bc

Tonight, My Brother and I...

book_age12+
177
FOLLOW
1.6K
READ
others
drama
otaku
school
like
intro-logo
Blurb

Evaldo sangat posesif dan protektif pada Emilly. Emilly yang pasif, Evaldo yang romantis. Hubungan kakak beradik mereka tidak berjalan dengan normal. Suatu hari, Emilly mendapati tubuhnya dalam keadaan n***d di dalam selimut, bersama kakaknya di samping.

HIATUS

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Seutas Benang Terlarang
Bab 1 - Seutas Benang Terlarang *** *** Ruang kamarnya masih gelap walau hari sudah pagi. Tirai tertutup dengan menyisakan sedikit celah di mana sinar matahari dapat menyelinap ke dalam. Sedikit menerangi. Dan tidak mengusik masa hibernasi seseorang di tempat tidurnya. Selimut tebal membungkus hampir seluruh tubuhnya. Hanya rambut hitam panjang yang terlihat menyembul keluar. Meringkuk nyaman sambil bermimpi indah. Siapa sangka gadis itu bertemu dengan salah satu karakter favorit meski di dalam mimpi. Perasaannya berbunga-bunga. Tepat di seberang langkah, sejauh dua meteran, berdiri seorang pria maskulin. Persis visualnya seperti sang idola. Pria -yang mustahil dia temui di dunia nyata- tersenyum manis kepadanya. Lalu bibir pria itu bergerak. "Emily, bangun! Ayo kita sarapan!" Mendadak gadis itu tertegun. Dia mengeryit heran. Suara yang dikeluarkan terdengar sangat familiar. Jelas bukan suara sang idola. Seperkian detik kemudian, dia mendengar ketukan pintu di tengah padang rumput luas. Barulah kesadaran Emily terbangun. Dia membuka matanya dengan enggan. Benaknya mengeluhkan suara dari luar yang dia anggap mengganggu. Dan suara seorang pria di luar tidak akan pernah berhenti menyerukan namanya sampai gadis ini membuka pintu. Merusak suasana hatinya di pagi hari lantaran mimpi indah itu harus terputus, Emily beringsut malas untuk duduk. Menyingkap selimut, melangkah turun dari kasur, sebelum membuka kunci pintu dan menarik daun pintunya. Seorang pria jangkung berdiri tepat di depan hidungnya dengan penampilan rapi. Berupa kemeja putih dirangkap rompi marun. Terlihat ketat di badan kekarnya. Sangat berbanding terbalik dari Emily yang nampak berantakan dari ujung rambut sampai kaki. Bahkan wajahnya saja tidak terlihat karena tertutupi rambut singanya -acak-acakan. Walau separuh wajahnya terhalau juntaian rambut, Emily masih dapat melihat dari celah-celah rambutnya ketika segaris bibir tipis itu tersenyum. Malah mirip seperti seringaian puas. "Sepertinya aku baru saja mengacaukan mimpimu, ya?" tebak pria itu. "Lain kali jangan bangunkan aku." Emily berkata datar. Yang menjadi jawaban menggembirakan bagi pria itu. "Baguslah. Cepat mandi, lalu kita sarapan," katanya. Lalu Emily mundur selangkah seraya menutup pintu. Dia memutar badan dan menyalakan lampu. Malas membuka tirai di mana dia suka kamar yang agak gelap. Ketika lampu menyala terang, kini seluruh isi kamarnya dapat terlihat jelas. Hampir dinding kamarnya ditempeli poster tokoh kartun pria. Kaset video game menumpuk di satu sudut lantai. Komik juga novel memenuhi lemari buku enam tingkat. Beberapa miniatur kartun pria turut menyesakkan ruangan sempitnya. Sebutan otaku cocok untuk pemilik semua barang ini. Singkatnya, Emily pecinta anime Jepang. Terutama tokoh-tokoh pria tampan. Alih-alih mengidolakan Justin Bieber yang sedang digandrungi gadis remaja, Emily justru tertarik pada kaum manusia-tidak-hidup itu. Emily menghela napas melihat kamarnya yang sempit, kian terlihat menyusut. Hal tersebut tidak akan terjadi bila semua benda itu disingkirkan dari kamarnya. Namun, Emily terlalu menyayangi mereka. Jadi dia membiarkan kamarnya seperti ini saja selama pria di luar itu tidak protes untuk membersihkannya. *** Harum khas pancake tercium dari arah dapur. Pria itu masih berkutat dengan perkakas dapur sendirian. Memindahkan pancake ke piring saji, menuangkan madu di atasnya dan sebuah stroberi sebagai sentuhan terakhir. Dia menata piring ke meja makan disusul dua gelas berisi masing-masing s**u dan jus. Kemudian dia melepas apronnya bertepatan dengan kedatangan Emily ke dapur. "Wah! Pancake! Makanan kesukaanku," ujar Emily terpukau senang. Kali ini seluruh wajahnya kelihatan. Dia menguncir rambutnya di leher. Kacamata bulat besar terpasang di hidung mancungnya. "Aku tahu kau akan menyukainya." Pria itu tersenyum tulus. Mereka duduk berhadapan untuk menikmati sarapan bersama. "Hari ini jangan ke mana-mana sampai aku pulang," katanya. Evaldo nama pria itu. Seorang kakak bagi Emily. Perkataannya barusan seakan membaca Emily seperti yang sudah-sudah: pergi keluar di saat dia bekerja untuk membeli merchandise kartun dipusat kota. "Aku tidak berencana pergi keluar. Aku akan bermain game sepanjang hari," sahut Emily. Memanfaatkan hari terakhir libur -usai ujian tengah semester minggu lalu- dengan mendekam seharian di dalam kamar. Tidak ada alasan lain bagi Emily pergi keluar rumah kecuali membeli barang-barang kartun. Dia tidak akan keluar rumah untuk shopping ke mall bersama teman-teman, bercanda ria di kafe ternama, atau jalan-jalan lain guna menghabiskan waktu di luar. Emily tidak pernah kesepian -meski sering ditinggal sendiri di rumah selama Evaldo bekerja- sebab bermain game atau menonton anime telah menyita banyak waktunya. "Bagus. Aku akan pulang cepat hari ini," kata Evaldo. "Kenapa harus pulang cepat? Jangan khawatir, aku berjanji tidak akan keluar rumah." Emily memberi kepastian dengan mantap. Tidak ingin dirinya jadi gangguan kakaknya bekerja. Evaldo tidak menyahut ketika salah satu tangannya terulur ke depan dan mengusap sudut bibir Emily. Lalu membawa jejak makanan itu ke mulutnya sendiri. Dia m******t ibu jarinya sambil menatap Emily. Sementara gadis itu bereaksi terlambat. "Kakak! Pakailah tisu! Itu jorok!" kaget Emily dengan terburu-buru menyambar tisu. Lalu mengelap jari kakaknya. Tidak dia duga akan tindakan Evaldo tersebut. "Semua hal yang berasal dari dirimu bukan sesuatu yang kotor, adikku." Kemudian Evaldo mengecek jam tangan Louis Vuitton di pergelangan kiri. "Aku akan pergi. Taruh saja piringmu di dapur." Evaldo bangkit. Berjalan ke arah dapur seraya membawa piringnya yang tampak kosong. Dia mencucinya sejenak di sana, sebelum kembali melewati meja makan untuk memakai jasnya yang tersampir di salah satu sofa ruang tengah. Emily menyusul berdiri. Menghentikan sebentar acara sarapannya ketika harus mendekat pada kakaknya yang hendak pergi. "Kakak, dasimu harus dirapikan dulu," ucap Emily. Penampilan Evaldo kelihatan sempurna dengan setelan jas abu-abunya. Namun, dasi di lehernya sedikit tidak rapi. "Oh? Benarkah?" sahut Evaldo saat mengancingkan jasnya. Dan Emily membantu merapikan dasi itu. Evaldo terdiam memandang wajah adiknya. Memperhatikan rupa gadis itu lamat-lamat hingga tatapan elangnya tertuju pada bibir tipis. Entah setan apa yang menggodanya, wajah Emily yang polos ditambah dengan bibir kemerahan alami itu bagaikan mendorong sisi lain dalam diri Evaldo. "Selesai," kata Emily. Mundur selangkah untuk memperhatikan seluruh penampilan kakaknya. Tetapi, sedetik berikutnya satu lengan kokoh Evaldo menarik pinggang ramping gadis ini. Merapatkan tubuh mereka tanpa jarak lagi. Emily mendongak, kaget sekaligus heran. Mata mereka menatap satu sama lain dalam beberapa detik. "Aku ingin ciuman sebelum pergi," ucap Evaldo. Menatap dalam ke iris bulat Emily. Evaldo tidak dapat menahan diri lagi. "Baiklah, sini." Emily berjinjit dan pria itu sedikit merundukkan punggungnya. Satu kecupan, Emily daratkan dengan cepat di pipi. Lalu menatap kakaknya lagi. Tetapi, yang Emily lihat justru raut kecewa Evaldo. "Tidak di pipi, sayang. Tapi di bibir," pinta pria itu. Emily mengerjapkan mata. "Asal berjanji satu hal." Dia memberikan syarat. Penjedaan waktu ini membuat Evaldo menggeram gemas. "Baiklah, apa itu?" Setuju Evaldo. Tidak mau berlama-lama lagi. "Aku ingin bolos satu hari untuk besok, karena merchandise kartun kesukaanku rilis lagi." Emily menyengir. "Akan kutemani besok." Bukan itu yang dimaksud Emily. Dia tidak berharap pergi ditemani kakaknya. "Tidak boleh pergi sendirian! Atau tidak pergi sama sekali." Seolah dapat membaca pikiran gadis itu, Evaldo menegaskan dengan mutlak. Emily tidak bisa membantah. Demi mendapatkan barang kesukaannya, dia harus menurut. "Okey, tak masalah." Emily bersemringah. Lalu dia mengalungkan kedua lengannya ke leher kakaknya. Dalam sekejap Evaldo menarik tengkuk Emily dan mempertemukan bibir mereka. Melumat bibir Emily dengan mata terpejam tenang. Seperti mengemut permen. Evaldo menggigit-gigit pelan bibir bawah Emily dan dia tidak mengabaikan lidahnya untuk bermain di mulut gadis itu ketika bibirnya terbuka. Detik itu Evaldo merasa telah salah langkah. Salah langkah karena masih terlalu pagi untuk merasa b*******h. Akibatnya dia jadi tersiksa sendiri saat ciuman intim mereka membakar jiwanya. Sebagai gantinya, Evaldo meremas perlahan pinggang Emily. Ketika pasokan oksigen menipis, Emily adalah yang pertama meminta dilepaskan. Dia memukul-mukul d**a Evaldo agar berhenti. Evaldo menuruti, dan dengan perlahan dia menjauhkan wajahnya dari wajah Emily. Seutas benang saliva pun menciptakan jembatan di antara bibir mereka. Bersamaan dengan tatapan Evaldo yang menggelap. Tersimpan api berbahaya dibalik mata tajamnya. Kini, bibir kemerahan Emily jadi kelihatan mengilat. Membuka pesona lain yang tak disadari. Evaldo mengusap area bibir Emily dengan ibu jarinya. Akan berbahaya jika dia terlalu lama di sini. Evaldo sadar bahwa dia harus bergegas ke kantor agar tak terlambat. Tapi, toh tidak masalah juga bila masuk kantor agak siangan daripada karyawan lain kalau saja jadwal rapat diadakan tengah hari. "Tetap di rumah sampai aku pulang, mengerti?" ucap Evaldo setelah berhasil mengendalikan diri. Emily mengangguk patuh. "Okey." Evaldo meraih tas kerjanya dari sofa. Melangkah menuju pintu utama, dengan Emily mengantar pria itu sampai di depan pintu. Melihat kakaknya membawa Lambo hitam keluar gerbang rumah yang terbuka otomatis. *** Author note: Hello my precious readers, I'm sorry about this. Author mengubah tulisan awal jadi seperti ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hubungan Terlarang

read
513.1K
bc

Saklawase (Selamanya)

read
69.7K
bc

HYPER!

read
624.5K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
204.5K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

SEXRETARY

read
2.3M
bc

Over Protective Doctor

read
484.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook