Terjebak Dengan Pria Es

1000 Words
"I-iya Pak, maaf." Mau tidak mau akhirnya Ariel menatap wajah dingin itu. Ia tidak bisa mengelak betapa tampannya pria es yang hanya berjarak beberapa centi saja dengannya. Ariel keluar dari kamar dan menunggu di meja makan. Sedangkan Hazel, ia bersiap di kamarnya. "Apa kau sudah sarapan?" tanya Hazel ketika baru membuat satu gigitan di roti lapis miliknya. "Gimana aku mau sarapan. Dari mulai bangun tidur saja aku sudah terburu-buru," batin Ariel tersenyum kecut. "Saya belum sarapan, Pak. Apa boleh saya minta roti lapisnya, satu ... saja." Jujur, saat ini perut Ariel sudah keroncongan. Cacing-cacing yang ada di perutnya pun sudah mulai protes. Karena biasanya, setiap pagi Ariel akan sarapan terlebih dahulu sebelum pergi bekerja. "Tidak boleh!" balas Hazel dingin dan dengan tatapan yang dingin pula yang langsung membuat Ariel menunduk. "Dasar orang kaya pelit?" bisik Ariel dalam hati. Ia mengangkat kepalanya sejenak menatap ke depan. Ketika tatapan matanya bertemu dengan manik mata dingin Hazel, ia bergegas menunduk lagi. Setelah selesai menikmati sarapannya, Hazel bersiap-siap pergi ke kantor. Ia berjalan keluar menuju lift di ikuti Ariel di belakangnya. Sementara Ariel, ia tidak habisnya merutuki Hazel di dalam hatinya karena kesal. "Apa kau bisa mengendarai mobil?" tanya Hazel. Rencananya untuk menjadikan Ariel supirnya, kini ia lontarkan. Sambil memencet tombol lift bagian basement, Ariel menjawab, "Tidak, Pak." "Mulai sekarang kau harus belajar mengemudi, karena aku ingin kau menyetir untukku," ucap Hazel datar. "Tapi, Pak--" "Tidak ada kata tapi. Kamu tenang saja, semua biaya biar saya yang tanggung. Dan untuk masalah waktu, masih ada hari Sabtu dan Minggu. Saya mau, kamu gunakan waktu itu sebaik-baiknya. Karena setelah kamu pandai mengemudi, tidak akan ada kata santai. Banyak pekerjaan di depan sana yang akan menantimu." Ariel terkejut menatap tidak percaya ke arah Hazel. Sebenarnya Ariel itu sekretaris atau supir pribadinya, sih. Tidak cukup dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh seorang asisten pribadi. Kini, ia juga harus menggantikan pekerjaan supir pribadi pula. Mengerti maksud dari tatapan Ariel, membuat Hazel langsung membuka mulutnya. "Gaji bulananmu akan saya tambah dua kali lipat lagi. Jadi, gaji bulananmu akan bertambah menjadi enam kali lipat." Siapa yang tidak tergoda dengan tawaran yang begitu menggiurkan. Apalagi wanita seperti Ariel yang sedang membutuhkan banyak biaya. Tentu saja ia tidak akan menolaknya. Meskipun sebagai gantinya ia harus terjebak dengan pria es seperti Hazel. "Kalau gajiku sebanyak ini, bulan depan aku bisa pindah kontrakan yang jauh lebih layak. Bisa memindahkan Kara ke sekolah yang jauh lebih bagus. Dan, mulai sekarang keluarga kami tidak akan kekurangan lagi. Setidaknya cukup untuk kehidupan sehari-hari kami," bisik Ariel dalam hati. Untuk sesaat ia termenung memikirkan semua itu. "Ariel! Ariel!" panggil Hazel sambil menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Ariel. "Eh, iya Pak. Maaf ada apa?" "Pintu lift sudah terbuka. Apa kau ingin kembali ke atas?" balas Hazel dingin. "Maaf," lirih Ariel menunduk sambil melangkah keluar. "Kruek ... kruek!" Ariel menyentuh perutnya yang keroncongan. "Aduh ... ini perut kenapa pake bunyi, sih," protes Ariel pada perut laparnya. "Kenapa bengong? Ayo buruan! Udah jam berapa ini?" Tatapan dingin Hazel mampu menusuk ke ulu hati Ariel. Ia bertanya sambil mengetuk-ngetuk jam tangan rolex yang ada di pergelangan tangan kanannya. "I-iya Pak, maaf." Demi masa depan putrinya, Ariel rela untuk selalu mengucapkan kata maaf. Meskipun sebenarnya ia ingin sekali memukul kepala atasannya yang selalu menatapnya dingin itu. *** "Buatkan saya teh hangat," pinta Hazel datar. "Baik, Pak. Tapi kalo boleh tahu, pantry nya di sebelah mana ya, Pak?" Sepertinya Ariel lupa dengan siapa ia bertanya. Pria dingin dan kasar yang mulai sekarang akan mendominasinya. "Kamu tanya saya?" Ariel mengangguk. "Tanya sama orang di luar jangan tanya saya!" bentak Hazel. Bisa-bisanya Ariel bertanya padanya, bukannya bergegas keluar dan mencarinya sendiri "Ini orang terbuat dari apa, sih, kenapa ngeselin banget," gerutu Ariel menunduk sambil melirik ke arah Hazel. "Kamu berani ngatain saya ngeselin?!" Hazel menggertakkan giginya tidak terima. "Iya, eh, maksud saya tidak. Tidak mungkin saya berbicara seperti itu pada Bapak," elak Ariel melihat manik mata atasannya mulai menggelap. "Kalau begitu, saya permisi sebentar mau bikin kopi," pamit Ariel ingin segera kabur sebelum mendapat amukan. Ariel bergegas berbalik arah dan meninggalkan Hazel yang hendak melemparkan kata-kata tajam. Setelah keluar dari ruangan atasannya, Ariel terlihat menyandarkan tubuhnya di daun pintu. Wanita itu berusaha menetralkan detak jantungnya dengan cara menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Ia melakukannya hingga berulang-ulang sampai merasa tenang. Namun, tiba-tiba pintu terbuka membuatnya terjatuh. "Aaa!!" teriak Ariel karena pintu yang sedang ia sandari dibuka oleh seseorang dari dalam. Wanita itu terlihat memejamkan matanya karena takut. Ia berpikir mungkin dalam hitungan detik tubuhnya akan mendarat di lantai yang dingin. Namun yang tak disangka-sangka, justru ia jatuh ke dalam dekapan lengan kokoh seseorang. Dan yah, lengan kokoh itu milik Hazel, atasan yang sangat ia benci. "Buka matamu, Ariel!" bentak Hazel. "Atau kau begitu menikmati sentuhanku ini, hum?" Dilanjutkan dengan sebuah ejekan dan senyuman yang sangat menyebalkan bagi Ariel. "Ma-maaf dan terima kasih," ujar Ariel mencoba melepaskan diri dan bergegas pergi. Ketika tubuhnya terjatuh dan Hazel menangkapnya dengan kedua lengan kokohnya. Ariel membuka mata dan melihat wajah tampan Hazel begitu dekat. Jantungnya berdetak tidak terkendali dengan pipi yang memerah karena malu. Sebelum akhirnya Hazel menyadari keanehan dalam dirinya. Ariel bergegas pergi meninggalkan atasannya, yang terpaku menatap punggungnya semakin menjauh. "Dasar wanita aneh!" pekik Hazel kesal. "Apa seperti itu caranya mengucapkan kata terima kasih? Hanya mengangguk dan langsung pergi begitu saja," keluh Hazel mendapat perlakuan tidak biasa dari seorang wanita. "Tapi ada apa dengan pipinya? Kenapa tiba-tiba berubah merah seperti tomat?" Hazel bertanya-tanya pada dirinya sendiri melihat perubahan pada wajah Ariel yang tiba-tiba berubah memerah. Pria dingin itu kembali masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu rapat-rapat. Seolah ia melupakan tujuan awalnya untuk keluar. Kemudian, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti beberapa menit yang lalu. Sementara di dalam tangga darurat, Ariel sedang terduduk di anak tangga paling atas. Tangan kirinya menyentuh dadanya dan tangan kanannya menyentuh pipinya yang menghangat. Ini pertama kali bagi Ariel merasa ada yang aneh pada jantung dan hatinya. Apa jangan-jangan Ariel sudah terpikat oleh pesona seorang Hazel Dewananda yang sangat menyebalkan itu? Entahlah!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD