|| Chapter-20 ||

1100 Words
"Boo aku lupa mau tanya sama kamu. Kemarin pas aku mau pulang, kamu kenapa deh masukin yang sama kartu platinum ke dalam tasku?" tanya Tiffany, saat menatap Bara yang baru saja datang. Jam menunjukan pukul lima sore dan Bara baru saja pulang dari dorm. Wajahnya terlihat sangat lelah, bahkan saat pulang dan duduk di samping Tiffany saja. Dia langsung memposisikan kepalanya di pangkuan Tiffany. Memeluk wanita itu, dan menyembunyikan wajahnya di perut Tiffany. Wanita itu terkikik kecil karena merasa geli. Bahkan Tiffany sampai mendorong wajah Bara ke belakang, agar sedikit menjauh dari perutnya. Hembusan nafasnya saja sudah terasa geli, apalagi sampai mendusel. "Capek sayang," jawabnya dengan suara kecil dan kembali mendusel kepalanya di perut Tiffany. Lagi-lagi membuat wanita itu tertawa kecil. "Bara geli..," pekik Tiffany. Bara bangkit dari rebahan nya, dan menaruh tangannya yang melewati kaki Tiffany. "Kamu kenapa sih nanya gitu tadi? Uangnya kurang?" Tiffany menggeleng, bukan masalah duitnya kurang atau tidak. Tapi kan Bara tidak perlu melakukan hal itu pada Tiffany. Dia juga masih punya uang waktu itu untuk pulang, cuman ya harus ke ATM dulu. "Aku mana tau. Lihat dompet kamu kosong habis belanja, jadi aku masukin aja duitnya ke tas sama kartu aku. Itung-itung buat belanja calon istri, sama gantiin uang kamu." Mendengar kata calon istri, entah kenapa Tiffany jadi geli sendiri. Dia pun terkikik sambil menghampiri Bara. “Tapi kan nggak gitu juga. Aku balikin ya?” Bara menggeleng dan meminta Tiffany untuk menyimpannya. Lagian kartu itu isinya juga tidak terlalu banyak. Bara akan mengirim uang pada Tiffany setiap bulannya nanti, untuk uang jajan dan juga kebutuhan Tiffany lainnya. Itu sudah menjadi tanggung jawab Bara saat ini. Pria itu memutuskan untuk mandi, dan meminta Tiffany untuk menyiapkan makan malamnya. Dia sangat lapar, ketika Tiffany mengirim picture tumis daging kesukaan nya. Walaupun rasanya tidak begitu enak, tapi lumayan lah masih bisa dimakan. “Hmm, aku udah siapin bajunya di tempat tidur.” ucap Tiffany. “Terima kasih sayang.” Tiffany mengangguk dan memanaskan masakannya kembali, menyiapkan makan malam untuk dirinya dan juga Bara. Kalau tahu dia bakalan pulang sesore ini, mungkin dia akan masak siang hari. Pagi harinya Tiffany masih bisa makan sama roti dan juga cemilan yang ada. Lagian Bara pergi juga tidak blang dulu. Sambil menunggu Bara selesai mandi. Tiffany melirik ponsel Bara yang tergeletak di meja. Tangannya terlalu gatal untuk mengambilnya, melihat isi ponsel itu. Tapi Tiffany juga yakin, jika dia mengambil ponsel itu. Sakit adalah hal yang akan dia dapatkan. Untuk menghindari rasa sakit, lebih baik dia masa bodo dengan ponsel Bara. Walaupun nantinya Bara memberikan ponselnya untuk diperiksa oleh Tiffany. “Sayang..,” Panggilan itu langsung membuat Tiffany tersenyum. Dia pun mengusap pipi Bara yang memeluknya dari belakang. Meminta pria itu untuk duduk di tempatnya dan menikmati makan malamnya. Tiffany meminta pada Bara untuk mengabarinya jika dia sedang pergi. Walaupun Tiffany belum bangun sekalipun, dia hanya khawatir saja ketika dia bangun dan Bara tidak ada. “Maafin aku ya, udah bikin kamu khawatir. Tadi, si babi telponnya mendadak. Cuma bahas kerja sama aja sih, besok aku ada pemotretan buat iklan.” jelas Bara. “Iya aku tau. Tapi kan kamu bilang sama aku, jangan jadikan aku mekanik doang di apartemen kamu.” Bara yang merasa tidak enak pun langsung memeluk wanita itu dan mengecup kening Tiffany. “Aku janji gak akan bikin kamu khawatir, kepikiran. Apapun yang aku lakukan, aku bakalan bilang sama kamu. Itu janji aku ke kamu.” Walaupun Tiffany tidak suka dengan janji, tapi demi Bara wanita itu memilih menganggukkan kepalanya. Untuk saat ini Bara adalah alasan satu-satunya Tiffany untuk bertahan. Setelah ini, entahlah alasan apalagi yang membuat Tiffany tetap berdiri di sampingnya. -Love (not) Blind- Niat hati ingin bersantai sejenak. Tiffany dikagetkan oleh tarikan dadakan dari arah belakang. Dia pun menolehkan kepalanya dan tersenyum kecil. Itu Bara, yang sedang menariknya dan menyandarkan kepala Tiffany di d**a lebarnya. Terlihat sangat nyaman kalau dilewatkan. “Lagi ngapain?” tanya Bara penasaran dengan isi ponsel Tiffany. Ketika melihat nama Jessica, pria itu tersenyum kecil. “Ternyata dia masih hidup? Aku pikir sudah die!!” “Jangan gitu dong. Sahabat aku dia itu.” Tiffany menyiku perut bara karena tidak terima dengan ucapan Bara. Hal itu bahkan mampu membuat Bara meringis kesakitan. “Lihat deh Bee, udah jelek, gendut, dekil, kucel, hidup lagi. Masa iya masih mau temenan sama dia.” Sekali lagi Tiffany menyiku perut Bara hingga membuat pria itu kembali meringis. Dia tidak peduli jika temannya itu memiliki fisik yang gemuk, dekil dan kucel seperti apa yang dikatakan Bara. Bagi Tiffany memiliki teman yang sefrekuensi dan sepemikiran itu paling susah nemunya. Apalagi kalau cuma punya temen yang pas enak aja datang dan pas susah mereka malah pergi. Itu mah, di pasaran juga banyak tanpa pilih pun juga bakalan dapat teman kayak gitu. Mendengar jawaban Tiffany yang panjang lebar membuat Bara tertegun. Selama ini dia bahkan tidak menemukan sisi manja Tiffany, yang ada Bara malah menemukan sosok baru dan lebih dewasa dari sebelumnya. Dengan gemas Bara mencubit pipi Tiffany hingga memerah, “Gemes banget sama pacar.” “Sakit tau..,” Tiffany menepis tangan Bara, dan mengusap pipinya yang mungkin saja memerah karena ulahnya. Cuma pipi Tiffany saja yang bisa di cubit sedangkan pipi Bara sama sekali tidak bisa dicubit. Terasa keras karena terlalu banyak tulang. Belum lagi Tiffany yang mengusap lengan Bara yang ada tatonya, membalik tangan itu dan nyatanya Tiffany malah menemukan tato kupu-kupu berwarna biru di lengan dalamnya. “Kupu-kupu ini..,” Dengan sengaja Tiffany menggantung ucapannya, dia pun mengusap lengan Bara. Hingga membuat pria itu tersenyum, menggenggam tangan Tiffany dan mengecupnya. “Lambang cinta kita.” lanjut Bara. Kupu-kupu ini pernah dilihat Tiffany saat di studio musik milik teman Bara. Dan Tiffany juga masih ingat, ketika Bara bilang kupu-kupu itu sementara akan ada ditangan Tiffany. Dan suatu saat nanti kupu-kupu itu akan pindah ke tangan Bara. Dan benar saja!! Kupu-kupu itu berada di tangan Bara dengan warna dan bentuk yang sama. “Suka?” ucap Bara. Tentu saja, siapa yang tidak akan suka dengan kupu-kupu. Apalagi Tiffany ini suka sekali dengan bunga, dan yang jelas akan suka dengan kupu-kupu, yang awalnya sangat menjijikkan. “Suka. Terlihat lucu, tapi pasti banyak yang bikin tato begini di tangan para fans mu.” ucap Tiffany cemberut. Bara mengeratkan pelukannya pada tubuh Tiffany, “Nggak peduli seberapa banyak fans aku bikin tato ini di tangan mereka. Tapi aku yakin, nggak akan ada yang sama seperti tato punya aku. Karena tato ini memiliki ciri khas dan inisial yang tersembunyi. Dibuat dengan awalan huruf T agar bisa menjadi kupu-kupu. Kalaupun ada yang tau rumus itu, tandanya dia pintar!!” -Love (not) Blind-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD