BAB 12 – PERMAINAN DIMULAI
Pagi itu, Exelina terbangun dengan kepala yang terasa berat. Tidur malamnya dipenuhi dengan bayangan dua pria yang kini mengendalikan hidupnya—Grayson dan Liam.
Saat ia turun ke ruang makan, aroma kopi memenuhi udara. Grayson sudah duduk di sana, mengenakan setelan hitam yang rapi, membaca koran dengan ekspresi serius.
Tanpa menoleh, ia berkata, "Kau terlihat tidak cukup tidur, Nonaku."
Exelina duduk di seberangnya, mengambil cangkir kopi yang sudah disiapkan. "Aku tidak tahu bahwa tunanganku juga bisa menjadi seorang pengamat."
Grayson menurunkan korannya dan menatapnya tajam. "Aku bukan hanya mengamati. Aku memperingatkan."
Exelina mengaduk kopinya dengan tenang. "Jika ini masih tentang Liam, kau tidak perlu khawatir. Aku tidak tertarik pada pria sepertinya."
"Bukan masalah kau tertarik atau tidak, Exelina," ujar Grayson dengan suara yang lebih rendah. "Masalahnya, dia tertarik padamu."
Exelina menyandarkan diri ke kursinya. "Dan kau berpikir aku akan membiarkan dia mendekat?"
Grayson meletakkan korannya, lalu mencondongkan tubuh ke depan, menatapnya dengan mata penuh bahaya. "Dia tidak bermain dengan aturan yang sama sepertiku, sayang. Aku bisa memiliki banyak cara untuk melindungimu. Tapi dia? Dia tidak peduli tentang batasan."
Kata-kata Grayson membuat Exelina berpikir. Liam memang terasa seperti ancaman, tapi seberapa jauh ia bisa melangkah?
"Lalu apa rencanamu?" tanya Exelina akhirnya.
Grayson tersenyum tipis, tatapannya penuh intrik. "Aku akan membuatnya menyesal karena pernah berpikir bisa menyentuhmu."
---
Di Kantor Grayson Walker
Hari itu, Exelina memutuskan untuk mengunjungi kantor Grayson, sesuatu yang jarang ia lakukan. Ketika ia masuk, semua mata tertuju padanya. Ia terbiasa dengan perhatian, tapi kali ini berbeda.
Beberapa staf berbisik, sebagian besar pria terlihat terpikat, dan para wanita memandangnya dengan iri.
Tiba-tiba, seorang pria berdiri di hadapannya.
"Kuharap kau tidak keberatan aku menemanimu ke ruangan Grayson, Exelina."
Exelina menoleh dan menemukan Liam Devereaux berdiri di sana, mengenakan jas hitam dengan senyum yang tidak bisa dipercaya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya tajam.
Liam tertawa kecil. "Aku punya urusan bisnis dengan Grayson, tapi melihatmu di sini adalah kejutan yang menyenangkan."
Exelina melangkah melewatinya, tapi Liam meraih pergelangan tangannya dengan lembut.
"Kau benar-benar menarik, kau tahu?" suaranya rendah, hampir seperti bisikan. "Aku mengerti kenapa Grayson begitu terobsesi denganmu."
Exelina menarik tangannya. "Jangan menyentuhku, Liam."
Liam tersenyum lebih lebar. "Kau terlalu defensif. Itu hanya akan membuatku semakin tertarik."
Sebelum Exelina bisa membalas, suara berat terdengar di belakangnya.
"Lepaskan dia."
Liam menoleh dan menemukan Grayson berdiri di sana, matanya gelap dengan amarah.
"Well, that was fast," ujar Liam santai. "Aku hanya mengobrol dengan tunanganmu."
Grayson berjalan mendekat, mencengkeram bahu Liam dengan kuat. "Aku tidak akan mengulanginya, Liam. Kau tidak punya urusan dengan Exelina."
Liam menatapnya tanpa takut. "Kau takut aku akan mengambilnya darimu, Walker?"
Tatapan Grayson berubah lebih gelap, lebih berbahaya. "Tidak ada yang bisa mengambil sesuatu yang sudah menjadi milikku."
Exelina melihat kedua pria itu saling menantang, seolah mereka hanya menunggu kesempatan untuk menghancurkan satu sama lain.
Dan di tengah permainan ini, ia adalah hadiahnya.
Tapi Exelina bukan wanita yang bisa dimiliki begitu saja.
Dia akan memastikan bahwa dia yang mengendalikan permainan ini, bukan sebaliknya.
---
TO BE CONTINUED…