Chapter 3

2854 Words
“Aku hanya kebetulan lewat, Lily. Kau tidak berharap kalau aku mengikutimu, bukan? Karena kalau aku mengikutimu, kau tidak akan menabrak orang lagi hari ini.” “Kau mengikutiku!” Seruku tidak percaya karena Wren tahu aku menabrak orang lagi hari ini. Wren menggeleng pasrah, “Tidak, Lily. Aku hanya menebaknya. Dan ternyata itu benar. Aku juga punya pekerjaan, Sayang. Walaupun aku ingin disisimu 24 jam, tapi aku tidak bisa.” Aku hanya diam, berusaha tidak memperhatikan makhluk tampan disebelahku ini. Tapi entah kenapa mataku menolak mengalihkan tatapan dari sosoknya yang sangat tenang itu. Rambutnya, matanya, hidungnya, bibirnya. Semuanya terlihat seperti dipahat. Terlalu sempurna! “Apa aku benar-benar tampan, sampai kau menatapku sepeti itu, Lily?” Tanya Wren begitu tiba-tiba dan diiringi cengiran yang membuatku menyadari sesuatu. Dengan perlahan aku menjulurkan tangan ke wajahnya dan menyentuh sebuah lengkung kecil namun dalam di pipi kanannya. “Kau punya dimple.” Bisikku pelan dan segera menarik tanganku saat aku sadar wajahnya terasa sangat dingin di tanganku. “Kau pasti terkejut. Sepertinya pendingin mobil terlalu dingin.” Ujarnya kering tanpa menatapku sedikitpun. Aku membuang perhatianku ke jendela. Bukan karena pendingin mobil. Rasa dingin itu seperti kau sedang menyentuh es. Dan bagaimana mungkin tubuhnya bisa sedingin itu saat ini? Tidak ada tubuh manusia yang bisa sedingin itu dan tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. “Aku hanya bisa mengantarmu sampai disini. Nanti malam aku akan menjemputmu.” Ujar Wren begitu kami tiba di rumah dan dia telah mengeluarkan semua belanjaanku dari dalam mobil. “Tidak perlu. Terima kasih sudah mengantarku pulang.” Ujarku berusaha tetap sopan walau pikiran-pikiran tentang kejadian tadi masih memenuhi kepalaku. Aku bergegas masuk ke dalam rumah dan meletakkan semua barang belanjaanku begitu saja di atas meja makan dan berlari ke kamar untuk mandi. Dan dalam waktu kurang dari 20 menit aku sudah mengunci pintu rumah kembali untuk bergegas ke toko karena aku benar-benar sudah terlambat untuk membuka toko.   Sepanjang sisa hari ini berjalan normal seperti hari-hari sebelumnya kalau kenyataan Wren tadi sore mengantarku pulang dianggap tidak terjadi. Pelanggan yang datang ke toko nyaris seperti biasa, tidak terlalu ramai, dan tidak juga sepi. Walau aku sempat sedikit takut saat beberapa orang laki-laki mengenakan jaket kulit masuk dan hanya membeli permen lalu bertanya ini dan itu sebelum pergi. Yang anehnya adalah, begitu mereka sampai diluar, mereka membuang permen itu ke dalam tempat sampah tanpa memakannya. Dan saat aku baru akan memesan makan malam di restoran kecil disebelah, seorang pelanggan masuk. Dia bukan pelanggan biasa. Pelanggan ini adalah laki-laki yang sama dengan yang kutabrak di supermarket tadi siang. Laki-laki dengan wajah tanpa dosa. Aku hanya memperhatikannya sambil menekan sederet nomor di telepon dan menunggu jawaban dari seberang saat laki-laki itu menghampiriku. “Jauhi Wren. Jangan berhubungan lagi dengannya.” Ujar laki-laki itu dingin lalu segera pergi begitu saja setelah berhasil membuatku terdiam bahkan sama sekali tidak mendengar kalau seseorang di seberang sana sudah menutup kembali teleponnya. Jauhi Wren? Memangnya aku siapa? Memangnya Wren siapa?Memangnya dia siapa? Aku tidak punya hubungan dengannya ataupun dengan magnet wanita itu! “Apa-apaan dia!” Gerutuku kesal dan berusaha menelepon restoran sebelah kembali saat Tim menghambur masuk ke dalam toko. “Selamatkan aku!” Ujarnya cepat dan aku langsung tahu apa maksudnya. Lebih dari 10 wanita sedang berduyun-duyun menuju ke tempat kerjaku. Aku langsung mendorong Tim masuk ke bagian dalam toko tempat kamar pendingin makanan dan menyuruhnya bersembunyi disana. Setelah memastikan Tim aman, aku langsung membuka pintu samping sebelum kembali ke meja kasir. “Apa kau melihat Tim?” Tanya para wanita itu yang menurutku terlalu bersemangat. Aku hanya mengangguk dan menunjuk pintu samping yang terbuka lebar. Dan aku nyaris tertawa saat gerombolan fans Tim itu benar-benar mempercayaiku dan segera mengejar Tim keluar dari toko. Setelah melihat gerombolan fans Tim menjauh, aku mengunci kedua pintu dan menurunkan kerai untuk menutup toko. Hal yang biasa kami lakukan kalau Tim dikejar fans atau saat tidak ada orang yang bisa menjaga toko. Setelah memastikan kalau toko kututup untuk sementara, aku bergegas membuka pintu ruangan pendingin dan mendapati Tim masih berdiri disana dengan gigi bergemeletuk. “A,a,apa me,me,mere,mereka su,sudah pergi?” Tanya Tim terlihat sangat kedinginan. Aku menariknya keluar dan memberikannya jaket yang kugantung di ruang istirahat. “Apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku sambil mengambil sachet kopi dan membuatkan Tim kopi panas. Tim menyodorkan bungkusan yang sejak tadi dipegangnya. “Aku rasa ini sudah sangat dingin.” Ujarnya pelan. “Apa itu?” Tanyaku sambil duduk di hadapan Tim dan mendorong cangkir berisi cairan hitam panas itu ke arahnya. “Seharusnya ini menjadi makan malammu yang hangat, tapi masuk ke dalam ruangan itu bukan saja membuatku kedinginan tapi mungkin membuat sup didalamnya membeku.” “Wow! Terima kasih~ aku rasa ini masih bisa dimakan.” Ujarku tulus saat membuka bungkusan itu dan ternyata makanannya masih utuh, walau mungkin sedikit dingin. Kulihat Tim tersenyum. “Boleh aku ikut makan?” Tanya pemuda manis itu cepat. “Tentu. Aku rasa kau sengaja membeli dua porsi karena ingin makan denganku, bukan?” Ujarku sengaja menggodanya. Lagi-lagi Tim tersenyum. “Akhirnya kau sadar. Sudah lama aku ingin kau menyadarinya.” Apa aku sudah melakukan kesalahan dengan menggoda Tim? Sepertinya dia memang serius dengan apa yang baru saja dikatakannya. “Kau serius, Tim?” “Demi Tuhan, Lily. Apa yang harus kulakukan agar kau percaya?” Aku melupakan makanan yang ada dihadapanku saat ini. “Begini, Tim. Aku sudah mengenalmu dan Sara selama bertahun-tahun. Dan selama ini aku menganggap kalian seperti keluargaku sendiri. Aku tidak bisa menganggapmu lebih dari itu.” “Apa kau sudah punya seseorang yang kau sukai?” Tanya Tim tiba-tiba dan ini cukup membuatku terkejut. Pernahkah aku benar-benar menyukai seseorang selain mengagumi wajah mereka? “Ya dan tidak.” Jawabku cepat. “Entahlah, Tim. Aku tidak tahu.” “Kau bahkan tidak punya seseorang yang kau sukai, bagaimana bisa kau mengatakan kalau kau menganggapku hanya keluarga?”Tanya Tim tetap berkeras. “Aku tidak akan menyerah, Lily. Sampai aku lihat dan aku yakin kalau kau memang punya pasangan.” Tegasnya kemudian. “Kau tidak bisa begini, Tim....” “Aku bisa, dan aku akan melakukannya. Selamat malam, Lily. Telepon aku kalau kau ingin kuantar pulang. Aku sudah tidak ada jadwal malam ini.” Ujarnya sebelum melangkah pergi dan keluar dari toko. Sepertinya memang tidak akan ada lagi hari-hari normal seperti yang dulu aku lalui. Tim berubah. Dan kini semakin banyak orang asing yang masuk dalam hidupku. Wren. Pria dengan wajah tanpa dosa itu. Entah kejutan apa lagi yang akan kutemui hari-hari berikutnya, tapi percayalah kalau semua yang terjadi hari ini dan sebelumnya tidak seberapa dibanding kejutan besar yang menantiku. *** Entah apa yang ada dipikiran malaikat satu itu saat dia rela berkeliaran di tengah-tengah manusia dalam wujud manusianya dan menemui Lily. Apakah dia tidak sadar kalau dalam wujud manusiapun dia tetap memiliki wajah malaikat? “Kau yang membuatnya melakukan itu, Wren.” Tegur sebuah suara yang membuatku langsung mencari si pemilik suara. Bukan karena aku tidak mengenalnya, tapi lebih karena kehadirannya yang selalu sulit kurasakan, dan dia nyaris tidak punya alasan untuk berada di tempatku saat ini. “Apa yang dilakukan oleh seorang raja di rumah salah satu kaumnya, Zac?” Tanyaku kesal karena dia membaca pikiranku dengan mudahnya. “Kau melupakan kesepakatan kita, Wren? Kau dan Alby sama sekali tidak boleh menyebutku seperti itu. Kau dan Alby hanya boleh memanggilku, ‘Zac’.” Ujar suara berat milik seorang pria tinggi yang kini berjalan menghampiriku di club. Aku memiliki club eksklusif di beberapa sudut kota London dan kota lainnya di penjuru Inggris. Aku juga memiliki unit apartemen sendiri di lantai paling atas gedung clubku yang memudahkanku untuk tidak harus pulang ke rumah. Dan club-ku juga tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang. Hanya orang-orang dari kelompokku dan beberapa dari kelompok lain asal tidak membuat keributan. “Baiklah, anggap saja aku melupakannya. Jadi apa yang kau lakukan disini, Zac?” Tanyaku sambil menuang segelas cairan merah ke dalam gelas kosong untuk Zac. “Hanya jalan-jalan.” Jawab Zac ringan. “Jalan-jalan yang kebetulan datang ke club-ku dan membaca pikiranku.” Balasku, “Memuakkan.” Zac tersenyum dan kemudian menyesap habis minuman yang kuberikan. “Kau harus sadar dengan posisimu sekarang, Wren. Ada banyak orang yang mengincar posisimu saat ini, kau tahu pertarungan antar kepala klan. Dan kalau ada yang menantangmu, kau tidak berhak menolaknya.” “Aku tahu masalah itu. Bukan karena itu kau sampai datang kesini, bukan?” “Tidak tentu saja tidak. Aku hanya tidak ingin melewatkan kesempatan menyaksikan pertarungan antar klan kalau ada yang menantangmu.” Aku menuang kembali cairan merah itu ke gelas kami berdua. “Orang bilang kau memperlakukanku dengan istimewa, tapi lihatlah. Kalau yang dianggap istimewa adalah kenyataan kalau kau sangat ingin aku mati ditangan pemimpin klan lain, maka lebih baik aku tidak menerima kehormatan itu.” Gerutuku kesal yang selalu membuat Zac tertawa keras. Tiba-tiba Zac berhenti tertawa dan tersenyum ke arah tangga yang mengarah ke kamar tidur, “Sepertinya aku sudah membuat tamu kehormatanmu terbangun.” Ujar Zac sambil melambaikan tangannya ke arah tangga, menyuruh siapapun yang sedang berjalan disana segera bergabung dengan kami. Alby menguap lebar sambil mengancingkan kemeja hitamnya yang terbuka. “Apa aku yang tidak mendengar saat kau mengatakannya atau memang kau tidak mengatakan kalau dia akan kesini?” Lagi-lagi pemimpin kami itu tertawa keras. “Apa aku benar-benar menyebalkan?” “Kau tidak menyebalkan kalau kau meninggalkan pengawal elitmu itu di kediamanmu saja!” Tukasku sambil menunjuk seorang pria berkebangsaan sama denganku yang selalu berada disekitar Zac tidak lebih dari jarak 10 meter. “Berikan aku minuman, Wren.” Ujar Alby sambil menghempaskan tubuhnya di salah satu sofa dekat meja bar. Aku menuangkan minuman juga untuk Alby dan menyerahkan gelas penuh itu padanya. “Benarkah ada kemungkinan pertarungan itu terjadi, Wren?” Tanya Alby sebelum meneguk minumannya. “Aku tidak tahu. Belakang ini memang ada sesuatu yang aneh di London. Tapi tidak ada gangguan yang berarti.” “Kau selalu hanya memusatkan perhatianmu di London. Inggris Raya dibawah kekuasaanmu, Wren! Kau tidak bisa hanya mengawasi London saja.” Ujar Alby kesal. Dalam sekejap aku bergerak dan pindah duduk ke sebelah Alby lalu merangkul bahunya. “Tenang, sobat. Klan Libra-ku selalu mengirimkan informasi untuk daerah yang lain.” “Bukankah kau terlalu mempercayai mereka? Aku sudah bertemu dengan banyak anggota klan lain, Wren. Dan tidak sedikit dari mereka yang berperan sebagai pedang bermata dua. Don’t trust anybody.” Aku menarik tanganku dan kemudian berdiri sambil berjalan ke jendela. “Klan Libra adalah klan yang kudapatkan saat aku bukan siapa-siapa, Alby. Klan Libra bukan hasil memenangkan pertarungan dari Klan lain. Mereka dan aku terikat ikatan yang tidak akan pernah dimengerti orang lain.” Ujarku pelan. “Mungkin Zac akan mengerti, karena Klan Ursa juga sama seperti Klan Libra. Kami membentuk klan kami sendiri.” Lanjutku kemudian. Alby hanya mengedikkan bahunya santai. “Ah, dan masalah Navaro. Apa kau akan menjauhi gadis itu?” Tanya Alby lagi. “Navaro sampai turun tangan dengan masalah yang satu itu. Dia jarang sekali ambil bagian dalam masalahmu kalau tidak serius.” “Sampai aku memastikan dia aman, aku tidak akan meninggalkannya.” “Kehadiranmu lah yang membuatnya dalam bahaya, Wren. Aneh rasanya mengatakan ini, tapi jangan sampai ada manusia yang menjadi korban, Sobat. Kalau kita bisa menghindarinya, hindarilah. Itu juga yang aku yakin dipikirkan Navaro.” Ucap Zac serius. “Kita memang butuh manusia, tapi tidak dengan sengaja menjadikan mereka korban pertarungan. Dan juga karena kebutuhan kitalah, makanya kita harus menjaga mereka tetap hidup.” “Kau kira masalah ini bermula darimana?” Gerutuku tiba-tiba kesal mengingat malam dimana aku terluka karena mendapatkan perintah amat sangat mendadak dari Zac kalau ada beberapa kaum kami yang tidak ber-klan tapi berani membuat kekacauan di London dan hebatnya  adalah mereka melibatkan para anjing sialan itu. “Jadi, dimana mereka sekarang?” Tanya Zac santai sambil mengarahkan tangannya ke arah Archard, si pengawal elit, menyuruhnya mendekat. “Bukankah sudah terlambat dua minggu untuk menanyakannya?” Tanyaku geram. Lagi-lagi Zac tertawa. Dia selalu terlihat bahagia kalau ada hal yang membuatku frustasi. Entah apa yang didapatnya dengan membuatku kesal atau merepotkanku. Tidak pernah dia datang ke Inggris tanpa menyebabkan masalah bagiku. Sayangnya, dia pemimpin kami, dan berhak menginjakkan kaki dimanapun yang dia inginkan. Benar-benar sial. “Aku tahu kalau kau pasti bisa mengatasinya, tapi aku benar-benar tidak berharap kalau kau terluka malam itu. Kau dan Alby tetap kesayanganku.” Ujarnya yang semakin membuatku bergidik ngeri. “Aku baru ingat setelah masalah ini kembali diungkit, Archard. Hubungi Aleandro, katakan kalau dia harus menemui Wren atau kalau dia mau liburan minta dia mengunjungiku di Vancouver segera setelah kita meninggalkan Inggris.” Archard hanya mengangguk pelan sebelum segera menghilang untuk melakukan perintah Zac. “Jangan pernah mengatakan kalau kau menyayangiku, Zac. Kau semakin membuatku takut.” Ujarku cepat. “Kau tahu alasan kenapa aku menjadikanmu kesayanganku.” Ujar Zac pelan dan kali ini cukup serius. Alby berdiri dan kemudian menuang sendiri minumannya. “Karena dari seluruh kaum kita, hanya Wren yang bisa berteman dengan malaikat.” Aku tidak bisa menyangkal yang satu ini. Aku sendiri juga tidak tahu bagaimana ceritanya hingga malaikat yang satu itu sering kali membantuku dan kami memang berteman. Hanya saja dia tidak mau terlalu sering berkunjung ke rumahku kalau club sedang ramai. Malaikat itu juga yang membantu penyamaranku di kalangan sosialita. Walau kuakui kami memang pernah berhubungan di masa lalu meski bukan hal yang pantas untuk diingat. “Dan hanya dia kaum kita yang berkeliaran dengan sangat nyaman disekitar mangsanya.” Sambung Zac ringan. “Ya ya ya, terserah kalian saja. Aku harus melihat keadaan di bawah. Jangan sampai ada keributan, dan kalian bisa duduk tenang disini. Kalau masih ingin minum masih banyak minuman di dalam kulkas, tapi kau harus menghangatkannya lebih dulu.” “Dan inilah yang unik darimu, Wren. Kau adalah seorang master vampire, tapi kau bahkan tidak merasa perlu mengigit manusia karena ada ratusan manusia di luar sana yang bersedia mendonorkan Darahnya untuk makananmu.” Ejek Zac ringan. “Aku tidak merasa perlu melakukan itu saat aku bisa mendapatkan Darah dengan cuma-cuma tanpa harus melukai mereka. Kau sendiri yang bilang kalau kita ingin tetap hidup, maka kita harus menjaga sumber makanan kita tetap hidup juga.” “Dan salah satu kelebihanmu yang lain adalah, kau dipuja para wanita baik kaum abadi maupun makhluk fana karena sifatmu itu.” Sambung Zac datar. “Bukan salahku kalau mereka mengantri untuk memberikan Darah mereka padaku.” “Sudahlah, pergi lihat bisnismu. Kau bisa bangkrut kalau salah satu club-mu ini dibuat hancur oleh para vampir diluar sana.” Dan kali ini partnerku yang mengejek apa yang kulakukan. Aku berjalan menuruni tangga menuju tempat dimana hiruk pikuk mulai terdengar. Lucu memang kalau mengingat aku adalah vampire dan aku tetap bekerja Wrenaknya manusia. Menjalani hari-hari sebagai penulis lagu, produser, koreografer, dan juga owner dari club vampir di berbagai penjuru Inggris. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku tidak punya kegiatan apapun seperti Zac ataupun Alby. Zac seringkali bepergian ke berbagai penjuru dunia untuk mengawasi langsung kaum kami yang tersebar hampir disetiap negara. Dan Alby adalah dream hunter, yang mendapatkan energi tidak hanya dari Darah tapi juga mimpi manusia. Hanya saja Alby hanya mengincar mimpi-mimpi yang melibatkan mahkluk dunia lain seperti kami. Dia terlalu terhormat untuk memangsa mimpi apa saja yang ditemukannya meski itu akan membuatnya puas. Sebenarnya ada hal yang tidak kuceritakan pada Zac. Walau dia bisa membaca pikiran, tapi selama aku tidak memikirkannya, dia tidak akan pernah tahu. Bekas Darahku yang tertinggal di plastik belanjaan Lily menghilang saat aku kembali ke rumah gadis itu untuk mengambilnya. Plastik itu sudah diambil seseorang selain aku. Dan dari jejak auranya aku yakin si ‘pengambil’ adalah makhluk abadi. Dan pertanyaannya adalah siapa yang mengambilnya? Untuk apa? Aku bukan vampir yang menyendiri atau menyembunyikan diri. Seluruh kaum abadi di London mengetahui keberadaanku. Aneh kalau ada orang yang diam-diam melacak keberadaanku sementara aku tidak pernah bersembunyi dari apapun. Keanehan itulah yang membuatku memutuskan untuk berada disisi Lily sesering mungkin. Dan aku juga tidak mengatakan kalau Lily sempat menyentuhku saat aku tidak memiliki persiapan. Salah satu keuntungan berteman dengan malaikat adalah mereka bisa mengubah suhu tubuhku yang sangat dingin ini menjadi sedikit lebih hangat saat harus bersosialisasi dengan manusia. Tapi, kejadian waktu itu benar-benar di luar dugaan. Aku sama sekali tidak tahu apa yang kulakukan dan tiba-tiba saja rasanya aku sudah berhenti di pinggir jalan dan mengantar Lily pulang. Karena biasanya aku selalu bertemu Navaro terlebih dahulu sebelum menjalankan aktivitas ‘manusia’. “Wren?” Panggil sebuah suara yang sangat kukenal. “GEOFREY? Apa yang kau lakukan disini?” Vampir pengikutku itu terlihat cemas. Pasti ada sesuatu yang terjadi saat ini. GEOFREY adalah vampir yang bertugas menerima laporan dari seluruh daerah yang ada di Inggris dan bekerja di kantor pusat. Dia selalu bisa mengatasi semua masalah dan biasanya GEOFREY tahu langkah apa yang harus diambil, kecuali masalah penyerangan. Jadi, kalau dia memutuskan datang ke club di pinggir kota malam ini, maka ada klan lain yang berusaha merebut wiWrenahku atau ada kelompok vampir tak bertuan dalam jumlah besar memaksa masuk wiWrenahku. “Vampir baru?” Tanyaku cepat. Dan GEOFREY menggeleng. Sial! Seharusnya aku tahu ini sejak Zac datang!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD