"Ini serius apa bohongan sih?"
Sanking kagetnya, Jessica langsung meminta Tiffany untuk menemuinya. Memastikan jika kabar Bara pulang itu adalah benar. Dan nyatanya saat Tiffany memamerkan pesan singkat Bara pada Jessica. Barulah wanita itu percaya dengan apa yang dikatakan Tiffany.
"Ingat rumah mau pulang juga? Tapi kalau dia pulang otomatis paparazzi banyak dong, yang meliput dia. Ini kenapa nggak ada berita sama sekali."
"Masalah berita nggak perlu dipikirin deh. Yang penting Bara pulang, itu sudah lebih dari cukup."
Seketika itu juga Jessica pun mendengus sempurna. Padahal jika artis papan atas, atau bahkan bisa sampai Go internasional itu berita macam ini sangat penting. Apalagi jika ada berita mereka kembali ke asal mereka. Perlu dicari tahu alasan dan juga kenapa mereka kembali. Karena album baru, atau mungkin karena tour promosi agar nama mereka melambung lebih tinggi. Tapi nyatanya Tiffany malah sama sekali tidak peduli dengan hal itu.
Untuk memastikan berita itu, Jessica langsung mengecek akun sosial medianya. Siapa tahu saja ada berita, atau foto tentang mereka yang sedang viral. Dan nyatanya, Jessica tidak menemukan apapun tentang mereka.
"La kok aneh." menunduk menatap ponselnya. Jessica sesekali membuka setiap postingan milik Bara. Dari empat personil yang ada, yang paling aktif atau paling bergaya adalah Bara. Laki-laki itu suka sekali posting foto atau kegiatannya hampir setiap hari. Bahkan hal tidak penting pun Bara posting. Seperti pesawat kertas.
Bukannya stalking, akun salah satu followers Bara. Tapi sejak dulu Jessica paling hafal dengan tingkah Bara selama ini.
"Haa, apaan Jes. Kamu ngomong sesuatu?" ucap Tiffany aneh.
Jessica mendongak dan mengunci ponselnya, lalu menatap Tiffany dengan heran. "Enggak. Kenapa emang?"
Mungkin saja Tiffany yang salah dengar. Dia memang mendengarkan suara, dan Tiffany pikir itu adalah Jessica, yang ada perempuan itu malah sibuk dengan ponselnya. Suasana cafe ini memang cukup ramai, mungkin saja itu tadi ucapan orang lewat atau meja sampingnya. Tidak mungkin juga Jessica yang berbicara. Yang ada jika itu Jessica, ya tentu saja Tiffany bisa mendengarkannya dengan baik.
Menjelang sore Tiffany memilih untuk pulang, selain Leon sudah menelponnya. Tiffany juga ingin memberitahu mbak Asih jika Bara akan pulang ke Ibukota. Dan untuk membuat mbak Asih tidak curiga juga, mungkin saja Tiffany bisa membuat berita bohongan ada berita kelanjutan dari ucapan Bara.
"Yakin mau pulang? Baru juga jam segini, nggak mau nonton dulu apa? Aku soalnya mau nonton sama Jayden." kata Jessica.
Tiffany menggeleng. Dia tidak ingin menjadi obat nyamuk diantara mereka. Aslinya mereka juga tidak memiliki hubungan yang pasti. Cuman, kedekatan mereka itu bisa di bilang hampir mirip dengan sepasang kekasih. Mereka juga bergandengan tangan, berpelukan dan juga berciuman. Jika ditanya status mereka hanya akan menjawab jika mereka itu adalah teman. Tapi apa iya teman bisa sampai ciuman? Kalau masalah pelukan dan juga gandengan tangan, mungkin masih bisa dikatakan wajar. Tapi kalau ciuman…, mungkin Tiffany harus banyak-banyak lihat google biar tambah pintar.
"Pulang dulu ya. Have fun ya Jes." kekeh Tiffany.
Jessica hanya mengangguk dan menatap teman satu-satunya itu pergi menggunakan taksi online. Kalau boleh jujur Jessica sangat kasihan dengan Tiffany. Perempuan polos yang memiliki hati lembut. Tidak mau membuat Jayden menunggu lama, Jessica pun segera pergi dan menuju gedung teater.
Beda tempat jika dengan Tiffany. Senyumnya tak kunjung luntur dari bibirnya. Pesan dari Bara yang menurutnya sangat langka itu, mampu membuat hati Tiffany berdebar. Itu hanya sebuah pesan singkat, tapi efeknya sangat luar biasa. Banyak sekali kupu-kupu yang tengah terbaring dalam diri Tiffany.
Ngomong-ngomong masalah kupu-kupu, Bara adalah salah satu laki-laki yang menyukai kupu-kupu. Padahal hewan lucu dengan warna mencolok, biasanya banyak sekali dikagumi oleh para perempuan. Tapi Bara adalah salah satu laki-laki yang menyukai hewan terbang itu.
Taksi yang ditumpangi Tiffany pun berhenti. Perempuan itu menoleh, dia pikir dia sedang berada di lampu merah atau mungkin sedang terkena macet. Ternyata dia sudah sampai di depan rumahnya sendiri.
Setelah membayar tagihannya, barulah Tiffany turun dari taksi onlinenya. Dia menuju ke dalam rumahnya dan bertemu dengan Leon.
"Papa…,"
-Chasing You-
Tarik nafas buang. Itulah yang dilakukan Tiffany sejak setengah jam yang lalu. Setelah Leon menelponnya dan meminta Tiffany untuk pulang. Ternyata di rumah Tiffany ada Mikhael, laki-laki itu tiba-tiba saja datang ke rumah Tiffany dan menikmati secangkir teh dengan Leon. Bukan itu yang membuat Tiffany berpikir keras. Tapi dari mana Mikhael tahu rumah Tiffany saat ini? Sedangkan saat laki-laki itu bertanya saja, Tiffany bahkan sama sekali tidak memberitahu Mikhael sama sekali.
Dan sekarang laki-laki itu tengah duduk di depan Leon sedang bermain catur. Leon sangat suka bermain catur yang katanya, bisa untuk mengasah otaknya. Tidak hanya itu, selain untuk mengasah otak, bermain catur juga bagus untuk menyusun strategi. Dulu Tiffany berpikir jika strategi yang Leon buat adalah untuk perang, atau melawan seseorang. Ternyata strategi yang dimaksud Leon adalah untuk pekerjaannya selama ini.
Dia jadi membayangkan jika Leon duduk dengan bara bukan dengan Mikhael. Bermain catur dan bercanda tawa bersama. Membayangkan saja membuat Tiffany tertawa kecil, apalagi jika hal itu terjadi. Ah betapa bahagianya Tiffany saat ini.
"Skak…,"
Teriak kencang itu membuat Tiffany mengerjapkan matanya berkali-kali. Bisa-bisanya dalam hal ini, dia masih bisa membayangkan Bara dalam pikirannya. Menepuk jidatnya kecil Tiffany langsung menghampiri Leon dan duduk di sampingnya.
Dulu, Tiffany ingin sekali membawa Bara dan mengenalkannya pada Papanya. Tapi sayang nya, laki-laki itu banyak alasan dan selalu bilang kalau belum siap bertemu dengan papa Tiffany. Padahal maksud Tiffany itu baik, dia hanya mengenalkan Bara pada Leon. Agar Leon tahu jika anaknya mencintai laki-laki yang bernama Bara Cavero.
"Papa jangan teriak. Nanti tetangga pada kabur semua." kata Tiffany cekikikan.
"Hih mana ada. Rumah segede gini, kalau tetangga denger hebat dia!!" jawab Leon tidak terima.
Lagian itu tetangga kurang kerjaan sekali, jika sampai mendengar teriakan Leon. Kecuali jika memang tetangga itu menguping apa yang Leon ucapkan.
"Papa ngeyel mulu kalau dibilangin." Tiffany melipat tangannya di dadanya, dan menunjukkan wajah cemberutnya.
Tentu saja hal itu langsung membuat Leon maupun Mikhael tertawa kecil. Leon mengusap kepala Tiffany dengan lembut, lalu menatap Mikhael dengan tersenyum tipis.
"Papa lapar, beliin nasi Bebek dong."
"Tuh kalau lagi sayang-sayang gini pasti ada maunya."
"Ya ampun anak Papa pinter banget sih."
Tiffany mendengus dia pun meminta uang dua ratus ribu rupiah untuk membeli nasi bebek pesanan Leon. Lagian yang makan juga tidak hanya mereka berdua, ada mbak Asih dan juga Mbok Darmi. Jika Tiffany membeli sesuatu, dia pasti tidak lupa untuk membelikan dua asisten rumah tangganya dan juga supirnya.
Berhubung kali ini ada Mikhael, Leon malah meminta laki-laki itu untuk mengantar Tiffany membeli makan. Padahal Tiffany berpikir jika Mikhael akan pulang, dan Tiffany berangkat sendiri mengendarai mobil miliknya. Mobil honda Brio yang sama sekali belum disentuh, semenjak Leon membelikannya untuk Tiffany. Sekalipun Tiffany belum pernah mengendarai mobil itu. Karena Leon selalu saja melarangnya.
"Kita mau beli dimana nasi bebeknya?" tanya Mikhael saat menatap deretan penjual nasi bebek pinggiran jalan.
Tiffany terdiam sejenak, dia menatap banyak deretan nasi bebek dengan seksama. Lebih tepatnya membandingkan. Kalau ramai pasti rasanya enak. Tapi rata-rata nasi bebek itu yang paling enak sambalnya, jika terasa ya rasanya pasti enak. Walaupun tempatnya sepi, karena memang banyak sekali penjual nasi bebek di pinggiran jalan ini ini.
Mengingat nasi bebek ini, Tiffany jadi ingat saat pertama kali Bara mengajaknya makan nasi bebek tengah malam. Tiffany harus kabur lewat pintu samping rumahnya yang dekat dengan kolam renang. Yang tangganya langsung menuju samping kamar Tiffany. Untung saja Leon tidak menyadari jika Tiffany telah hilang untuk waktu dua jam bersama dengan Bara. Laki-laki itu suka lapar tengah malam, pecinta es kopi americano di pagi hari. Apa iya kebiasan itu masih melekat dalam dirinya sampai saat ini? Bahkan setelah debut, hanya sekedar menyapa hai saja sangat sulit untuk Bara dan Tiffany.
"Tif, melamun? Kita mau beli makannya dimana?" tanya Mikhael kembali.
Tiffany menggeleng, "Kita beli di dekat gedung empat lima aja ya. Disana kesukaan Papa." jelas Tiffany sendu. Bukan Leon melainkan Bara.
-To Be Continued-