Episode 3

2272 Words
  Percy masih setia menunggu Pretty yang belum sadarkan diri dari semalam. Siang ini jenazah Azka akan di makamkan. Percy sampai terlelap di kursi sisi brangkar dengan kepala yang di tumpukkan ke atas kedua tangannya yang di lipat. Pretty mengerjapkan matanya berkali-kali, kepalanya terasa sangat pusing dan sakit sekali. Bayangan kecelakaan kemarin, terngiang di kepalanya. Ia menajamkan penglihatannya yang sedikit buram seakan belum bisa beradaptasi. Rasa pusing di kepalanyapun belum hilang. Saat pandangannya mulai jelas, ia menatap sekeliling ruangan rumah sakit. "Azka,,Azka,," gumamnya membuat Percy terbangun. "Kamu sudah sadar Prit, kamu butuh apa?" Tanya Percy membuat Pretty menatap ke arah Percy dengan lekat. "Azka..."gumamnya. "Kamu tenang dulu, istirahat dulu yah. Kamu baru bangun," ujar Percy menahan Pretty yang hendak bangun. "Aku mau ketemu Azka, Kak." ujar Pretty dengan lemah. "Iya nanti yah, sekarang kamu istirahat dulu. Kamu baru bangun. Kamu mau minum?" Tanya Percy dan ia hanya mengangguk lemah. Percy menyodorkan segelas air kepadanya dan ia langsung menyeduhnya lewat sedotan cukup banyak. "Bagaimana keadaan Azka, Kak? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Pretty membuat Percy kebingungan, akan menjawab apa. "Kak!" Pretty memegang tangan Percy yang masih mematung di tempatnya. "Azka," Percy terdiam sesaat. "Azka baik-baik saja kan, Kak?" Tanya Pretty lagi mulai khawatir. "Dia-" "Kebetulan anda di sini," suara seseorang terdengar di luar ruangan membuat Percy dan Pretty terdiam. "Jenazah Azka akan segera di antar ke kediamannya hari ini." Deg Percy langsung melihat ke arah Pretty yang mematung syok dengan pandangan tak percaya. "Kak," panggil Pretty tertahan. "Itu-" Percy sangat bingung harus bagaimana menjelaskannya. Ia terbangun dari rebahannya dengan pandangan syoknya. "Kak, katakan kalau itu bukan Azkaku?" Pretty menatap Percy dengan nanar. Percy terdiam di tempatnya dengan menundukkan kepala, Percy tak tau harus menjawab apa pada adiknya ini. "KAK!" pekik Pretty sudah tak sabar lagi hingga air matanya luruh membasahi pipi. "Tenanglah." Percy hendak memeluk Pretty tetapi di dorong oleh Pretty membuat Percy mundur selangkah. "KATAKAN ITU BUKAN AZKAKU, KAK!" "Sayang," Dewi dan Edwin masuk dengan seorang dokter dan itu membuat Pretty paham, Dokter baru saja berbicara dengan siapa. "Ma-" ucapan Pretty tertahan karena sesuatu seakan menyumbat tenggorokannya. Dewi langsung beranjak memeluk tubuh Pretty sambil menangis. "Hikz...hikz..kamu harus tabah, Azka sudah pergi meninggalkan kita." Deg   "Kamu harus mengikhlaskasnya Sayang," Dewi memeluk Pretty sambil menangis.   Azka Sudah pergi meninggalkan kita.... Kamu harus mengikhlaskannya...   Pretty merasa jantungnya di tarik secara paksa dari tempatnya, bahkan pelukan sang Mama tak terasa hangat baginya. Semuanya terasa mati rasa, waktu dan dunia terasa berhenti seketika. Hati Pretty menolak keras kabar yang ia dengar dari Dewi. Azkanya tak mungkin pergi begitu saja meninggalkannya sendiri di sini.  'Tidak mungkin, Azka sudah berjanji akan menikahiku bulan depan. Pasti Mama salah.' batin Pretty. Pretty hanya bisa mematung di tempat dengan tatapan kosong. Air matanya semakin deras mengalir. Dewi melepas pelukannya dan menghapus air mata Pretty. "Mama, ini gak lucu lho Ma." Ucap Pretty saat kesadarannya perlahan kembali. "Sayang-" "Ini gak lucu Ma!" Teriak Pretty histeris. "Sayang tenanglah," ujar Edwin mencoba menenangkan Pretty. "Nggak Ayah, ini gak bener!" Pretty mencabut infusan di punggung tangannya hingga terluka dan mengeluarkan darah. Ia beranjak menuruni brangkar dan berlari keluar ruangan setelah mendorong tubuh Ibunya yang menahannya. "Pretty!" panggil Percy mengejar Pretty yang berlari keluar ruangan. Pretty Sandratami Jonshon, maukah kau menikah denganku? Menerima pria sederhana ini untuk menjadi pendamping hidupmu....   'Jangan lakukan ini Azka,, aku mohon.' Batin Pretty. Pretty terus berlari menyusuri lorong rumah sakit tanpa memperdulikan panggilan Percy. Ia terjatuh saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang dan Percy langsung membantunya berdiri. "Kamu tidak apa-apa?" Tanya Percy membantu Pretty untuk berdiri. "Maafkan adik saya, Sus." ucap Percy karena Pretty baru saja menabrak seorang suster. "Kak, aku ingin lihat Azka," isaknya sangat lemah. "Baiklah," Percy menuntun Pretty menuju kamar mayat. Percy merangkul tubuh Pretty dan membawanya menuju jenazah yang tertutup kain putih itu. "Ini-" Pretty masih mematung di tempatnya. "Bukalah," ujar Percy mencoba menenangkan Pretty. Dengan langkah gontai, Pretty berjalan mendekati brangkar itu. Kedua tangannya bergetar untuk membuka kain yang menutupi tubuh Azka. Perlahan Pretty menarik kain itu. "Azkaaaaaa!" Jerit Pretty tercengang saat melihat wajah calon suaminya yang pucat seputih kapas di depannya terbujur kaku. "Azkaaaa,,,,,hikz....hikz...hikzzz..." isak Pretty meraung raung tak tertahankan. Percy masih setia memeluk tubuh adiknya dari samping dengan mata yang memerah menahan tangis. "Bangunn..!! kita akan menikah bulan depan Azka, buka mata kamu...hikzz...hikz..." isak Pretty sejadi jadinya. Flashback On Pretty dan Azka baru saja pulang berkencan di sebuah restaurant cukup terkenal. Mereka asyik bercanda di dalam mobil. "Sweety, jangan nakal yah selama aku pergi ke Bogor." tegur Azka sambil menyetir. "Oke Bunny sayang, aku gak akan nakal. Hanya sedikit nakal saja," kekeh Pretty menggoda. "Awas saja, aku kasih hukuman lho kalau kamu nakal." ujar Azka. "Kasih saja, aku gak takut tuh. Wleee," ledek Pretty. "Nantangin yah ini anak, awas yah." Azka mencolek pinggang Pretty membuatnya menghindar karena kegelian dan tertawa lepas. "Dasar Azka jelek,, geli tau" kekeh Pretty terus menghindar. "Rasain nih," ujar Azka terus menggelitik. "Awas yah, aku balas nih," ujar Pretty membalas menggelitik tubuh Azka membuat Azka kegelian. "Diem sweety aku lagi nyetir," kekeh Azka. Tanpa mereka sadari, ada sebuah motor yang menyalip dan terjatuh di depan mobil mereka. "Azka awasssssss!!!!"   Ciiiitttttttttttt Brakkkkkk Mobil yang di tumpangi Azka dan Pretty terbalik dan berguling beberapa kali. Tetapi Pretty terlempar keluar, karena Azka mendorongnya hingga ia saja yang ada di dalam mobil itu. Flashback off "Bunny bangunn,,hikzzz...hikzz... aku janji, aku gak akan nakal. Tapi kamu jangan pergi seperti ini. Jangan marah, ayo bangun...hikzzz....hikz...." isak Pretty meraung raung. "Hikzz....hikz...hikz....kita akan menikah sebulan lagi...hikzz," isak Pretty sejadi-jadinya. "Tenang Prit, ikhlaskan Azka," bisik Percy masih memeluk tubuh Pretty. "Nggak Kakak, aku gak mau mengikhlaskannya.  Hikzz... hikz... hikz... aku mau Azka kembali, Kak!" Isak Pretty semakin meraung raung. Dewi dan Edwin menghampiri mereka dan mengusap kepala Pretty. "Ma." Pretty melepas pelukan Percy dan mendekati Dewi. "Hubungi om Dhika atau om Angga sekarang juga Ma, mereka dokter handal bukan. Om Dhika apalagi, hubungi om Dhika Ma. Suruh om Dhika balikin Azkanya aku Ma, hikzz...hikz..." isak Pretty sejadi jadinya. "Pretty mohon Ma, suruh om Dhika kesini. Aku ingin Azka kembali, hikzz..." isak Pretty. "Aku ingin Azkaku, Ma. Balikin Azkanya aku hikzz....hikz..." isaknya membuat ketiga orang yang berada di sana menatap sedih dan Dewi sudah ikut menangis. "BALIKIN AZKA AKU! Kenapa pengantin priaku di bawa pergi, hikzzz...hikz... balikin calon suamiku Ma, Ayah!" jerit Pretty semakin meraung. "Kakak, balikin Azka aku, Kak. Aku mau menikah sama Azka, aku mau Azka. Balikin Azka...hikz..hikz...hikz..." isaknya mulai melemah. Bruk "Pretty!" Pretty jatuh pingsan di pelukan Dewi. "Percy, panggil Dokter," perintah Edwin dan langsung membopong tubuh Pretty membawanya ke ruangannya kembali bersama Dewi. ♣♣♣ Semuanya berkumpul di pemakaman Azka. Semuanya memakai pakaian serba hitam, termasuk Pretty yang ngotot ingin mengantar Azka sampai ke tempat pembaringan terakhirnya. "Azka,,,hikz...hikz... Bunny kenapa kamu lakukan ini padaku?" gumam Pretty yang masih menangis di pelukan Dewi. "Ma, kenapa Azka melakukan ini. Kami akan menikah Ma, hikz...hikz...hikzz..." isak Pretty meraung-raung. "Aku sangat mencintainya, Mama.” "Kamu harus kuat, Sayang. Ikhlasin Azka," bisik Dewi mengusap kepala Pretty dengan sayang. Para pelayat mulai bubar dan memberi ucapan bela sungkawa pada keluarga, kini hanya keluarga Dewi saja yang masih berada di sana. "Sebaiknya kita juga pulang," ujar Edwin. Dewi membantu Pretty berjalan menuju mobil mereka, walau Pretty terlihat masih terus menengok ke arah makam Azka itu. Pretty kembali di bawa ke rumah sakit, dan di sana Pretty hanya termenung, duduk di atas brangkar dengan pandangan kosong ke depan. Wajahnya terlihat begitu pucat sekali. Kepingan kenangannya bersama Azka, terus mengisi pikirannya. Percy, Dewi dan Edwin begitu simpati sekaligus sedih melihat keadaan Pretty. ♣♣♣ Datan baru saja datang, Okta dan Chacha terlihat sedang mengobrol di ruang televisi dengan saling merangkul. "Malam Dad, Mom." Datan mencium pipi Chacha. "Malam Little Crocodile," ujar Chacha tersenyum. "Datan duduk dulu," ujar Okta membuat Datan duduk. "Ada apa, Dad?" tanya Datan. "Daddy mau tanya, mobil Lamborghini hitammu yang hilang itu. Hilang dimana Datan?" Deg   Wajah Datan memucat saat Okta mengungkit mobil sport miliknya yang sudah lama raib itu. "Kenapa Daddy tiba-tiba tanya itu lagi? Kan sudah jelas, Dad." ujar Datan. "Apanya yang sudah jelas?" Tanya Okta masih menahan emosinya. "Ya, itu-" "Lebih tepatnya bukan hilang, tapi kamu jadikan bahan judimu, Kan?" tegas Okta membuat Chacha mengusap lengan Okta. "Datan, kamu ini mau jadi apa sih? Daddy cape cape kerja buat menuhin semua keinginan kamu dan kamu malah menghamburkannya seenak jidatmu!" pekik Okta sangat kesal. "Maaf Dad," gumam Datan. "Kamu benar-benar buat Daddy kecewa Datan! Ya tuhan, kamu bahkan membohongi Daddy saat itu dan bilang kalau mobil kamu hilang karena di curi orang!" pekik Okta semakin kesal. "Sudahlah Crocodile, Datan sudah minta maaf," ujar Chacha. "Tidak Nela! Kamu selalu saja membela anak bandel ini. Dia bukannya kuliah dengan benar, ini malah ngabisin uang dengan berjudi!" ucap Okta. "Masuk kamar kamu, Datan!" perintah Chacha membuat Datan beranjak. "Jangan ke kamar!" ujar Okta membuat Datan mengernyitkan dahinya menatap Okta. "Kamu tidur di kandang Conel malam ini dan tak ada bantahan!" tegasnya. "Crocodile!" Chacha tak terima. "Diamlah Nela, aku sedang mendidik anakku!" "Sudahlah Mom, Datan yang salah," ujar Datan dan berjalan lesu menuju taman belakang. Okta meneguk teh yang ada di atas meja sambil menghela nafasnya. "Actingmu berlebihan Crocodile! Anak gue sampe ketakutan gitu!" ujar Chacha kesal. "Ayolah Nela sayang, jangan berlebihan. Anak kesayangan kamu itu kali-kali harus di beri pelajaran." ujar Okta dengan santai sambil merangkul pundak Chacha. "Gimana, acting aku baguskan? Gak kalah hebatnya dari actingnya Logan Lerman?" ujar Okta tersenyum bangga sambil memainkan kedua alisnya. "Dasar aki-aki narsis, awas ah. Aku mau kasih selimut dulu buat anak aku, kasian dia akan kedinginan di kandang si Conel." Chacha melepas rangkulan Okta dan berlalu pergi. "Ya tuhan anak itu, membuatku darah tinggi mendadak. Untung saja aku ini orangtua yang sangat unyu dan baik hati, jadi gak pernah bisa marah beneran," gumam Okta santai sambil menonton tv. Di kandang Conel, Datan duduk di sisi pohon sambil menatap kolam di depannya. Sedangkan sang reftil tengah berada di sisi Datan. "Gue nebeng tidur disini yah Conel, loe gak keberatan kan?" ujar Datan pada buaya di sisinya itu yang sudah dewasa dan kini ukurannya mungkin sudah sepanjang 15 kaki manusia. "Daddy marah sama gue, Conel. Gue kan ilangin mobilnya karena kalah tanding. Harusnya gue menang saat itu, tapi dasar aja lawannya licik. Yah jadi gue kalah," ujar Datan merengut. "Bahkan sekarang gue kere, Conel. Gue juga gagal kencan sama Dara, anak club music di kampus. Padahal gue cukup sulit buat deketin dia. Gue sampe harus bela-belain masuk club musik dan main gamelan, hanya buat deketin dia, sungguh konyol kan. Tapi hasilnya malah ancur, karena gak ada dana." curhat Datan panjang lebar. "Apes bener kan gue, Conel. Daddy benar-benar kejam, mana sekarang gue harus tidur bareng loe lagi. Untung aja loe cowok, kalau cewek kan bisa bisa loe bunting," ujar Datan asal. "Ngomong kek Conel, gue lagi galau nih. Malah diem mulu loe. Dasar buaya!" ujar Datan kesal. Datan kembali terdiam memikirkan perkataan Okta, Daddynya itu tak pernah marah. Yang ada Daddynya itu selalu berbuat konyol dan saling ledek sama Datan. Tapi kali ini, Datan sampai tak bisa berbuat apa-apa. "Datan sayang." Chacha sudah masuk ke dalam kandang dan menghampiri Datan. "Ya Mom," ujar Datan. "Ini Mom bawain kamu selimut." Chacha menyerahkan selimut ke Datan dan Datan menerimanya. Chacha juga menyodorkan s**u hangat untuk Datan, dan menyuapi Datan makanan. "Kamu belum makan kan, ini Mommy suapin kamu," ujar Chacha yang selalu memanjakan putranya itu. "Kenapa Daddy semarah itu, Mom?" tanya Datan. "Jangan kamu dengarkan Daddy kamu, dia sedang kumat darah tingginya," ujar Chacha asal, karena Chacha tau suaminya hanya berackting. "Apaan Conel liat liat. Tadi aja gue curhat loe kagak liat ke gue, sombong loe malah ngasih gue p****t loe. Sekarang pas gue lagi makan, loe nengok. Diem loe kagak ada jatah makan buat loe," ujar Datan membuat Chacha terkikik. "Sudah biarkan saja," ujar Chacha. Buaya itupun berjalan dan masuk ke dalam air meninggalkan Chacha dan Datan. "Ishh jadi Buaya kok ngambekan dia," cibir Datan dan terus menerima suapan dari sang Mommy tersayang. Chacha sadar kalau Datan belum benar-benar beranjak dewasa, Datan juga memang selalu di manja oleh Chacha. ♣♣♣ Pretty tengah merenung di ruang rawatnya dengan tatapan kosong ke depan. Air mata tak berhenti mengalir membasahi pipinya. Sesekali ia mengusap cincin yang bertengker manis di jari manisnya. 'Azka, apa ini mimpi? Aku berharap ini mimpi, dan aku ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.' batin Pretty. "Pretty." panggil seseorang mengusap pundaknya membuat ia menengok ke arah seseorang itu. "Rasya," gumam Pretty menangis kembali dan Rasya langsung memeluknya memberi kekuatan pada sahabatnya itu. "Kenapa Azka melakukan ini sama gue, Sya. Gue salah apa? Kenapa dia ninggalin gue di saat kami akan menikah? hikz...hikz...hikz..."isak Pretty sejadi-jadinya. "Loe harus kuat Pretty, loe harus bisa ikhlasin dia." ujar Rasya terus mengusap punggung Pretty. "Lalu selanjutnya gue harus apa, Sya? Gue harus bagaimana tanpa ada Azka?" isak Pretty melepas pelukannya dan menangis semakin meraung-raung membuat Rasya ikut menangis. "Kisah loe masih panjang, Pretty. Jalan loe masih panjang," ujar Rasya. "Percuma Rasya kalau tanpa Azka.  Gue hanya butuh Azka. Gue hanya mau Azka,,hikz...hikz... Percuma gue hidup kalau dia gak ada...hikz...hikz...hikz..." isaknya. Percy masuk ke dalam ruangan saat mendengar tangisan Pretty semakin kencang. "Pretty tenanglah. Tadi kata dokter kamu harus banyak istirahat," ujar Percy yang berdiri di sisi lain brangkar berhadapan dengan Rasya. "Aku mau Azka, Kak. Aku mau Azka..hikzzz...hikz...hikz... balikin Azka padaku,,hikzzz." Pretty semakin meraung-raung di atas brangkar membuat Rasya memeluknya dan mengusap punggungnya memberikan ia kekuatan. "Menangislah sepuas loe, keluarin beban di hati loe, Pretty." ujar Rasya. Pretty masih terus menangis terisak di pelukan Rasya. Percypun mengusap kepala Pretty dengan sayang. "Kenapa harus Azka? Aku bagaimana sekarang? Hanya Azka yang bisa memahami aku, " isak Pretty sejadi jadinya. ♣♣♣
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD