BAB 25 – API DALAM BAYANGAN
Milan, Italia
Penthouse Grayson masih sunyi ketika Exelina menatap ke luar jendela besar, menikmati pemandangan kota yang masih diselimuti pagi. Namun pikirannya tidak setenang pemandangan yang ia lihat.
Tajuk berita yang memenuhi media semalam masih menghantuinya. Liam sudah melangkah terlalu jauh.
"Penny for your thoughts?"
Suara berat itu membuyarkan lamunannya. Grayson, dengan kemeja putih yang lengannya tergulung hingga siku, berdiri di ambang pintu dengan secangkir kopi di tangan.
Exelina berbalik, mengangkat alis. "I think I need something stronger than a penny to make me talk."
Grayson menyeringai kecil, lalu berjalan mendekatinya, menyodorkan kopi yang masih mengepul.
"Here. And stop overthinking."
Exelina menerima cangkir itu, tetapi bukannya langsung menyesap, ia menatap Grayson dengan serius. "Apa yang kau lakukan pada Liam semalam?"
Pria itu duduk di sofa, menyandarkan punggung dengan santai. "Aku hanya memberinya sedikit pelajaran. Sekarang dia tahu bahwa aku tidak bermain-main."
Exelina menatapnya lekat-lekat. "Dan kau pikir dia akan berhenti?"
Grayson mengangkat bahu. "Tidak. Tapi aku ingin melihat seberapa jauh dia bisa bertahan sebelum aku menjatuhkannya sepenuhnya."
"Dan bagaimana jika dia menyerang balik?"
Grayson menyesap kopinya perlahan, lalu menatapnya dalam-dalam. "Then I will burn him to the ground."
Exelina menghela napas, lalu duduk di sampingnya. "Aku tidak ingin ini berubah menjadi perang, Grayson."
"It already is, Sayang."
---
Liam Tidak Akan Berhenti
Di sudut kota Milan yang lebih gelap, Liam menatap layar laptopnya dengan rahang mengeras.
Semua akses ke rekeningnya dibekukan. Proyek-proyeknya ditunda. Bahkan beberapa klien besarnya mulai menarik diri setelah mengetahui bahwa ia tengah berselisih dengan Grayson Cole Walker.
Sialan.
Ia menutup laptopnya dengan kasar dan meraih ponselnya, menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala.
Suara di ujung telepon terdengar malas. "Liam. Aku tidak suka menerima telepon pagi-pagi begini."
"Aku membutuhkan bantuanmu." Liam mengabaikan nada malas pria itu. "Aku ingin kau menghancurkan reputasi Exelina. Kali ini, tidak hanya lewat media. Aku ingin sesuatu yang lebih besar."
Hening.
Lalu suara pria itu terdengar lebih serius. "Apa yang kau rencanakan?"
Liam menyeringai. "Aku ingin membuktikan pada Grayson bahwa wanita yang dia pertahankan mati-matian… tidak seberharga yang dia pikirkan."
---
Malam yang Membara
Exelina berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengenakan gaun hitam panjang dengan belahan tinggi. Grayson mengundangnya ke sebuah acara eksklusif malam ini—acara yang dipenuhi pebisnis papan atas dan bangsawan.
Pintu kamar terbuka, dan Grayson masuk, mengenakan setelan hitam yang sempurna. Matanya menyapu dirinya dari kepala hingga kaki, sebelum akhirnya bersuara.
"You look... breathtaking."
Exelina tersenyum kecil, lalu berbalik menghadapnya. "Aku harus terlihat pantas untuk berdiri di samping seorang Grayson Walker, bukan?"
Grayson berjalan mendekat, jemarinya menyentuh dagunya, mengangkatnya sedikit. "Kau pantas berada di sampingku dengan atau tanpa gaun ini, Nonaku."
Exelina menelan ludahnya pelan. Setiap kali pria itu berbicara dengan nada serendah ini, sesuatu di dalam dirinya bergetar.
"Are you ready?" tanyanya akhirnya.
Grayson tersenyum miring. "Always."
Mereka melangkah keluar bersama, tanpa menyadari bahwa malam ini, seseorang telah menyiapkan jebakan untuk mereka.
---
TO BE CONTINUED…