Part 3

1544 Words
Malam menunjukkan pukul 8, Uyan melihat Alicya tertidur di sofa, Uyan paham bagaimana perasaan Alicya kini, ketika mantan calon suaminya menyuruhnya mengembalikan gaun yang sudah pernah membanggakan diri Alicya. Alicya selalu berharap mendapatkan suami yang bisa memberikan kebahagiaan, Nick mampu memberikannya kebahagiaan. Namun, Nick b******k, ia berselingkuh dengan sahabat calon istrinya, bukankah itu rendahan sekali? Tapi, apalah daya Alicya, dia hanya seorang wanita yang tak bisa melawan. Uyan memutuskan untuk pulang ke rumahnya dan tidak membangunkan Alicya, yang kini tengah terlelap dengan suara dengkuran yang keras. Sejam kemudian, Sean masuk ke penthouse miliknya dan melihat seorang wanita sedang tertidur di atas sofa, itu bukan sosok Uyan, Sean memajui sosok wanita yang kini tengah terlelap, Sean terkejut ketika melihat Alicya terlelap di penthouse. Sean membiarkan Alicya tertidur di atas sofa miliknya dan ia berjalan memasuki kamarnya, untuk menyegarkan tubuhnya yang begitu lelah karena harus bergantian meeting di tempat. Sean melihat makanan yang sudah siap di atas meja, seperti biasa Uyan menyiapkannya sebelum majikannya pulang. Alicya mengedipkan matanya melihat dengan nanar sekeliling tempat, Alicya beranjak karena terkejut, ia masih berada di penthouse milik Sean. "Sepertinya kau memang stress," sindir Sean, yang kini bersandar di meja dapur, sambil memegang bir kaleng yang kini sedang di teguknya. "Sean? Kapan kamu kembali? Uyan mana?" tanya Alicya, memperbaiki rambutnya yang berantakan. "Kenapa menanyakan Uyan? Apa kamu kemari ingin bertemu Uyan?" Sean mengernyitkan dahinya keheranan. "Aku kemari karena ingin menanyakan sesuatu." jawab Alicya. "Menanyakannya ke Uyan?" "Bukan, tapi ke kamu." "Ada apa denganku? Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Sean, keheranan. "Aku kemari mau mengambil gaun pengantin yang ku tinggalkan tempo hari, aku bisa, kan, mengambilnya?" tanya Alicya. "Kamu mau menanyakannya atau mengambilnya?" "Dua-duanya, aku, kan, kemarin menyuruhmu membuangnya. Namun, semoga saja itu gak terjadi, gaun itu mau aku kembalikan ke butik karena Nick meminta pengembalian dananya." kata Alicya. "Tentu saja, sudah ku buang, aku sudah bilang, 'kan? Gaun itu mengganggu pemandangan di penthouse ini." jawab Sean, berdalih. "Apa? Kamu sudah membuangnya? Bagaimana ini! Kamu gak bercanda, 'kan? Aku mohon, katakan padaku, gaun itu kamu buang di mana? Aku harus mengembalikannya demi harga diriku." celetuk Alicya. "Aku membuangnya, karena kamu yang menyuruhku! Kamu apa-apan, sih.?" tanya Sean, keheranan. "Aku kemari mau mengambilnya, jika memang kamu sudah membuangnya, biarkan aku tahu, di mana tempatmu membuangnya? b******n Nick, memintaku mengembalikan dana yang ku pakai untuk membeli gaun itu, aku gak bisa mengembalikannya dan butik mau memberiku kompensasi setengah, jika aku bisa mengembalikan gaun itu." rengek Alicya, mencoba mencari jalan. "Sepertinya kamu hadir dalam hidupku hanya untuk mengganggu dan merepotkanku!" sindir Sean, pria ini mengatakan sindiran yang mengenai hati gadis sebaik Alicya, tentu saja itu langsung mengundang reaksi Alicya menititikkan air mata. "Lagian, aku yang salah." tunduk Alicya. "Kamu memang salah, aku sepertinya memang di takdirkan menjadi tameng buat kamu, karena itu, meski aku menginginkanmu tak lagi muncul di depanku. Namun, tetap saja, kamu selalu datang." sindir Sean, membuat Alicya mengambil tas nya dan memunggungi Sean. "Aku membutuhkan bayaran dari setiap bantuanku terhadap dirimu, bukankah harga diri bagimu mahal?" tanya Sean, Alicya berbalik. "Apa maksudmu?" "Aku akan membayar gaun itu dan mengembalikan uang mantan calon suamimu. Namun, aku memiliki syarat." kata Sean, mencoba mengatakan keinginannya. "Apa itu? Syarat apa? Aku pikir, kamu ikhlas membantuku, ternyata kamu sama saja dengan Nick." kata Alicya, menyeringai. "Bukankah, sudah ku katakan? Bahwa di dunia ini gak ada yang gratis?" "Iya, aku mengingatnya begitu jelas." "Dan, aku mengatakan bahwa aku bukan pria yang baik." kata Sean. "Terus? Katakan saja!" tegas Alicya. "Aku meminta bayaran dengan tubuhmu." kata Sean, membuat mata Alicya memerah, karena menahan amarah, pria yang di kaguminya ternyata setega itu mengatakan kata laknat yang membuat telinganya panas. "Apa? Tubuhku? b******k!" umpat Alicya. "Aku tahu, kamu terpuruk atas kejadian yang menimpamu dan aku pun tahu, bagaimana keluargamu menghadapi segalanya karena ulahmu, kamu menyatakan akan menikah dan keluargamu senang mendengarnya, tapi, dengan memberikan kesempatan kepada pria b******k seperti Nick, membuatmu terpuruk seakan ini hukuman dari langit buat kamu, aku akan menjadi tameng dan kamu sudah pasti membutuhkanku, aku membutuhkan tubuhmu dan kamu membutuhkan tubuhku, bukankah begitu?" seringai Sean. "Kamu banyak mencari tahu tentang diriku?" "Gak ada yang gak bisa seorang Steel lakukan, Nona Zenith." "Kamu membutuhkan tubuhku untuk memuaskan nafsu bejatmu! Aku gak akan pernah melakukan itu, aku lebih baik kehilangan segalanya daripada menyerahkan apa yang ku punya pada pria b******k seperti dirimu." tegas Alicya. "Dan, kamu berpikir, bahwa aku mau menikmati tubuhmu? Haha ... jangan sok suci, Alicya Zenith, aku gak membutuhkan tubuhmu untuk memuaskan nafsuku. Tapi, aku mau tubuhmu itu menjadi pengantin wanitaku." kata Sean, membuat Alicya membulatkan matanya penuh. "Apa?" "Aku membutuhkan pengantin wanita, yang ingin berjalan beriringan denganku menuju altar dan ini permainan, aku menyewamu menjadi pengantin wanita bohongan, yang bisa bersamaku mencapai tujuanku." jawab Sean. "Apa? Kamu—" kalimat Alicya terhenti. "Jangan berpikir bahwa aku memang ingin menikahimu, kamu salah!" kata Sean. "Permainan?" "Bukankah kamu membutuhkan tameng dan pengantin pria, untuk mengembalikan reputasi keluargamu?" tanya Sean dan memang hal itu yang di inginkan Alicya. Apa takdirnya semengerikan ini? Sampai ia harus mengalami masa yang sulit, di tinggalkan dan sekarang di bayar oleh seorang Steel. ______ Alicya sampai di rumahnya dan tak sengaja melihat pintu ruangan kerja sang Papa terbuka, Alicya hendak membuka pintu dan menyapa sang Papa. Namun, ... langkahnya terhenti. "Saya harus bagaimana lagi? Perusahaan sudah mendekati jurang dan tak ada yang bisa kita selamatkan." kata Johan, penuh keputus asaan. "......" "Dan, kamu memintaku untuk memohon di kakinya? Harga diri saya masih ada, saya tidak mungkin mencium kakinya hanya untuk menyelamatkan perusahaan saya." "......" "Terserah, jika memang perusahaan saya akan bangkrut dan saya jatuh miskin, saya tetap tidak akan memohon di kakinya." tegas Johan, membuat Alicya bingung, apa maksud perkataan sang Papa. Johan mengakhiri telfonnya dan melempar ponselnya di lantai, Johan memijat pelipis matanya dan ia terlihat sangat geram. Nick membuat Johan dan keluarga berada dalam masa yang sulit, Nick memang pria kaya, tapi dia tidak memiliki hati. Alicya berjalan masuk ke kamarnya, ia ingin sekali menjadi penghapus lelah dan kesedihan keluarganya, tapi dia pun tak bisa berbuat apa-apa, Nick sudah keterlaluan, dia menarik investasi di perusahaan Johan dan itu membuat perusahaan Johan berada di ambang kehancuran. "Apa aku menikah saja dengan Sean? Sepertinya, Sean bisa mengembalikan perusahaan Daddy." gumam Alicya. "Apa? Menikah? Dengan Sean?" tanya Joanna gempar memenuhi sudut kamar Alicya. "Joanna?" Alicya tak tahu harus mengatakan apa. "Apa maksudmu barusan? Menikah dengan Sean? Sean mengajakmu menikah?" tanya Joanna. "Duduk dulu, Jo." "Aku gak bisa duduk kalau belum dengar penjelasanmu, Alic, katakan padaku!" Joanna begitu penasaran, tatapan matanya menjadi penuh harap. "Iya. Sean mengajakku menikah." "Atas dasar apa, Alic? Bukannya kalian baru mengenal?" "Aku bingung, Jo, aku gak tahu harus bagaimana, tapi melihat Daddy akan bangkrut, aku ingin menyelamatkannya dengan cara menikah Dengan Sean." "Sean mengatakan itu?" "Sean juga membutuhkanku, Jo." "Membutuhkanmu? Maksudnya, gimana?" Alicya menceritakan semuanya kepada Joanna tentang ajakan Sean menikah, karena mereka memang saling membutuhkan, Sean Membutuhkan Alicya, begitupun sebaliknya. "Jadi, Sean mengajakmu menikah karena ingin mencapai sesuatu?" tanya Joanna. Alicya menganggukkan kepala. "Terus, kamu juga berniat menikah dengan Sean untuk menyelamatkan daddy-mu?" Alicya mengangguk, "Benar sekali, itu lah yang sedang ku pikirkan, sepertinya Nick pria yang gak akan menyerah, dia sudah memojokkan keluargaku, membuatku terhina dengan meninggalkanku, sedangkan itu kesalahannya, tapi dia malah menyerangku dan keluargaku." Alicya merasa terpojok dengan keadaan yang tak bisa ia kendalikan. "Aku gak bisa diam saja, Jo, jika memang menikah dengan Sean bisa menyelamatkanku, aku rela, aku mau, meski harus menjual diriku." kata Alicya, terdengar seperti sebuah keputus asaan. "Aku tahu, Alic, kamu memang harus bertanggung jawab atas apa yang telah Nick perbuat, meski itu bukan kesalahanmu. Namun, apa harus menikah?" Alicya menganggukkan kepala, ia tak punya opsi lain selain menerima tawaran Sean. "Baiklah, jika memang kamu sudah memutuskannya, mau bagaimana lagi? Yang terpenting, yakinkan dirimu." kata Joanna, memberi kekuatan kepada sahabatnya. "Aku memang sudah yakin, Jo." "Terus, kamu sudah katakan niatmu menikah dengan Sean pada keluargamu?" Alicya menggelengkan kepala, "Belum" "Aku baru akan mempertemukan Sean dengan keluargaku. Tapi, aku mohon, Jo, jangan sampai keluargaku tahu, apa yang ku lakukan ini, hanya lah sebuah kebohongan." jawab Alicya. "Iya, aku juga gak akan tega mengatakan bahwa semuanya adalah kebohongan, yang terpenting selamatkan keluargamu dari kemiskinan." kata Joanna, menepuk pundak sahabatnya "Terima kasih, Jo, hanya kamu sahabatku yang mengerti dan akan selalu mendukungku." ______ Sean duduk di sofa sembari menikmati beberapa gelas wine yang sudah di siapkannya, ia membayangkan apa yang di katakannya pada Alicya ketika mengajak wanita cantik itu menikah. Alicya memang cantik, semenjak sekolah, Alicya selalu menjadi idola di manapun dan itu membuat Natasha iri, tapi kali ini, Alicya kalah dari Natasha. Getar ponselnya terdengar, tanda pesan masuk. - Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu, besok, aku akan ke penthouse - Pesan masuk dari Alicya, membuat Sean menyeringai. Ia lalu mendial nomor seseorang dari ponselnya. "Hallo, Mom." sapa Sean. "Hallo, Sayang, tumben kamu menelfon Mommy?" "Karena, aku rindu sama Mommy." "Sepertinya, kamu mendapatkan kabar gembira, ada apa? Katakan pada Mommy." "Aku akan membawa calon istri yang selalu Mommy minta." "Apa? Yang benar? Kamu gak bercanda, kan, Nak?" "Tentu tidak, Mom, secepatnya setelah bertemu orang tua calon istriku, aku akan pulang ke New York dan mempertemukan Mommy dan keluarga pada calon istriku." "Syukurlah, kamu memang anak yang baik, Nak." "Ya sudah, Mom! Aku akan menelfon Mommy lagi nanti." kata Sean, mengakhiri telfon. BERSAMBUNG.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD