Pukul lima sore hari, dan Kama sudah bersiap dengan menenteng tas kerjanya untuk segera pulang. Dia memiliki rencana untuk pulang lebih cepat agar tdiak lagi berpapasan dengan Pita. Bukan dia berniat jahat dengan menghindari gadis itu, hanya saja ini adalah bentuk pertahanan dirinya agar tidak kembali jatuh hati kepada gadis itu.
"Mau langsung pulang? Ada food court waffle baru loh di Mall, lo enggak mau coba dulu?"
Satu tahun bekerja dalam tim ini, hampir semua orang tahu jika Kama adalah penggila waffle. Kemana dan kapan pun dia pergi, jika dia melihat makanan itu dijajakan, maka Kama akan langsung membelinya tanpa pikir panjang.
Tapi kali ini dia menggeleng, membuat Ina dan Aris terperangah menatapnya.
"Enggak dulu, gue mau langsung pulang terus rebahan," jawabnya.
Setelah mengatakan itu, Kama langsung menganhkat tangan untuk memberikan lambaian kecil pada semua temannya. Lantas dia berjalan keluar menuju parkiran karyawan. Tapi langkahnya kemudian terhenti saat melihat penampakan yang familliar. Dia jadi teringat jika tadi di ruangan, sosok itu sudah tidak ada. Luar biasa sekali, anak baru tapi sudah pulang lebih dulu daripada para senior yang belum pulang.
Merasa tidak memiliki urusan dengan wanita itu, Kama bergegas berjalan untuk menghampiri mobilnya. Tapi begitu dirinya sampai di parkiran karyawan, dia kebingungan karena tidak ada mobil yang menanggapi kode kunci yang dia tekan sejak tadi.
Kama terdiam, dia yakin sekali tadi pagi dia membawa mobil saat datang. Lalu kemudian saat teringat jika dia memarkirkan mobilnya di depan gedung setelah tadi siang sempat keluar untuk bertemu dengan klien, dia langsung menepuk dahinya sebelum kemudian berlari ke arah depan.
Kama tersenyum lega saat mendapati mobilnya memang ada disana. Tapi langkah kakinya tidak langsung menuju ke arah mobilnya, melainkan ke arah Yumna yang ternyata masih berdiri seorang diri di depan gedung. Gadis itu tidak melakukan apapun, hanya menunduk sambil menatap mobil city car berwarna merah yang ada di depannya. Menimbang sesaat, dengan sedikit ragu akhirnya Kama berjalan menghampiri gadis itu.
Bagaimana pun mereka ada di tim yang sama, akan menjadi canggung jika saat ini dia berpura-pura tidak tahu padahal Yumna jelas-jelas ada di depan matanya.
"Kenapa?" tanya Kama.
Gadis itu menoleh, beberapa saat memandangi Kama sebelum kemudian menunjuk ke arah ban mobil di depannya yang kempes. Benar-benar kempes.
"Mobil kamu?" tanya Kama. Dia menunduk sedikit saat memegang ban mobil itu, rasanya ban ini seperti sengaja dikempeskan oleh seseorang.
"Iya. Tad pagi masih oke, tapi ternyata sekarang udah begitu," jawab Yumna dengan nada tenang.
Kama bahkan sampai menoleh ke arah gadis itu untuk melihat bagaimana ekspresi yang saat ini ditunjukkan oleh Yumna. Biasanya, wanita akan panik dalam keadaan seperti ini. Setidaknya mungkin akan terlihat sedikit gelisah, namun yang terjadi pada Yumna justru menakjubkan. Gadis itu hanya menatap datar ban mobilnya tanpa terlihat cemas sedikitpun.
"Terus kamu pulangnya gimana? Ada bengkel langganan yang bisa dipanggil kesini?" tanya Kama, memilih abai dengan aksi gadis di depannya.
Dengan tenang, Yumna menggeleng.
"Kayaknya saya harus pulang naik ojek. Mobilnya saya tinggal disini, aman engga?" tanya gadis itu.
Kama tidak langsung menjawab, dia terdiam sambil menatap mobil di depannya. Dia berpikir apa yang terjadi jika mobil Yumna ditinggal disini tanpa memanggil bengkel? Toh sampai besok juga mobilnya akan tetap dalam keadaan kempes, atau mungkin lebih parah dari sekarang.
Dia lalu merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel miliknya.
"Saya ada kenalan bengkel, kalau kamu mau, saya bisa hubungi dia sekarang buat benerin mobil kamu," usul Kama pada akhirnya.
Agak aneh menggunakan kata sebut 'saya' di saat dia menggunakan kata 'gue' kepada semua teman dalam tim nya. Namun karena sudah terlanjur, Kama tidak mungkin bisa mengubah itu karena akan terkesan aneh.
"Boleh deh," jawab Yumna.
Kama mengangguk, dia langsung mendial nomor salah satu temannya yang selama ini menjadi langganan servis Kama jika mobilnya sudah butuh perawatan. Percakapan itu berlangsung tidak lama karena Kama hanya meminta agar temannya datang ke kantornya, menjelaskan secara singkat jika ada mobil yang bannya kempes.
"Rumah kamu dimana?" tanya Kama pada Yumna.
Seharusnya dia tidak melakukan lebih banyak dari sekedar memanggilkan bengkel, namun karena hari sudah semakin sore, terlihat dari warna langit yang orange sepenuhnya, membuat Kama tidak bisa meninggalkan Yumna begitu saja. Walaupun sebenarnya gadis yang sedang berdiri di sampingnya ini sama sekali tidak terlihat sebagai gadis yang lemah.
"Perumahan Griya kencana," jawab gadis itu.
Kama mengerjap pelan, syukur lah rumah mereka ada di arah yang sama sehingga Kama tidak harus memutar jalan atau membuang banyak waktu di jalanan yang pasti sudah macet parah.
"Saya antar kamu pulang aja sekarang, sebelum semakin macet jalanannya."
Jika biasanya wanita akan menolak di awal saat akan diantar seseorang untuk menyelamatkan gengsinya, namun yang Kama dapati dari Yumna sungguh berbeda. Tanpa berpikir lama, gadis itu langsung mengangguk, menyetujui tawaran Kama dengan mudah.
"Kalau memang enggak ngrepotin, saya mau," katanya.
Kama membuang wajah, entah kenapa ini terasa lucu baginya. Apalagi wajah yang ditunjukkan oleh Yumna saat ini adalah wajah polos seperti anak kecil. Dia kemudian mengangguk, memutar tumit untuk kemudian berjalan ke arah pos satpam.
"Pak Rahdi, saya mau nitip mobilnya teman saya yang kempes disana. Nanti ada orang bengkel yang datang buat benerin," kata Kama.
Pria paruh baya yang ada di depannya itu mengangguk, keluar dari pos nya.
"Saya mau nitip kuncinya saja sekalian, kalau bisa nanti minta supaya mereka langsung antar mobil saya ke rumah."
Kama terkejut ketika sadar ternyata Yumna mengikuti langkahnya. Gadis itu bahkan sudah membawa kertas yang berisikan alamat rumahnya dan memberikannya pada Pak Rahdi, lengkap dengan kunci mobil milik gadis itu.
"Bengkel teman kamu ini bisa dipercaya kan?" tanya Yumna.
Mengangguk, Kama memastikan jika mobil Yumna akan aman meskipun harus mereka tinggal.
Setelahnya, karena dia tidak ingin ada rekan kerjanya yang memergoki mereka pulang bersama, maka Kama langsung masuk ke dalam mobilnya. Diikuti oleh Yumna setelahnya.
~
"Pita pulang sama siapa? Mau diantar enggak?"
Gempita memasang senyum menanggapi tawaran dari seorang pria yang satu tim dengannya. Yang Pita ingat, nama pria ini adalah Ganesha. Seorang Leader yang katanya, sudah memiliki tunangan.
"Enggak usah, Mas. Saya pulang naik taksi kok," tolak Pita.
Dia memang merasa tidak enak karena menolak tawaran dari Ganesha, hanya saja tidak mungkin juga dirinya menerima di saat tahu bahwa pria di depannya sudah memiliki tunangan.
"Kenapa? Rumah kita kan se--"
"Pita!"
Pita langsung menoleh cepat saat ada suara yang memanggil namanya. Dia mendesah pelan, menyadari bahwa dia seperti keluar dari mulut buaya dan masuk ke mulut harimau. Namun karena dia tidak memiliki pilihan lain untuk lepas dari Ganesha, dia akhirnya menjadikan Rizal sebagai alasan.
"Maaf ya, Mas. Kayaknya teman saya datang buat jemput. Saya permisi dulu," pamitnya sambil mengangguk sopan sekilas.
Dia berbalik badan, berlari kecil menghampiri Rizal yang tersenyum senang menyambutnya.
"Aku pikir kamu bakalan lari lagi," kata pria itu dengan senyum lebar.
Gempita tidak berkata apapun, dia hanya sesekali melirik ke arah Ganesha, memastikan sampai pria itu benar-benar berlalu dengan mobilnya. Setelah itu dia menghela napas lega, membuka aplikasi ojek online dari ponselnya dan memesan seorang driver.
"Kenapa kamu pesen ojek? Kan kamu mau pulang sama aku?" tanya Rizal bingung.
Mendongak, Gempita menatap datar pria yang dulu pernah menjadi pacarnya selama tiga tahun itu.
"Kamu pikir aku bakalan mau pulang bareng kamu? Aku tadi nyamperin kamu karena enggak mau pulang bareng temen kerjaku," tukas Pita kesal.
Rizal menatapnya dengan sendu, berusaha menarik tangan miliknya sebelum dengan cepat disembunyikan oleh Pita di belakang tubuhnya.
"Aku udah minta maaf, aku juga bisa pastiin kalau aku udah berubah. Kenapa kamu enggak mau percaya dan kasih aku kesempatan satu kali lagi, Pit? Aku cuma sayang kamu, berapa kali pun aku coba buat suka sama cewek lain, tapi itu enggak berhasil karena sayang aku cuma buat kamu," kata pria itu terdengar sungguh-sungguh.
Gempita menghela napas berat, dia sudah akan menyanggah ucapan mantan kekasihnya itu sebelum kemudian matanya melebar, mendapati satu sosok lain di gedung sebelah kantornya.
Matanya berbinar, tanpa sadar berjalan mendekat dengan harapan mungkin saja dia bisa pulang bersama dengan Kama. Namun dia kemudian malah terkejut saat melihat Kama yang tidak seorang diri.
Pria itu bersama dengan wanita cantik yang terlihat elegan, tampak berbicara di depan pos satpam sebelum kemudian melangkah bersama ke arah satu mobil dan masuk ke dalamnya. Mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama.
Timbul banyak pertanyaan dalam kepala Gempita, mungkin kah itu pacarnya Kama? Tapi kenapa Kama tidak mengatakannya ketika mereka bertemu kemarin?
"Itu bukannya Kamandanu? Cowok yang dulu nempel sama kamu kan?"
Melupakan kehadiran Rizal yang ternyata mengikuti langkahnya, Gempita kemudian berbalik badan dan menatap garang pada pria itu.
"Jangan ngomong sembarangan. Kama enggak pernah nempelin aku," tandasnya tegas.
"Enggak pernah? Tapi dulu dia selalu sama kamu, sampai orang-orang berpikir kalau kamu jadian sama dia padahal waktu itu kamu masih jadi pacar aku."
"Itu bukan salah dia. Aku yang deketin dia karena merasa bersalah, aku dulu pernah jelasin ini ke kamu jadi sebaiknya kamu enggak ngomong sembarangan lagi. Kama enggak pernah bersaalah atau punya salah dalam hubungan kita. Sebaliknya, aku yang selama ini banyak membebani dia bahkan sampai bikin dia kehilangan dua bola matanya."
Pita tahu jika Rizal adalah tipe orang yang tidak akan menyerah begitu saja, maka dari itu daripada meladeni ucapan pria itu selanjutnya, dia memilih kembali berjalan ke depan gedung perusahaannya.
Dia cemas saat tahu Rizal kembali memanggil dirinya dan bahkan mengikuti langkahnya. Untungnya saat itu ojek yang dia pesan sudah tiba, sehingga dengan cepat Pita langsung naik dan meminta abang ojek untuk langsung berjalan menjauh.
Menoleh ke belakang, dia masih mendapati Rizal yang sepertinya sedang sibuk mengumpat.
Tidak memperdulikan sosok yang dulu pernah begitu sangat dicintainya, dia malah berpikir jika besok harus bertemu dengan Kama. Dia harus memastikan siapa gadis yang pulang bersama dengan pria itu, agar hatinya bisa tenang.
~~