Sarah tau kalau dirinya tidak mungkin bisa berlibur sekarang ini, terutama jika ia ingin mengambil cuti panjang untuk menenggelamkan dirinya di laut, atau bermain di padang gurun pasir, atau mungkin berkunjung ke Negara yang selalu memiliki salju setiap saat.
Ia tidak akan bisa, rumah sakit sangat membutuhkan nya sampai akhir bulan ini. Padahal dia sudah lama tidak cuti, meski ia sangat mencintai pekerjaannya, ia tetap membutuhkan liburan sejenak.
Ini semua karena Diana sebagai kepala rumah sakit dan juga mantan Wali kota yang kini usianya sudah lebih dari lima puluh tahun itu berlibur seenaknya selama dua bulan menyebabkan semua operasi besar yang berisiko, harus di back up oleh Sarah semua.
Semua loh, SEMUA.
Sudah sebulan jadwal operasi cukup penuh, kebanyakan karena akibat perang, beberapa luka dan juga penyakit yang merebak selama perang dan masih belum tersembuhkan, dan masa lembur Sarah masih tersisa satu bulan lagi. Padahal perang sudah selesai hampir dua tahun yang lalu, tapi efeknya sangat besar hingga kini.
Meski begitu, Sarah harus bersyukur, karena jumlahnya tidak sebanyak bulan-bulan kemarin, kini pasien sudah cukup berkurang karena sebelum Diana berlibur panjang, ia menyempatkan lembur dan mengerahkan segala tenaganya meskipun Diana sendiri belum pulih.
Bisa ibaratkan, Sarah mengurus sisa pasien yang memang sengaja di sisakan oleh Diana, pembimbing-nya.
Padahal gadis bersurai merah jambu itu belum mendapatkan istirahat yang benar sejak perang dunia berakhir, kini malah harus menjadi kepala rumah sakit secara mendadak.
Tapi memang, kalau bukan Sarah mau siapa lagi? Tidak ada dokter muda yang setimpal dengan dirinya dan Diana di kota kecil Leafield ini.
Bahkan kemampuan Sarah sebagai dokter itu lebih unggul dari pada Diana sekarang, karena dia mampu meracik banyak ramuan obat yang lebih efektif. Beruntung, Sarah mendapat jadwal libur tiga hari untuk minggu ini karena jadwal operasi besar tiga hari ke depan telah kosong.
Jika operasi kecil atau pengobatan biasa, tim medis yang lain bisa melakukan tanpa bantuan seorang Sarah Vleryn. Gadis yang cukup jenius di sini.
Mungkin, ya mungkin. Kadang ketika sedang libur, mendadak selalu ada panggilan darurat.
Sarah menghela nafas panjang dan meregangkan tubuhnya, tidak ada yang lebih baik di pagi hari selain menghirup udara segar di kursi dekat gerbang kota. Perbandingan jumlah pohon disana lebih banyak dari tempat lain hingga udaranya sangat menyejukkan.
Di tambah lagi, kursi itu merupakan tempat kenangan pahit dan manis Sarah seumur hidupnya di Leafield. Saksi bisu segala yang terjadi diantara dirinya dan Jack Buckingham, mantan buronan seluruh negeri.
Mereka tidak bersama pada akhirnya, tapi Sarah tidak terlalu memikirkan hal itu, toh ia dan Jack memang tidak pernah memulai apapun.
Jadi Sarah tidak terlalu banyak berharap, lagi pula, Sarah sendiri beberapa kali pernah berkencan dengan pria hebat. Hanya saja terkadang dia..
"Aku merindukannya..." Sarah bergumam pelan, seraya merasakan angin pagi membelai rambutnya yang mulai panjang, ia belum memotongnya lagi, ia sendiri tidak ingat kapan terakhir kali ia memotongnya.
"Rindu siapa?" Suara berat itu terdengar begitu saja.
Sarah terperanjat, "Aish! Pak Calvin!"
"Yo, Sarah." itu adalah suara Calvin Alistair, — Wali kota Leafield yang menjabat saat ini— yang seharusnya sekarang berada di ruangan nya, malah ada di sini bersama Sarah.
Pria itu datang secara tiba-tiba dan sukses membuat Sarah hampir kehilangan kontrol atas jantungnya.
Sarah mendengus pelan, "Ini bahkan sudah jam delapan pagi, memangnya Wali kota tidak sibuk ya? Tidak bosan ya menggangguku setiap aku sedang libur?"
Calvin, pria berambut ash gray dengan masker yang khas yang menutupi wajahnya itu tersenyum di balik maskernya, ia sudah menduga Sarah pasti akan menggerutu jika Calvin datang di pagi liburnya.
Habis mau bagaimana lagi, sulit sekali untuk sekedar mengobrol dengan Sarah jika bukan hari libur, mantan muridnya di sekolah saat ia masih menjadi guru itu selalu sibuk. Mereka berpapasan setiap hari memang, tapi hanya untuk sekedar saling sapa.
"Ha... jadi kau sedang libur hari ini?" Calvin dengan antusiasme palsu nya membuat Sarah memutar matanya bosan.
"Pura-pura tidak tau,” gerutu gadis itu.
Tapi mengapa Calvin ingin berbincang dengan Sarah? Ia sendiri tidak tau. Mungkin karena Sarah satu-satunya murid yang ada di dekatnya saat ini. Bisa di bilang Calvin rindu, dan Sarah lah yang ada di hadapannya setiap saat ia merasakan rindu pada murid-muridnya, khususnya yang membuat kelompok dengan Sarah.
Jadi sudah rutinitas Calvin akhir-akhir ini mengganggu gadis itu saat ia sedang luang.
"Aku punya sebuah penawaran cukup bagus untukmu, kali ini," Calvin menunggu Sarah memberikan atensi padanya, sepenuhnya, karena gadis itu sedari tadi hanya menatap kosong ke depan, padahal Calvin ada di sampingnya.
"Apa itu, Pak Guru?" Sarah penasaran tapi tidak antusias, Calvin bahkan bisa melihat jelas kalau gadis itu sedang dalam masa stres.
"Tapi bersyarat," Calvin berbisik kemudian. "Cukup menggiurkan loh untuk di ambil."
Sarah menghela nafasnya. "Jangan bercanda Guru. Kau seperti akan memberiku pekerjaan di waktu yang sibuk ini."
Ia bersandar di bangku dan berlipat lengan. "Kenapa harus bersyarat?" Sarah bertanya kemudian.
"Namanya juga penawaran, tidak mungkin di berikan secara gampang." Jawab Calvin.
"Jadi apa itu? Aku mulai sedikit penasaran." Sarah mulai tidak sabar, tatapannya jadi menggebu-gebu pada Calvin.
"Liburan ke pantai Namira selama tiga hari atau mungkin lebih, minggu depan." Calvin berseru pelan, senyumnya masih Calvin pertahankan di balik masker itu meski hanya mata sipit yang terlihat oleh Sarah.
"Lalu?"
"Syaratnya, kau harus menemaniku besok ke kota Sandfield untuk jamuan pesta peringatan jabatan Wali Kota, tidak ada yang bisa ku ajak pergi selain dirimu." Calvin menjelaskan.
Kota Sandfield merupakan tempat di mana mantan kekasih Sarah yang lain menjabat jadi wali kota saat ini. Kota yang di kelilingi gurun pasir dan kering namun sekarang sudah menjadi lebih baik selepas masa perang.
"Nah, kau mendapat Liburan ke pantai Namira yang kau inginkan secara gratis, setelahnya."
Tawaran yang menggiurkan mengingat Sarah sangat ingin pergi ke pantai Namira, yang berada di kota sebelah. Pantai yang terkenal dengan keindahannya semenjak kota itu sudah berkembang pesat, destinatisi wisata disana sangat memanjakan mata.
Namun mendengar syaratnya membuat Sarah berpikir keras, kenapa Calvin menawarkan hal ini padanya? Sekarang ada modus apa lagi kira-kira ya?
"Kenapa aku?" Sarah bertanya. "Kau bisa mengajak yang lain untuk pergi kesana."
"Sudah kubilang kan, tidak ada yang bisa aku ajak selain dirimu." Calvin menjawab, "Aku tidak terbiasa kalau harus dengan gadis lain."
"Tuan Yamada, kau harusnya ajak dia!" Sarah berseru pelan. "Dia kan asisten mu."
"Dia bukan seorang gadis, Sarah." Calvin mendengus kesal. "Harus perempuan, gadis. Itu syarat acara di Sandfield."
"Hm, Bagaimana dengan Nyonya Keena?" Sarah sepertinya akan mengabsen satu persatu orang terdekat Calvin.
"Haruskah aku mengajak seorang janda ke pesta semacam itu Sarah?" Tukas Calvin yang semakin jengkel. "Sudah pasti akan mengundang perbincangan yang tidak di harapkan, dia juga tidak akan nyaman di sana, apalagi anaknya masih balita. Siapa yang akan jaga."
"Tapi kenapa harus aku?" Sarah bertanya lagi. "Aku tidak pernah datang ke acara seperti itu sebelumnya, kurasa kau terlalu aneh kalau mengajakku, Guru. Aku dulu muridmu."
"Kau butuh liburan, aku memberimu anggaran, syaratnya hanya datang ke sana bersamaku, sudah cukup." Calvin bersikeras. "Memang kenapa kalau kau muridku? Kau seorang perempuan, lalu masalahnya dimana?"
Justru itu masalahnya, apa Calvin tidak pernah memandang Sarah sebagai seorang perempuan? Perempuan sesungguhnya. Bukan seorang murid. Sarah mendengus kesal, apa Calvin tidak sadar ajakannya terdengar seperti sedang mencari teman kencan?
"Lagi pula, status mu sebagai muridku sudah berakhir sejak beberapa tahun lalu."
Tentu saja, selama ini Calvin hanya dekat dengan satu gadis yaitu Sarah. Memangnya ia bisa mengajak siapa lagi? Ia cukup sadar diri untuk tidak mengajak sembarang gadis.
Calvin sendiri kesal, syarat pesta yang di berikan Saga –walikota Sandfield— mewajibkan dirinya untuk membawa seorang gadis, sebagai kencannya di pesta tersebut.
Tapi tentu saja Calvin tidak memberitahu Sarah kalau ini kencan, lagi pula Calvin juga tidak memiliki pilihan lain, selain Sarah.
Ia bisa saja mengajak Nathan dan menyuruh muridnya yang juga sahabat dekat Sarah sejak sekolah dasar itu untuk berdandan jadi seorang perempuan, tapi Nathan sedang dalam pekerjaan di luar kota bersama Hana, calon istrinya, untuk mempelajari struktur kemajuan teknologi disana agar bisa di terapkan di Leafield saat masa jabatan Calvin sebagai Walikota berakhir dan di gantikan oleh Nathan.
Di kota kecil ini, pemilihan Wali Kota bukan hanya oleh warga saja, namun juga ada keputusan penting dari para petinggi yang akan memilih secara mutlak setelah warga memberikan kandidat dengan adil.
Setelah perang berakhir banyak tokoh penting di kota yang sibuk keluar dalam jangka waktu yang lama, mencari pengetahuan baru untuk di terapkan di sini, kecuali Sarah, ia adalah berlian yang di lindungi Kota ini.
Calvin juga tidak mungkin mengajak Jack yang sedang melakukan menjalani masa hukuman sebagai buronan dengan melakukan perjalanan penebusan dosa. Ia bahkan tidak tau Jack ada dimana, kalau pun tau, Jack juga tidak akan mau di ajak oleh Calvin.
Ya, Sarah, Nathan dan Jack adalah tiga murid kesayangan Calvin semasa dirinya menjadi guru dan pembimbing mereka, bertahun-tahun lalu.
"Jadi bagaimana?" Calvin memastikan tawarannya tidak di tolak mentah-mentah.
Sarah menghela nafas, ia tidak pernah memprediksi akan datang ke acara seperti itu sebelumnya. Tapi bukankah hari liburnya akan lebih bermanfaat? Sarah bisa menganggap ini refreshing, lagi pula ia sudah lama tidak ke Sandfield.
"Tapi Guru, minggu depan liburku hanya satu hari." Terlihat kekecewaan yang jelas di raut wajah Sarah.
"Minggu depannya lagi juga tidak masalah, penawaranku tidak terbatas dan bisa kau ambil kapan saja, asal kau benar-benar pergi denganku besok. Maka liburanmu akan terjadi."
"Hanya denganmu saja? Kita berdua saja yang ke sana?" Sarah tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya.
Calvin tertawa pelan, "Tentu saja, kau pikir kita mau doubledate pergi bersama pasangan yang lain? Ini, pesta hanya untuk para Wali Kota di negeri ini bukan acara sembarangan. Kau beruntung aku ajak."
"Apa?"
"Sudahlah, sebaiknya aku pergi! Aku terlambat." Calvin pergi dengan cepat dan masih bisa berteriak. "Besok jam lima pagi kau harus sudah di gerbang Kota, kita akan naik kereta!"
Sarah yang belum sempat berkata apa-apa hanya melongo, Calvin membuat Sarah tiba-tiba merasakan hal aneh pada pipinya yang mulai bersemu, gadis itu menepuk pipinya sendiri dan berkedip berkali-kali.
"A-apa Guru baru saja mengatakan tentang p-pasangan? Apa maksudnya coba?!"
Sarah berpikir lagi, dia kan sedang lembur dan minggu ini sisa liburnya hanya tinggal dua hari, bagaimana bisa dia pergi ke Sandfield dan meninggalkan tanggung jawab di rumah sakit?
To Be Continued...