Dasar Ice Man!

1020 Words
"Bukankah aku sudah bilang sebelumnya, kalau kau harus sampai di apartemenku pukul enam. Dan kau lihat sekarang pukul berapa?" Hazel duduk di sofa sambil melipat kedua tangannya di d**a. Ia menatap Ariel dingin, sedingin cuaca pagi hari ini. "Sekarang pukul tujuh lewat tiga puluh menit, Pak. Maaf karena saya terlambat. Saya janji, ini untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya." Ariel menunduk mengakui kesalahannya. Ia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Pagi-pagi sekali, kira-kira pukul lima. Ariel sudah standby di depan pintu rumahnya. Ia menunggu sosok Mbok Lili yang semalam sudah ia pinta pertolongan. Bahwa mulai hari ini, jam kerjanya di tambah. Ariel mondar-mandir di depan rumahnya menunggu kedatangan Mbok Lili. Selama tiga puluh menit menunggu, akhirnya Mbok Lili datang dengan ucapan permintaan maaf yang tak henti-hentinya ia ucapkan. "Saya pegang janji kamu," balas Hazel dingin. "Sekarang siapkan saya sarapan." "Baik, Pak." Ariel menundukkan kepalanya, kemudian berjalan mencari di mana letak dapur. Tidak membutuhkan waktu lama, karena posisi dapur tidak jauh dari ruang tamu. Bahkan dari posisi Hazel pun sudah terlihat. "Gimana caranya aku masak? Sedangkan di kulkas tidak ada sesuatu yang bisa dimasak," keluh Ariel sambil mengerucutkan bibirnya. "Kenapa? Jangan mengatai saya di belakang saya, Ariel!" Terdengar suara berat Hazel menggema di telinga Ariel. Ketika berbalik, Hazel sudah berada di depan matanya. Bahkan kepala Ariel sampai menabrak d**a bidang Hazel. "Ma-maaf Pak, saya tidak sengaja," ujar Ariel gugup sambil memundurkan langkahnya. Dan-- "Aww!" Ariel memekik, karena hampir terjatuh jika Hazel tidak segera menangkapnya. Tatapan mata mereka berdua bertemu, hingga memunculkan debaran aneh di jantung Hazel. Sesaat, Hazel melupakan siapa dirinya dan siapa Ariel. Kemudian setelah kesadarannya kembali, ia melepaskan Ariel hingga terjerambah di lantai. "Aww!" pekik Ariel kesakitan. Sementara Hazel, ia mengabaikan Ariel yang sedang mengaduh kesakitan tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ia hanya fokus mengenyahkan debaran jantungnya. Ariel hanya melirik dan membatin. "Dasar Ice Man!" "Saya mau mandi dulu dan saya mau, setelah selesai mandi harus sudah ada setelan kerja saya di kamar," ujar Hazel dingin berlalu pergi. "Tapi, Pak--" Ucapan Ariel membuat langkah Hazel terhenti dan menoleh ke belakang. "Tapi apa?" tanya hazel mengernyitkan dahinya. "Tidak ada sayur apapun yang bisa saya masak," jawab Ariel menunduk setelah tatapan matanya bertemu dengan mata elang Hazel. "Buat apa saja yang ada. Itu ada roti tawar, telur, dan ikan tuna kaleng di kulkas," kata Hazel dingin. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya ke kamar untuk membersihkan diri. Seperti apa yang baru saja Hazel katakan. Ariel mulai mencari telur dan ikan tuna kaleng di kulkas, karena roti tawar terpampang di meja makan. Wanita itu mulai mengeksekusi semua bahan yang ada. Dalam waktu sepuluh menit, roti lapis telur ikan tuna sudah siap di meja makan. Kini giliran Ariel menyiapkan segelas jus jeruk instan yang tersimpan di kulkas. "Selesai. Sekarang giliran menyiapkan pakaian kerja Pak Hazel." Ariel melangkahkan kakinya menuju kamar Hazel. Baru sampai di depan pintu, keraguan menyergapnya. "Masuk ngga, yah? Aku takut dibilang ngga punya sopan santun kalo masuk ke dalam." Mengingat ucapan Hazel tadi membuat Ariel kebingungan. "Masuk, ngga, masuk, ngga." Akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu, sebelum akhirnya ia masuk ke dalam. Ariel memutar kenop pintu dan sedikit menjulurkan kepalanya. Ia masuk ke dalam dengan langkah yang sangat pelan. Namun baru beberapa langkah, terdengar suara pintu terbuka. Ia mengangkat kepalanya dan melihat sosok Hazel sudah berada tepat di depan matanya. Hazel hanya melilitkan handuk di pinggangnya, dengan bulir-bulir air menetes dari rambut acak-acakannya yang basah. Mengalir dari dahi ke pipi, kemudian mengalir ke leher hingga ke d**a bidangnya yang memukau. Terlihat cahaya menyinarinya bak malaikat yang baru turun dari langit. Ariel menelan salivanya terpaku dengan mulut yang terbuka lebar. Matanya fokus menatap delapan roti sobek milik Hazel. Rasa-rasanya ia baru pertama kali melihat pemandangan seindah ini. "Astaga, Ariel! Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?" bisik Ariel dalam hati. Matanya tak berkedip barang satu detik pun. "Baru melihat tubuh bagian atasku saja sudah seperti ini. Padahal sebelumnya dia bilang ngga sudi. Cih! Dasar w************n?" batin Hazel. Ia mengangkat sebelah sudut bibirnya menunjukkan sebuah seringaian. "Lihat saja nanti, sampai kapan kau akan berpura-pura tidak tertarik padaku, Ariel." Hazel menjentikkan jarinya mengagetkan lamunan Ariel. Wanita itu terlihat salah tingkah mengetahui kebodohannya. "Mmm ... di-di mana tempat Bapak menyimpan pakaian?" tanya Ariel terbata. "Di ruangan sebelah kirimu. Di situ tempat di mana aku menyimpan barang-barangku. Ambil semuanya di situ, di mulai dari setelan kerja, dasi, jam tangan, dan sepatu," balas Hazel datar. Ia duduk di tepi ranjang dengan tangan terlipat di d**a. "Sebenarnya aku ini sekretaris apa pembantu, sih," lirih Ariel sambil melangkah ke ruang ganti. "Tapi di sebelah mana, Pak? Bahkan di sini tidak ada ruangan lain. Di sebelah kiriku hanya ada sebuah lukisan." Di sebelah kiri Ariel, ada sebuah lukisan pemandangan yang dipenuhi pepohonan. Lukisan itu terpasang rapi di dinding tepat di sebelah kiri wanita itu. Lalu di mana pintu menuju ruang ganti yang Hazel katakan barusan? "Open the door?" ujar Hazel. Dalam sekejap, sebuah pintu terbuka di balik lukisan besar pemandangan itu. "Dasar Aneh! Bagaimana aku bisa tahu, sedangkan dia tidak mengatakannya. Emang dia pikir aku ini peramal yang bisa tahu tanpa diberitahu apa," protes Ariel pelan. "Jangan ngedumel! Kerja itu harus ikhlas, jadi berkah," protes Hazel menasehati sikap Ariel. Seolah-olah ia sosok yang maha benar. Ariel menoleh sekilas dan melirik Hazel dalam waktu beberapa detik. Kemudian, ia melangkah ke dalam dan melakukan tugasnya. Ia memilih kemeja berwarna oren, dasi berwarna hitam dipenuhi bintik-bintik warna putih, celana dan jas dengan warna senada. Kemudian, ia memilih jam tangan rolex, dan di akhiri dengan sepatu warna hitam yang terlihat mengkilap. Setelah selesai memilih setelan, Ariel keluar dan menyerahkannya pada Hazel agar segera memakainya. Karena jujur saja, saat ini Ariel tidak bisa berlama-lama melihat tubuh atletis Hazel. Bisa-bisa ia khilaf dan membuat malu dirinya sendiri. "Ini, Pak," kata Ariel menyodorkan semua yang ada di tangannya sambil memalingkan wajahnya. "Saya ada di sini, bukannya ada di sana, Ariel," protes Hazel. Bagaimana bisa wanita itu memalingkan wajahnya, bukannya menikmati makhluk Tuhan yang paling seksi yang ada di depan matanya. Jika wanita di luaran sana yang mendapatkan kesempatan emas seperti Ariel. Mungkin mereka tidak akan sanggup untuk menyia-nyiakannya sama seperti yang Ariel lakukan saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD