Chapter 2

2413 Words
Walaupun penampilannya cukup jauh berbeda, tapi aku tahu kalau laki-laki ini adalah orang yang sama dengan yang kutabrak seminggu yang lalu. Minggu lalu dia mengenakan jaket kulit hitam dan celana kulit yang sangat membentuk tubuhnya. Tapi malam ini dia mengenakan stelan mewah berwarna putih dengan kemeja hitam. Aku tidak tahu harus takut atau malah terpesona padanya. Kalau sebelumnya aku sempat protes karena malaikat memberikan wajah tanpa dosa pada Tim, maka kini aku akan memprotes kenapa malaikat mengizinkan makhluk lain berwajah layaknya malaikat? Lihat! Aku mengulang kembali pendapatku tentangnya, bukan? “Hallo Wren. Dimana pasanganmu? Sepertinya kau sendirian malam ini?” Balas Tim sopan lalu bersalaman dengan laki-laki yang dipanggilnya Wren itu. Keringat dingin mulai menjalari punggungku saat kedua mata Wren menatap mataku. Dan kalau ada yang bertanya padaku, aku berani bersumpah kalau matanya berubah warna! Awalnya memang hitam, tapi selama beberapa detik tadi, matanya berwarna perak kehijauan. Kini bukan hanya bibirnya yang menarik perhatianku, tapi keseluruhan dirinya adalah magnet bagiku. “Kali ini aku tidak bisa menemukan pendamping yang cocok. Apalagi setelah melihat pasanganmu malam ini, aku rasa tidak ada wanita yang bisa mengangkat egoku lebih tinggi darimu. Kau sukses mendapatkan perhatian dunia malam ini dengan membawa wanita cantik ini.” Ujar Wren lembut lalu meraih tanganku dan mencium punggung tanganku cukup lama dari yang seharusnya. “Hallo, Miss?” “Lily Russell.” Jawab Tim saat menyadari kalau aku sama sekali tidak bisa bersuara. Jarinya... Untuk ukuran laki-laki, maka makhluk di hadapanku ini memiliki jari langsing dan panjang. Jari laki-laki paling indah yang pernah kulihat. Berlebihan rasanya, tapi bekerja di toko sendiri sebagai pelayan toko dan juga kasir membuatku bisa mengamati banyak orang tanpa harus merasa bersalah. Dan laki-laki ini jelas di atas rata-rata para laki-laki yang pernah kulihat dari segala sisi. Oke. Aku memilih untuk menghadapinya, siapapun pria ini. Dan kalau dia memang pembunuh, aku tidak takut. Selain kenyataan kalau aku cukup bisa ilmu bela diri, tempat ini juga sangat ramai. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan kalau dia menginginkan aku lari ketakutan malam ini. “Hallo, Ms. Russell. Kita bertemu lagi.” Ulang Wren ramah lalu tersenyum padaku. Aku berusaha membalas senyumnya. “Hallo, Mr. Wren, atau aku boleh memanggilmu Wren saja?” “Wren saja, please. Belum pernah ada orang yang memanggilku Mr. Wren, karena Wren adalah nama panggilanku.” Dan lagi-lagi pria itu memberikan senyum 1000 watt-nya padaku. “Aku rasa malam itu ada sesuatu yang terjadi bukan? Kau terluka.” Ujarku mulai memancingnya. Tim melihatku dan Wren bergantian. “Kalian sudah pernah bertemu?” Tanya Tim tidak percaya. “Seminggu yang lalu saat aku baru pulang syuting kami tidak sengaja bertemu di jalan.” Jelas Wren begitu saja. “Dan aku rasa dia tidak mengenaliku sampai saat ini. Melihat dia memikirkan sesuatu karena kejadian malam itu, sepertinya aku harus meluruskan beberapa hal. Malam itu aku memang terluka, Lily. Tapi jangan pernah memikirkan sesuatu yang akan membuat dirimu takut. Aku hanya jatuh dari motorku saat menghindari seorang bocah yang mengejar bolanya ke tengah jalan.” Lanjut Wren santai. “Aku tidak pernah memikirkan apapun.” Jawabku berusaha berbohong sebaik mungkin. Darimana dia tahu kalau aku memikirkan sesuatu yang membuat diriku sendiri ketakutan setengah mati? Wren tersenyum. “Aku tahu kau berbohong, Cantik.” “Jangan ganggu dia, Wren. Dia berbeda dengan semua wanita yang bersamamu selama ini.” Tegur Tim, dan sesaat aku berani bersumpah kalau Tim bersikap seperti kekasih yang sedang cemburu. Wren melirik kanan dan kirinya yang tidak ada orang sebelum kembali ke Tim. “Kau bicara denganku? Kau bilang ‘semua wanita yang bersamaku’? Aku sendirian malam ini Tim.” “Jangan bodoh. Kau tahu apa yang kumaksud.” Wren menggeleng. “Aku tidak tahu, Teman. Kau bicara seolah aku adalah seorang Don Juan. Aku tidak seperti itu. Aku hanya menikmati apa yang bisa mereka berikan padaku, dan aku tidak pernah meminta apapun pada mereka.” Ujar Wren ringan. “Sudahlah. Kau harus segera duduk di mejamu. Acara akan segera dimulai. Sampai bertemu di pesta dansa.” Lanjut Wren dan dengan sangat kusadari, dia sempat menatapku dengan aneh. Aku menarik lengan Tim agar bisa berbisik ke telinganya. “Siapa dia?” “Tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menjelaskan ‘siapa’ dia sebenarnya. Aku pernah mendengarkan dia bernyanyi, dan suaranya sempurna. Belakangan aku baru tahu kalau beberapa lagu yang kunyanyikan adalah ciptaannya. Dan dia juga tidak jarang memproduseri sebuah cara. Tapi yang pasti dia orang yang tidak akan kau temui di kamera manapun. Dia tidak pernah tertangkap kamera.”  “Kau sudah lama kenal dengannya?” Tanyaku lagi. Kali ini Tim yang menggeleng pelan. “Aku baru bertemu dengannya saat pembuatan video klipku yang baru dua minggu lalu. Dia datang sebagai produser. Dan setelah rekamannya selesai, dia kembali menghilang.” Jelas Tim pelan. “Sudahlah, lupakan saja dia. Kita harus bergegas masuk.”   Aku sama sekali tidak begitu memperhatikan jalannya penganugrahan musik malam ini. Semua perhatianku tercurah pada kenyataan kalau tempat duduk di sebelahku yang seharusnya diisi oleh Wren, tapi tetap kosong bahkan sampai pada akhir acara. Hanya dua kali aku berhasil memusatkan perhatian pada acara yang sedang berlangsung, itu karena Tim memenangkan kategori artis populer 2019 dan album terlaris 2019 kategori solo. Setelah acara pemberian penghargaan terakhir selesai, seluruh undangan menghadiri pesta dansa yang disponsori oleh salah satu donatur yang sama sekali tidak disebutkan identitasnya. Karena statusku masih menjadi pendamping Tim, aku terpaksa ikut menghadiri pesta dansa itu. Setelah menemani Tim berdansa beberapa lagu, aku akhirnya bisa melepaskan diri dan pergi ke toilet. “Aku tidak percaya.” Bisikku pelas sambil menatap pantulan wajahku di cermin. “Apa yang sedang kulakukan disini?” “Kenapa kau bicara sendiri, Lily?” Tegur sebuah suara begitu lembut dan begitu dekat dengan telingaku. Aku terkesiap dan langsung membalik tubuh hanya untuk mendapatkan Wren berdiri hanya beberapa sentimeter dariku. “Apa yang sedang kau lakukan disini? Ini tempat wanita!” Semburku begitu saja. “Oh, aku tahu itu, Lily. Dan untuk menjawab pertanyaanmu kenapa aku disini, jawabannya hanya satu. Aku menginginkanmu.” Ujar Wren lembut sambil mendesakku ke tepi westafel. “Apa-apaan kau!” Seruku sambil berusaha melepaskan diri dari Wren, tapi itu tidak mungkin karena dia sudah mengurungku diantara kedua tangannya. “Lepaskan aku!” Wren menggeleng sedih. “Tidak bisa, walaupun aku ingin. Aku sudah mencoba melupakanmu sejak seminggu yang lalu. Tapi kau tetap tidak bisa kulupakan. Aku mendapati pikiranku dipenuhi oleh dirimu seorang.” “Kau berbohong! Kau tidak tahu apapun tentangku!” “Aku tahu semuanya tentangmu. Dimana kau tinggal, dimana kau bekerja, jam berapa kau pulang, bahkan aku tahu kalau kau tidak memiliki orang tua.” Ujar Wren semakin mendekatkan wajahnya dan kemudian meletakkan dagunya di bahuku. “Aku tahu semuanya, Lily. Aku tahu.” Bisiknya lembut. “Aku tidak percaya. Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?” “Aku menginginkanmu, Lily. Aku sudah mengatakannya.” “Dan aku memutuskan untuk tidak mempercayainya.” Wren mendesah pasrah. “Bagaimana caranya agar kau percaya?” “Aku tidak tahu. Kau pikir ini mudah diterima akal sehat? Siang tadi Tim yang mengatakan kalau aku segalanya bagi dirinya. Dan sekarang kau yang mengatakan kalau kau menginginkanku? Atau jangan-jangan kau dan Tim terlibat sebuah pertaruhan dan menjadikanku sebagai taruhannya?” Wren terkekeh pelan. “Aku tidak menyangka kepalamu yang indah ini bisa memikirkan sejauh itu.” Ujarnya lembut lalu dengan tenang mengecup puncak hidungku. “Aku tidak melakukan apapun untuk mempertaruhkanmu. Aku tertarik padamu. That’s it.” “Aku rasa kau pasti sudah gila.” Putusku begitu saja tapi berhasil membuat Wren menjauhkan tangannya. “Aku akan membuktikan kalau aku memang tertarik padamu, bukan karena aku gila, mabuk, atau hal paling rendah seperti taruhan. Aku akan membuatmu mengakuiku, Lily.” Ujarnya tegas lalu dengan sangat cepat, nyaris tak kusadari, dia mengecup bibirku sebelum berlalu seperti angin keluar dari toilet. Dalam waktu kurang dari 10 menit dia sudah menciumku dua kali! Aku bahkan belum pernah dicium pria manapun!   Hampir dua jam kemudian, aku sudah berbaring pasrah di tempat tidur. Tim baru saja pulang setelah mengantarkanku kembali ke rumah. Aku bahkan tidak mengganti baju, hanya mencuci muka dan langsung berbaring seperti ini. Bukan hanya tenaga yang terkuras malam ini, tapi juga emosiku. Bagaimana mungkin Tim bersikap seperti seorang kekasih padahal kami tidak pernah mengobrol lebih dari 10 menit selama aku mengenalnya. Dan Wren! Siapa dia!? Berani-beraninya dia bersikap seperti itu! Belum selesai aku mengutuk kedua pria itu, ponselku berdering. Ada nomor tak dikenal yang masuk. “Hallo?” “Syukurlah kau belum tidur.” Ujar suara diseberang. Aku yakin sekali kalau si penelepon adalah Wren. “Apa ini kau, Wren?” Kudengar suara tawa renyah diseberang. “Kau menyangkalku tadi. Tapi kau bisa mengenali suaraku dengan sangat mudah.” Ujarnya lembut. Tentu saja aku bisa membedakan suaranya. Aku bahkan berani bertaruh kalau semua orang pasti bisa membedakan suaranya. Suaranya bahkan sangat indah saat bicara seperti ini. “Kau rupanya benar-benar sudah menyelidiki segalanya tentangku, ya? Bagaimana kau bisa mendapatkan nomor telepon yang bahkan hanya sedikit sekali orang yang tahu.” “Aku tahu. Aku rasa itu cukup. Aku sebenarnya hanya ingin mengucapkan selamat tidur. Tapi akan lebih baik kalau kau berganti pakaian dengan yang lebih nyaman sebelum tidur.” “Bagaimana kau bisa tahu? Kau ada dimana sekarang?” Tanyaku cepat dan tanpa sadar melompat dari tempat tidur untuk memperhatikan keadaan sekitar, memastikan kalau Wren tidak ada disana. “Jangan bodoh, Lily. Aku tidak ada di kamarmu. Jadi, jangan bersikap berlebihan seperti itu. Kau tidak perlu turun dari ranjang. Aku hanya menebaknya. Kau pasti sangat lelah dan tidak mengganti pakaianmu. Tapi percayalah, kau akan lebih nyenyak kalau kau mengganti pakaianmu.” Dia bilang hanya menebak? Bagaimana dia bisa tahu aku belum berganti pakaian? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku turun dari tempat tidur? “Aku tidak peduli. Dan kalau kau sudah selesai, aku akan menutup telepon. Aku ingin tidur sekarang.” “Tentu saja, kau bisa tidur kapan saja kau mau, tapi aku tidak akan menutup teleponnya. Aku ingin mendengar napasmu saat tidur.” Ujarnya yang kali ini membuatku takut. Jangan-jangan dia seorang maniak? Kalau tidak kenapa dia langsung seagresif ini? “Dengar, Wren. Apapun yang kau katakan aku tetap tidak akan percaya. Kau menginginkanku? Unbelieveble! Aku bukan orang yang menarik, dan bukan pula orang yang mudah disukai. Seandainya kau bertemu Sara, kau pasti akan tahu apa maksud ucapanku.” “Aku tahu, Sayang. Aku tahu seperti apa Saralee dan bagiku kau jauh lebih menarik.” Ya Tuhan! Ada apa dengan laki-laki ini? Kenapa dia berkeras? “Sudahlah, aku ingin istirahat karena besok aku mendapat shift malam.” “Tentu. Selamat malam Lily. Tidur yang nyenyak dan mimpikan aku.” Ujarnya lembut tapi sama sekali tidak menutup teleponnya sampai aku yang mematikannya. Baiklah. Kalau aku tidur sekarang, besok pasti akan berjalan normal seperti hari-hari sebelumnya, tanpa gangguan berarti dari Tim dan tanpa magnet wanita seperti Wren. *** Aku bangun nyaris tengah hari keesokan harinya. Beruntung sekali hari ini aku mendapatkan shift malam, jadi siang ini aku bisa pergi berbelanja keperluan dapur sebelum bersiap untuk pergi ke toko. Setengah jam kemudian, aku sudah selesai mandi dan berpakaian saat telepon rumahku berdering. “Hallo?” “Lily ini aku Sara.” “Ada apa kau meneleponku?” Tanyaku sambil melirik jam di ruang duduk. Baru jam 12 dan tidak biasanya Sara menelepon ke rumah. “Aku tidak bisa menghubungi ponselmu. Aku hanya bisa berdoa kau masih ada di rumah. Aku ingin minta tolong sesuatu.” “Kau ada masalah?” Sara terdiam sebentar. “Tidak juga. Hanya saja aku lupa kalau hari ini adalah ulang tahun Karl. Dan aku belum menyiapkan apapun untuknya. Apa bisa kau jaga sendirian malam ini? Aku berjanji akan menggantikanmu di shift besok. Aku mohon.” Aku menghela napas panjang. “Baiklah. Sampaikan salamku pada Karl.” “Terima kasih! Aku tahu aku bisa mengandalkanmu. Selamat siang.” Ujarnya langsung terdengar ceria sebelum mengakhiri pembicaraan kami. Karl adalah kekasih Sara yang lebih muda satu tahun dari Tim. Dengan kata lain Sara dan Karl punya selisih usia nyaris 8 tahun, tapi itu tidak membuat mereka terlihat berbeda. Wajah Sara yang nyaris tidak pernah terlihat tua dan tubuh mungilnya membuatnya serasi dengan Karl. Baiklah, sekarang ayo saatnya berbelanja. Lemari es-ku nyaris tidak berisi sejak kemarin karena aku belum sempat pergi berbelanja. Setelah mengenakan jaket dan sepatu boot-ku yang sudah hampir tidak layak pakai, aku segera menutup pintu dan menyusuri jalanan menuju supermarket tempatku biasa berbelanja.   Entah seperti kutukan atau apapun namanya, setiap aku membawa belanjaan, aku pasti akan menabrak seseorang. Kali ini yang kutabrak adalah seorang laki-laki manis_amat sangat manis_berkulit nyaris pucat. Wajahnya yang kecil dilengkapi mata indah yang sama sekali tidak bulat ataupun sipit dengan rambut hampir pirang. Kalau wajah Tim nyaris tak bersalah, Wren yang merupakan magnet wanita sekaligus jelmaan malaikat Raphael, maka pria ini adalah satu-satunya orang yang pernah kutemui berwajah benar-benar tanpa dosa bahkan setelah dia dengan jelas hanya menatapku melalui sudut matanya dan pergi meninggalkanku begitu saja tanpa sedikitpun berusaha untuk membantuku. “Baiklah, Lily. Anggap saja ini salah satu bagian kecil dari hari normal yang akan kau jalani.” Bisikku sambil membereskan belanjaanku yang untungnya tidak tersebar di lantai. Aku baru selesai berbelanja dan memburu barang obral saat jam sudah menunjukkan pukul setengah 4 dan itu artinya aku hanya punya waktu setengah jam untuk kembali ke rumah, membereskan belanjaan, mandi dan segera ke toko. Kalau saat pergi tadi aku memilih naik bus maka sekarang aku memilih naik taksi agar lebih cepat sampai di rumah. Tapi bukannya taksi yang berhenti di depanku melainkan sebuah sedan hitam metalik berkaca gelap. Hanya melihat emblem mobilnya aku tahu kalau itu adalah salah satu sedan produksi pabrikan ternama, Cadillac. Dan orang yang paling tidak ingin kutemui lagi muncul di depanku dengan gaya yang paling santai tapi berhasil membuatku menahan napas selama beberapa detik. “Sudah selesai belanja?” Tanya Wren ringan seakan aku memberitahunya kalau aku akan pergi berbelanja hari ini dan memintanya menjemputku. “Apa yang kau lakukan disini?” “Menjemputmu. Bukankah aku sudah memperingatkan kalau aku akan mengisi hari-harimu?” Tanya Wren tanpa merasa bersalah. “Masuklah.” Ujarnya cepat dan entah sejak kapan sudah mengambil semua belanjaanku dan memasukkannya ke dalam bagasi sebelum mendorongku masuk ke kursi penumpang. “Untung kau cukup bekerja sama kali ini, Lily. Aku tidak terlalu suka berada dibawah matahari.” Ujarnya saat mobil sport itu membelah keramaian lalu lintas. “Kau benar-benar menakutkan, Wren. Bagaimana bisa kau tahu aku ada disana?” Dan... Ya Tuhan! Bernapas Lily! Dia hanya tersenyum!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD