Pertunangan yang dipaksakan

452 Words
BAB 6 – PERTUNANGAN YANG DIPAKSAKAN Exelina menatap cincin berlian biru itu dengan campuran perasaan. Cincin itu begitu indah, begitu berkelas—namun di tangannya, itu terasa seperti borgol emas. "Aku tidak mengatakan ya," gumamnya, menatap Grayson dengan tajam. Grayson hanya tersenyum tipis, seperti seorang pria yang sudah tahu hasil akhirnya. "Dan aku tidak memberimu pilihan lain, Nonaku." "Kau benar-benar brengsek." "And yet, here we are." Dengan santai, Grayson mengambil tangan Exelina dan meluncurkan cincin itu ke jarinya. Ukurannya pas—seolah sudah diukur sebelumnya. "Kau bahkan tahu ukuran jariku?" Exelina menarik napas tajam. "Aku tahu lebih banyak tentangmu daripada yang kau sadari, Sayang." Tatapan Grayson begitu intens hingga membuat jantung Exelina berdetak lebih cepat, tapi dia menolak menunjukkan kelemahannya. "Kau tidak bisa mengendalikanku selamanya, Grayson." Pria itu menatapnya lama sebelum mengangkat dagunya dengan dua jarinya. "Watch me." Exelina menepis tangannya, tapi Grayson hanya tertawa kecil, lalu berbalik dan mulai berjalan menuju mobilnya. "Besok malam kita akan menghadiri pesta pertunangan. Jangan membuatku menunggumu." Exelina mengepalkan tangannya. "Dan kalau aku menolak datang?" Grayson menoleh sebentar, matanya penuh ancaman yang halus. "Kau tahu jawabannya, Nonaku." Lalu, dia pergi. Exelina menatap cincin di jarinya dengan perasaan campur aduk. Dia telah kehilangan kebebasannya. Dan perang ini baru saja dimulai. --- Malam Pesta Pertunangan Gaun sutra hitam membalut tubuh Exelina dengan sempurna. Rambutnya ditata dalam gelombang lembut yang elegan, bibirnya dipulas warna merah darah. Dia terlihat seperti seorang ratu yang siap menghadapi perangnya. Ketika dia tiba di ballroom mewah hotel tempat pesta diadakan, semua mata langsung tertuju padanya. Termasuk satu pasang mata abu-abu yang menatapnya dengan kepemilikan penuh. Grayson berdiri di tengah ruangan dengan setelan Armani hitam, tampak begitu dominan di antara para tamu. Ketika Exelina berjalan mendekatinya, pria itu tersenyum miring. "Kau akhirnya datang, Nonaku." "Bukan karena keinginanku." "Tapi kau tetap datang. Dan kau terlihat memukau." Sebelum Exelina bisa membalas, seseorang tiba-tiba melingkarkan lengannya di bahunya. "Well, well, kalau bukan calon nyonya Walker." Exelina menoleh dan mendapati Mason Carter—sahabat Grayson—berdiri di sampingnya dengan senyum licik. "Lepaskan aku, Mason," katanya dengan dingin. Mason hanya tertawa pelan. "Santai, Sayang. Aku hanya ingin mengenal calon istri sahabatku lebih dekat." Tapi sebelum Mason bisa melangkah lebih jauh, tangan Grayson sudah mencengkeram kerahnya. "Jangan menyentuhnya." Suara Grayson begitu rendah dan dingin hingga udara di sekitar mereka terasa menegang. Mason mengangkat tangan, pura-pura menyerah. "Relax, Grayson. Aku hanya bercanda." Grayson tidak menjawab. Dia hanya menarik Exelina lebih dekat ke sisinya, seakan ingin menegaskan siapa yang memiliki wanita ini. "Ingat batasmu, Mason," ucapnya tajam. Mason hanya tersenyum, tapi ada kilatan berbahaya di matanya. Exelina bisa merasakan sesuatu—sebuah permainan yang lebih besar sedang berlangsung di antara dua pria ini. Dan dia berada di tengah-tengahnya. --- TO BE CONTINUED…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD