugas kuliahnya saja sudah banyak di awal perkuliahan ini. Laksana mati satu tumbuh seribu tugas dari dosen-dosennya. Kenapa harus pakai ditambah-tambah? "Lo harus gaji gue!" todong Naufa pada Rangga. Rangga hormat pada Naufa dengan senyum yang sangat manis. "Siap, laksanakan bu bos!" serunya bersemangat. Ia menggandeng tangan Naufa membawanya makan ke kantin kampus. Selama acara-acara kampus berjalan dan Naufa menjadi salah satu panitianya artinya uang makan Rangga menjadi dua kali lipat karna gaji yang harus dibayarnya. Satu kampus tahu bahwa Naufa dan Rangga adalah sahabat walau terkesan layaknya pasangan. Mereka sering terlihat berdua dan terciduk sedang melakukan aksi-aksi yang dianggap anak-anak alay romantis. Mereka juga dijadikan couple goals oleh sebagian masyarakat kampus. *** Ken menutup layar laptopnya dan ikut berdiri di samping Alvaro dan Roni. Tiga pria tampan berseragam loreng ini menatap para siswa dan siswi baru di sebuah SMA. Setelah memberikan paparan materi mereka membuka sesi tanya jawab. "Baik adik-adik. Siapa yang ingin bertanya sekarang, angkat tangannya!" seru Alvaro kalem dan ramah. Banyak siswi yang mengangkat tangannya. Salah satu dari anggota osis menunjuk salah seorang dari mereka dan memberikan mikrofon. Gadis cantik yang rambutnya dikempang dua itu memperkenalkan diri dengan genitnya. "Saya ingin bertanya, apa abang sudah punya pacar?" Alvaro menutup dahinya pelan dengan pertanyaan gadis kecil tersebut. Sedangkan teman-temannya yang lain menyoraki gadis itu. "Kakak minta nomor WAnya dong?!" "Pin BB!" Suasana menjadi riuh karna permintaan dan pertanyaan-pertanyaan konyol anak-anak SMA. Ken tersenyum menggoda kawannya, begitupun Roni. "Ciee yang banyak fans" goda Ken. "Izin, Ndan. Jangan jadi p*****l yaa!" candaan Roni berhasil membuatnya mendapat tinjuan kecil pada bahunya. "Gak suka lah aku sama anak-anak bau kencur kaya mereka!" sahut Alvaro yang mendapat kekehan dari Ken juga Roni. Untunglah ancaman dari kakak-kakak OSIS dapat menenangkan siswi-siswi SMA yang masih puber ini. Ancaman cabut pita dan tak lulus MPLS menjadi s*****a jitu pengendali anak-anak ini. Setelah proses tanya jawab berjalan dengan benar, mereka bertiga menutupnya dan pamit. Tugas mereka tak sampai di sini, masih ada dua sekolah yang harus didatangi untuk hari ini. Alvaro berharap di sekolah selanjutnya ia tak menjadi bahan godaan anak-anak dibawah umur lagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD