Empat

1590 Words
Esoknya, Kama berangkat seperti biasa dengan mengendarai mobil yang dia dapatkan sebagai hadiah dari Papanya saat dia lulus kuliah dengan IPK paling tinggi di Jurusan. Yang dia harapkan adalah agar dia tidak bertemu dengan Pita dulu sementara waktu, dia berharap agar gadis itu dibuat sibuk dengan pekerjaannya sebagai karyawan baru sehingga tidak akan berpapasan dengan dirinya walaupun kantor mereka bersebelahan. Dan untungnya harapannya itu terkabuk, begitu dia dengan selamat tiba di ruangan kerjanua tanpa harus berpapasan dengan Pita. Ini sebuah awal hari yang baik. "Duh si Kece, seperti biasa ya. Rapi banget hari ini." Menoleh sekilas, Kama kemudian langsung bergerak ke arah meja kerjanya tanpa membalas omong kosong yang dilontarkan oleh Ina, teman satu tim nya di personalia. Ina adalah wanita yang baru setengah tahun lalu menikah, sebelum menikah Ina dikabarkan pernah menyukai atasan mereka sebelum kemudian patah hati setelah tahu bahwa atasan mereka sudah menikah bahkan memiliki satu anak yang lucu. "Ck, sombong banget kayak biasa," keluh wanita itu sambil duduk kembali di bangkunya. Kama hanya tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya pelan, satu tangannya tergerak menyalakan CPU komputernya, bersiap untuk bekerja dalam beberapa menit lagi. "Maklumin aja, Na. Soalnya sekarang Kama itu udah punya pacar." Mendengar sahutan dari Aris, mata Kama langsung membulat. Dia bahkan sampai reflek memutar kursi duduknya hingga menghadap pria yang berjarak dua tahun lebih tua darinya itu. "Ngomong apa sih? Jangan sebar gosip yang enggak-enggak dong," protes Kama tegas. Namun ekspresi garang dan kesal yang dia tunjukkan memang tidak pernah bekerja dengan baik jika di depan pria menyebalkan seperti Aris. Kadang kala Kama selalu merasa bahwa Aris ini mirip dengan Reka, walaupun Aris bisa dibilang dalam versi yang lebih baik. "Udah lah, Ka. Jangan ngelak lagi. Kemarin gue lihat lo makan berdua di kafe yang di ujung jalan bareng sama cewek yang cantiiikk banget. Gue bahkan hampir enggak percaya kalau itu elo," tukas pria itu mengemukakan asumsinya. Kening Kama berkerut, sebelum kemudian dia mendesah pelan saat menyadari siapa wanita yang sedang dibicarakan oleh Aris. "Itu bukan cewek gue, dia teman SMA yang kebetulan kerja di sebelah. Makanya karena udah lama enggak ketemu, dia ngajak gue ngobrol," ralatnya cepat. Situasi seperti ini sama sekali tidak membuatnya senang, dia tidak ingin kalau seisi ruangan ini salah paham terhadap dirinya dan Pita hanya karena melihat dia dan Pita duduk bersama di kafe. Kini tatapan percaya diri Aris mulai berubah, pria itu menggeret kursi miliknya hingga mendekati Kama. Pun dengan Ina dan yang lain, yang juga kini tampak penasaran dengan cerita apa yang akan Kama berikan. "Beneran? Padahal gue udah girang pas ngira kalau dia cewek lo, kan gue sebagai kakak lo ini merasa senang kalau adiknya yang jomblo seumur hidup akhirnya punya pacar," kata Aris agak kecewa. Kama berdecak keras, menatap sengit pada pria berambut cepak itu. "Gue enggak pernah jadi adik lo," tandasnya kesal. Aris tertawa, menikmati reaksi Kama yang selalu berlebihan jika dia mempermainkannya seperti ini. "Tapi beneran enggak ada apa-apa, Ka? Soalnya lo kan selama ini hampir enggak pernag jalan berdua sama cewe. Eh, atau gue nya aja yang enggak tahu?" tanya Ina dengan penasaran. Padahal hari masih baru akan dimulai, namun Kama merasa begitu lelah akibat gosip murahan yang dibawa oleh Aris ke ruangan ini. "Iya beneran, dia cuma temen gue. Dan lagi lo enggak salah, Na. Gue emang enggak pernah jalan berdua sama orang lain, bukan cuma cewek, tapi cowok juga, karena gue enggak punya teman," terangnya dengan nada lelah. Sedetik kemudian Aris mendesah kecewa sambil memegangi dadanya. "Ini ya, yang namanya sakit tak berdarah? Padahal selama ini gue udah anggap lo sebagai teman baik gue, tapi lo malah enggak nganggep gue sebagai teman lo," ujar pria itu dengan tampang terluka. Menatap datar Aris, dengan sengaja Kama mengangkat jari tengahnya dan mengahadiahkan kepada Aris. Bukannya kesal, pria itu malah tertawa terbahak menanggapi aksinya yang terbilang kasar itu. Kama tersenyum kecil, ini lah yang membuat dirinya berah berada di kantor ini. Bukan karena ini merupakan perusahan besar sehingga gaji yang dia peroleh juga besar, namun karena dia merasa cocok dengan teman yang berada satu tim dengannya. Mereka semua sudah bersikap baik sejak awal. Di tengah obrolan kacau mereka, seseorang tiba-tiba saja masuk, kemudian langsung menempati satu bilik yang selama setengah bulan ini kosong karena, Nanda yang sebelumnya menempati bilik itu, resign setelah mengalami kecelakaan. Kama mengernyit melihat sosok wanita bertubuh tinggi langsing itu dengan santai meletakan tas yang dia kenakan, mengabaikan sosok lain yang berada di ruangan ini termasuk dirinya. Dia mengangkat pandangan, bertukar pandang dengan Aris dan juga Ina yang sama bingung dengannya. Merasa lebih senior daripada yang lain, Aris kemudian bangun dari duduknya dan berjalan mendekati gadis yang baru saja datang itu. "Pegawai baru?" sapanya ramah. Si gadis langsung mendongak, kemudian tersenyum tipis. "Ah iya. Maaf kalau saya lupa menyapa semuanya. Saya Yumna Rumaisha, pegawai baru yang baru mulai kerja hari ini. Mohon bantuannya," kata gadis itu dengan menatap Aris, kemudian berpindah ke satu persatu orang yang ada di ruangan. Kama hanya menatap sebentar, tangannya membetulkan letak kacamata miliknya yang sedikit merosot sebelum kemudian mulai fokus pada layar komputer di depannya. Entah kenapa dia langsung tidak menyukai gadis yang kurang memiliki sopan santun itu. ~ Bahkan belum satu hari wanita bernama Yumna Rumaisha itu bekerja, namun gadis itu sudah berhasil menarik perhatian semua orang, bukan hanya dari teman satu timnya, namun juga dari hampir semua orang di perusahaan itu. Alasannya, bukan karena Yumna adalah gadis yang cantik dengan tubuh tinggi dan juga badan yang langsing sempurna, bukan juga karena gadis itu sangat kompeten hingga membuat semua orang kagum. Masalahnya justru karena ternyata, Yumna adalah tipe orang yang akan langsung mengutarakan apa yang dia pikirkan dengan gamblang tanpa memikirkan hal itu akan menyakiti orang lain atau tidak. Tapi sisi positif dari gadis itu adalah, karena Yumna juga tidak segan untuk meminta maaf jika dirasa dirinya salah. Hal yang biasanya sulit dilakukan oleh orang lain. Hari ini, Kama sudah dibuat kehilangan kata-kata oleh Yumna sebanyak tiga kali. Pertama, saat Yumna yang merupakan pegawai baru tanpa  segan mengomentari pekerjaan milik Aris yang dinilai terlalu bertele-tele dan tidak menyampaikan pokok masalah dengan baik. Padahal Aris adalah yang paling senior disana, namun Yumna seakan tidak merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Ketika Aris bertanya, apa yang mendasari komentar gadis itu, Yumna dengan yakin berkata, "Harusnya ini cuma berisi alasan konkret kenapa tim kita menyarankan perekrutan dilakukan secara terbuka dengan Presiden Direktur sebagai pemantau utama. Hal-hal seperti latar belakang masalah, bukankah sudah ada di bagian lain, Kak?" Sebutan 'Kak' yang disematkan oleh Yumna pada Aris lah yang membuat saat itu Kama tertawa tanpa bisa ditahan, dan juga menjadi air yang menyiram Aris sehingga pria itu dapat menerima masukan yang diberikan oleh Yumna dengan tangan terbuka. Lalu hal kedua adalah saat dengan wajah dan ekspresinya yang datar, Yumna mengomentari salah satu pegawai dari divisi markering. Semua orang mengenalnya dengan nama Marcia, yang selalu mengenakan pakaian terbuka tanpa segan di lingkungan kantor. Yumna yang saat itu berada di kantin yang sama berkata, "Kalau kamu pakai rok sependek itu, kamu sendiri yang akan kesulitan saat duduk. Paha kamu akan langsung keliatan dengan jelas." Sesungguhnya ucapan itu dikatakan dengan nada pelan hinga kemungkinan orang lain tidak dapat mendengar dengan jelas, yang membuat Kama bisa mengetahui ucapan itu adalah karena dia dan tim personalia yang lain berada di meja yang sama dengan Yumna. Dan gadis itu mengomentari cara berpakaian Macrcia saat pegawai Marketing itu melintas di dekat meja mereka. Kama bahkan masih ingat betapa merah padamnya wajah Marcia, entah gadis itu malu atau marah setelah mendengar ucapan Yumna. Namun begitu, Yumna sempat meminta maaf karena dirasa dia agak tidak sopan karena berkomentar di awal pertemuan, meskipun ungkapan permintaan maafnya diabaikan oleh Marcia yang sudah terlanjur tersinggung. Dan yang ketiga adalah saat ini, saat tanpa diduga Yumna mendatangi bilik kerjanya. "Apa?" tanya Kama tidak mengerti. Gadis itu hanya berdiri menjulang di depannya, menunduk menatap langsung ke arah wajah Kama hingga membuat Kama salah tingkah. "Mata kamu bagus," kata gadis itu kemudian. Kama terkejut, dia langsung membenarkan letak kacamatanya agar Yumna tidak dapat melihat ke dalam matanya. Dia juga mengedarkan pandangan, memastikan jika teman-temannya yang lain tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh gadis di depannya. Dia kehilangan kata-kata, hanya bisa membuka dan menutup mulut tanpa bicara. Lalu setelah menarik napas dan kemudian membuangnya perlahan, Kama mengulas senyum tipis sambil berujar, "Makasih." Hanya itu. Lantas Yumna mengangguk, dan berbalik badan kembali ke biliknya. Beberapa saat Kama memandangi gadis itu yang tampak serius dengan pekerjaannya. Seumur hidupnya dia baru melihat ada orang yang memiliki sikap begitu lurus seperti Yumna. Seakan Yumna sama sekali tidak bisa menyimpan rahasia, lalu gadis itu mengeluarkan semuanya lewat kata-kata. Seakan-akan wanita itu tidak takut akan apapun, tidak merasa khawatir jika saja ucapannya membuat orang lain merasa sakit hati. Kama mendesah berat, kembali memegangi keyboard komputer di depannya. Ke depannya mungkin dia dan yang lain harus lebih terbiasa dengan sifat Yumna yang seperti itu. Karena sifat Yumna itu bukannya buruk, hanya saja entah kenapa terlihat sedikit berbahaya. Tapi Kama tiba-tiba terpikir, apa selama ini tidak pernah ada yang menegur sikap terus terang Yumna itu? Apa selama ini tidak ada seorang pun yang merasa tersinggung dengan perkataan yang diucapkan oleh Yumna dengan gamblang? Sekali lagi dia menoleh ke arah Yumna, terkejut saat ternyata Yumna tiba-tiba saja menoleh juga kepadanya. Kama terdiam, dia semakin terkejut saat Yumna mengulas senyum tipis sambil megangguk sekilas padanya. Dirasa kurang sopan jika dia hanya memalingkan wajha begitu saja, maka Kama juga ikut tersenyum lalu mengangguk juga seperti yang dilakukan oleh Yumna tadi. Setelahnya dia benar-benar merasa bahwa apa yang dia lakukan terlihat seperti orang bodoh. ~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD