"Oke, deal!"
Meskipun kecewa, tapi Hazel tetap menerimanya. Padahal tangannya sudah gatal ingin memberi Ariel pelajaran di hari pertamanya bekerja. Namun, setidaknya ia memiliki hati nurani. Ia memberi wanita itu kesempatan untuk menikmati kebahagiaannya untuk yang terakhir kalinya.
"Terima kasih. Kalau begitu saya permisi," ujar Ariel bangkit berdiri, menundukkan kepalanya, dan berbalik keluar.
"Puas-puasin saja hari ini. Karena setelah hari ini, aku yakin tidak ada lagi hari bahagia lain yang akan menghampirimu," batin Hazel tersenyum menyeringai.
Ariel melangkahkan kakinya dengan pasti. Ia berharap untuk ke depannya di DN Company tidak akan ada masalah apapun yang menghampirinya. Ia berharap semuanya lancar dan memberinya sebuah ketenangan.
"Saatnya bersenang-senang." Ariel melompat kegirangan masuk ke dalam lift. Kemudian, ia berjalan keluar menuju halte bis.
Wanita itu mengeluarkan ponsel jadulnya dari dalam sling bag dan menghubungi Kara, putrinya. Ia ingin meminta putrinya agar bersiap-siap karena ingin mengajak ke taman hiburan. Selama ini, Ariel tidak pernah mengajak Kara pergi jalan-jalan. Paling-paling ia hanya mengajak putrinya ke pasar malem dan menaiki komedi putar saja.
Dikesempatan langka ini, sebelum mulai kembali bekerja. Ariel ingin memberikan kenangan terindah bagi putrinya. Ia tahu betul setelah menandatangani kontrak dengan Hazel. Tidak akan ada waktu luang untuknya sekedar bermain dengan sang anak.
"Astaga, aku lupa! Sekarang 'kan Kara masih di sekolah."
Ariel memukul-mukul kepalanya merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa ia melupakan bahwa hari ini hari Rabu dan yang pasti Kara berada di sekolahnya.
Bis yang akan Ariel tumpangi pun datang. Beruntung saat ini waktunya jam kerja. Jadi, bis dalam keadaan tidak terlalu ramai. Kali ini ia bisa mendapatkan tempat duduk, tidak seperti biasanya yang hanya berdiri berpegangan pada pegangan yang bergelantungan di atas kepalanya.
Ia duduk di sebelah jendela dan membukanya. Tangannya melambai-lambai seakan menyapa udara yang menerpa telapak tangannya. Tiba-tiba, hujan gerimis membasahi tangannya. Sejenak ia membuka telapak tangannya sambil memainkan air hujan.
Setelah itu, ia menarik kembali tangannya masuk ke dalam. Ia menutup jendela dan mengatupkan kedua telapak tangannya. Meniupkan udara dan menggerak-gerakkan agar terasa lebih hangat. Untuk menemani deru bis yang kian mengeras, membuat Ariel menemukan sebuah ide. Ia meniup-niup kaca jendela. Kemudian ia menggambar dua sosok wanita dewasa, satu gadis kecil, dan pria dewasa.
"Ariel, Kara, Kak Carla, dan Mas Irsyad," lirih Ariel sambil menggambar emoji tersenyum.
Di kursi bagian belakang, ada sosok pria yang memakai pakaian serba hitam. Sepatu hitam, celana hitam, jaket hitam, topi hitam, dan masker hitam. Meskipun penampilannya tertutup rapat, tapi dilihat dari tatapan matanya, pria itu sedang tersenyum memperhatikan Ariel.
Menyadari tempat tujuannya terlewat beberapa meter. Ariel bergegas bangkit berdiri dan memencet tombol berhenti. Ia mengeluarkan payung yang ada di hand bag nya dan turun dari bis. Pria yang ada di kursi paling belakang pun ikut turun. Namun, ia memberi sedikit jarak agar Ariel tidak curiga.
Gemericik air hujan masih mengguyur keringnya bumi. Asalkan bukan mengguyur hati Ariel saja yang terasa gersang. Meskipun usianya sudah menginjak dua puluh enam tahun. Namun, Ariel belum pernah sekalipun menjalin hubungan dengan sosok pria manapun. Ia menutup rapat-rapat segala akses menuju pintu hatinya.
Kara, hanya Kara yang ia pikirkan saat ini. Ia ingin membahagiakan putrinya tanpa terpaut sebuah hubungan dengan seseorang. Ketakutan akan membuat Kara dan seseorang itu terluka yang menjadikannya sendiri selama ini.
Belum tentu seseorang itu mau menerima Kara sebagai anaknya. Dan ia takut perhatiannya akan terbagi dan membuat Kara sedih, karena kurang perhatian, ataupun kasih sayang.
Tanpa terasa, Ariel sudah berada tepat di depan sekolah putrinya. Ia melipat payung karena memang hujan telah berhenti. Bahkan matahari pun sudah muncul kembali. Ariel duduk di kursi taman sambil menunggu kepulangan Kara.
Ketika sedang termenung, Ariel merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh. Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok itu. Namun, ia tidak menemukan siapapun di sana.
"Ko aku merasa ada yang merhatiin aku dari jauh, yah," batin Ariel sambil mengedarkan pandangannya.
Ketika Ariel menyadari ada orang yang sedang memperhatikannya, sosok serba hitam itu lekas menghilang. Entah siapa sosok yang mengawasi Ariel itu. Mudah-mudahan saja bukan orang jahat yang akan mengganggu kehidupan Ariel.
"Bunda!" panggil Kara, membuat sang empu menoleh ke belakang.
"Kara pikir Kara salah lihat loh, Bun. Eh, ternyata emang benar ini Bunda," celoteh Kara sambil berlari ke arah sang bunda.
Sedari keluar sekolah sudah melihat sosok Ariel dari bagian belakang. Sejenak ia merasa tidak yakin, tapi memberanikan diri untuk memanggil, dan ternyata memang benar.
"Anak pintar!" seru Ariel sambil mengusap puncak kepala putrinya.
"Ada apa, Bun? Ko tumben banget jemput Kara." Tidak seperti biasanya Ariel akan datang menjemput, membuat putrinya mengernyit penasaran.
"Kara mau jalan-jalan ngga? Atau-- ada tempat yang Kara ingin kunjungi?"
Ariel ingin tahu, apakah ada tempat yang ingin putrinya kunjungi. Jika tidak, maka ia akan membawanya ke taman hiburan.
"Ada, sih, Bun. Tapi ngomong-ngomong, Bunda ko pakaiannya rapi gini kaya mau kerja."
Kara memperhatikan ibunya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan yah, saat ini Ariel sedang mengenakan pakaian kantornya. Karena memang ia baru pulang dari DN Company untuk menandatangani kontrak kerja.
"Jadi, gini Sayang. Bunda sekarang sudah mendapatkan pekerjaan dan sekarang, bunda pengen ajak Kara jalan-jalan. Soalnya besok pagi bunda sudah harus mulai bekerja," jelas Ariel mengenai pekerjaannya.
"Oh, gitu. Pantes aja Bunda rapi banget gini," kata Kara ber-oh ria.
"Jadi, gimana? Kara pengen kita jalan-jalan ke mana? Taman hiburan, mall, atau kebun binatang. Mumpung sekarang baru jam sepuluh pagi."
Ariel memberi tiga pilihan agar Kara mudah memilihnya. Kemanapun putrinya akan pergi, ia siap untuk mengantarnya. Karena ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk membahagiakan putrinya, sebelum akhirnya kesibukan datang menghampirinya.
"Gimana kalo kita ke kebun binatang aja, Bun? Pasti seru deh."
Akhirnya, Kara memilih pergi ke kebun binatang. Ia ingin melihat berbagai satwa seperti yang teman-teman sekolahnya ceritakan.
"Oke siap, Tuan putri. Hamba siap mengantar ke manapun Tuan putri akan pergi," balas Ariel mengatupkan telapak tangannya di dahi.
Ariel memegang tangan putrinya sambil berjalan menuju halte bis. Ia ingin mengabulkan permintaan putrinya untuk pergi ke kebun binatang. Sepanjang perjalanan, Kara tidak henti-hentinya berceloteh. Hal kecil apapun ia ceritakan, membuat Ariel kewalahan dan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Apa Kara senang akan pergi ke kebun binatang?" tanya Ariel melihat wajah putrinya yang memancarkan aura kebahagiaan.
"Mmm ... tentu saja, Bunda. Semua teman sekelas Kara sudah pernah pergi ke sana semua dan akhirnya Kara bisa menceritakan pengalaman Kara di kebun binatang nanti," sahut Kara mengangguk dengan sudut bibir yang naik ke atas sempurna.
Satu jam berlalu, kini Ariel beserta Kara sudah sampai di kebun binatang, menyaksikan berbagai jenis satwa. Ada rusa, gajah, unta, berbagi jenis ikan, berbagai jenis burung, berbagai jenis monyet, dan satwa lainnya.
Hal pertama ketika melihat unta yaitu, antrian yang begitu sesak karena pengunjung berbondong-bondong ingin menaiki unta. Bahkan Ariel dan Kara termasuk dari antrian sesak itu.
Sebenarnya Ariel sama sekali tidak menginginkannya. Namun, karena Kara ingin menaiki unta seperti teman-temannya. Akhirnya di situlah mereka berada.
Salah satu satwa yang paling Kara sukai yaitu burung merak. Burung yang memiliki bulu dengan begitu indahnya. Bahkan sampai beberapa kali gadis kecil itu meminta foto bersama buruk merak itu.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Ariel dan Kara sudah berada di dalam bis dan sebentar lagi mereka sampai di rumah. Ponsel Ariel bergetar ketika berada dalam genggamannya. Ia melihat sebuah pesan masuk, dari sosok pria yang mulai besok pagi akan ia layani sebagai atasannya.
"Jam enam pagi kau sudah harus berada di apartemenku. Tugas pertamamu adalah membuatkanku sarapan dan menyiapkan pakaian kerjaku."
Setelah membaca pesan itu, Ariel hanya menghembuskan nafas panjang. Jika pukul enam ia harus sudah berada di apartemen Hazel. Lalu pukul berapa ia berangkat dari rumah? Satu lagi, Bagaimana dengan Kara jika sepagi itu ia sudah harus berangkat bekerja?